Kepastian
adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan.Hukum secara
hakiki harus pasti dan adil. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya
bisa dijawab secara normative bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif
adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangakan secara pasti karena
mengatur secara jelas dan logis.
Menurut
Kelsen, Hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang
menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa
peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi
manusia yang deliberatif .Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat
umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik
dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungan bermasyarakat. Aturan-aturan
itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan
terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut
menimbulkan kepastian hukum.
Ajaran
kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada
aliran pemikiran positivis didunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai
sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum
tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak
lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Kepastian
hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan
hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa
hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan
semata-mata untuk kepastian. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat
dipisahkan dari hukum terutama untuk norma hukum tertulis.
Teori
kepastian menurut ahli hukum:
Apeldoorn
Menurut
Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua segi, pertama mengenai soal dapat
dibentuknya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal yang konkret. Artinya
pihak-pihak yang mencari Keadilan ingin mengetahui hukum dalam hal yang khusus
sebelum memulai perkara. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum. Artinya
perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan Hakim. Dalam paradigma
positivisme defenisi hukum harus melarang seluruh aturan yang mirip hukum,
tetapi tidak bersifat perintah dari otoritas yang berdaulat, kepastian hukum
harus selalu dijunjung tinggi apapun akibatnya dan tidak ada alasan untuk tidak
menjunjung hal tersebut karena dalam paradigmanya hukum positif adalah
satu-satunya hukum.
Jan
Michiel otto
Menurut
Jan Michiel otto, kepastian hukum yang sesungguhnya memang lebih berdimensi
yuridis. Namun Otto memberikan batasan kepastian hukum yang lebih jauh yang
mendefenisikan kepastian hukum sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu
yaitu:
- Tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh (accessible)
- Instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.
- Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturanaturan tersebut.
- Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum dan, keputusan peradilan secara konkret dilaksanakan.
Hukum
yang di tegakkan oleh instansi penegak hukum yang diberikan tugas untuk itu
harus menjamin “kepastian hukum” demi tegaknya ketertiban dan keadilan dalam
kehidupan masyarakat. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam
kehidupan masyarakat dan akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim
sendiri. Keadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana “social
disorganization atau kekacauan sosial”.