Terdapat
lima dimensi yang membentuk kepribadian menurut teori Big Five. Ini didasarkan
pada dimensi big five oleh Costa & McCrae (1985 dalam Feist & Feist,
2009), yaitu sebagai berikut:
Openness
to Experience (keterbukaan terhadap pengalaman)
Dimensi
openness to experience membedakan individu yang memilih keragaman dengan orang
yang mempunyai kebutuhan akhir yang sempurna. Individu yang terus menerus
berusaha mendapatkan pengalaman yang berbeda serta bermacam-macam cenderung
memiliki skor tinggi pada openness to experience (Feist & Feist, 2009). Di
sisi lain, orang yang memiliki openness to experience cenderung memiliki
hubungan dalam interaksi sosial yang baik, dan orang-orang ini cenderung lebih
menyukai melakukan suatu hal dengan orang yang memiliki pikiran sama (Pervin
& John, 2001).
Individu
dengan nilai tinggi keterbukaannya biasanya memiliki rasa penuh penasaran,
imajinasi aktif, terbuka, serta lebih memiliki variasi. Sebaliknya, individu
dengan nilai rendah biasanya tradisional, tidak angkuh, dan tidak memiliki rasa
tidak puas terhadap sesuatu (Feist & Feist, 2009).
Conscientiousness
(kesadaran)
Individu
dengan dimensi conscientiousness adalah individu yang memiliki disiplin diri,
memfokuskan pencapaian, terkontrol, teratur, serta terorganisasi (Feist &
Feist, 2009). Serupa dengan pernyataan tersebut, Shiota dan Kalat (2010)
menambahkan bahwa individu yang memiliki kesadaran merupakan individu yang
memiliki konsistensi, ketetapan, pandangan ke depan, memiliki kedewasaan, dan
disiplin diri.
Pada
individu dalam dimensi conscientiousness yang memiliki skor tinggi biasanya
cenderung berhati-hati, on time, serta bekerja keras. Sebaliknya, individu
dengan conscientiousness skor rendah merupakan individu yang ceroboh, pemalas,
tidak suka keteraturan, tidak mempunyai tujuan, serta mudah menyerah saat
menjumpai keadaan yang sulit atau ketika mengerjakan sesuatu (Feist &
Feist, 2009). Dimensi ini memiliki pengaruh yang besar dalam lingkup hubungan
interpersonal (John & Srivastava, 1999).
Extraversion
(ekstraversi)
Pada
dimensi extraversion menggambarkan individu yang mencari kegembiraan,
aktivitas, dan emosi positif (Costa & McCrae, 2012). Individu dengan skor
tinggi dalam dimensi extraversion adalah individu yang ceria, penyayang, suka
berbicara, menyenangkan, serta suka berkumpul. Di sisi lain, individu dengan
skor yang rendah biasanya cenderung pendiam, tertutup, penyendiri, tidak
memiliki kemampuan untuk mengekspresikan emosi, serta pasif (Feist & Feist,
2009).
Agreeableness
(keramahan)
Dimensi
agreeableness menggambarkan hubungan interpersonal terkait hati lembut atau
kejam (Feist & Feist, 2009). Orang dengan skor tinggi pada dimensi agreeableness
adalah pribadi yang cenderung murah hati, pengalah, mudah menerima, serta
memiliki perilaku baik. Sebaliknya, orang dengan skor rendah merupakan pribadi
yang cenderung pelit, tidak ramah, penuh curiga, mudah menjadi kesal, suka memberikan
kritik orang lain (Feist & Feist, 2009).
Neuroticism
Shiota
& Kalat (2010) menjelaskan dimensi neuroticism dapat menyebabkan dan
disebabkan pengalaman terkait emosi negatif. Neuroticism merupakan respon
afektif yang sering mengganggu fungsi interpersonal serta individu yang
memiliki neuroticism mengalami emosi yang menyulitkan individunya, misalnya
ketakutan, kemarahan, kekecewaan, rasa malu (Costa & McCrae, 2012). Orang
yang memiliki skor tinggi pada dimensi neuroticism cenderung dipenuhi oleh kecemasan,
suka mengasihani diri sendiri, sangat memperhatikan dan mengasihani diri, serta
rentan terhadap stress. Sebaliknya, individu yang memiliki skor rendah pada
dimensi neuroticism adalah pribadi cenderung tenang sehingga tidak
temperamental, puas terhadap diri sendiri, serta tidak emosional (Feist &
Feist, 2009). Dimensi neuroticism dinilai dapat menunjukkan kestabilan dan ketidakstabilan
emosi (Feist & Feist, 2009).