Teori
ERG ini pertama sekali dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang psikolog asal
Amerika Serikat, kelahiran 1 September 1940, dimana teori ini merupakan
lanjutkan teori hirarki kebutuhan. Menurut Bangun (2012), Alderfer menghubungkan
teori hirarki kebutuhan secara lebih dekat dengan hasil penelitian empiris,
sehingga hasilnya mendekati pada kenyataan. Alderfer membagi tiga kelompok
kebutuhan manusia yaitu Existence (keberadaan/eksistensi), relatedness (hubungan/kekerabatan)
dan Growth (pertumbuhan).
Dari
singkatan ketiga jenis kebutuhan tersebut maka teori ini disebut sebagai teori
ERG.
EXISTENCE
(KEBERADAAN)
Existence
merupakan kebutuhan untuk tetap bisa bertahan hidup. Kebutuhan ini juga
merupakan kebutuhan fisiologis atau fisik yang berarti kebutuhan rasa aman pada
karyawan. Kebutuhan ini meliputi, gaji, situasi kerja, resiko kerja, keamanan
kerja, tanggung jawab, lingkungan kerja.
RELATEDNESS
(KEKERABATAN)
Relatedness
merupakan kebutuhan seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang lain atau
lingkungan disekitarnya. Kebutuhan ini meliputi kerja sama dengan rekan kerja,
bersosialisasi dengan lingkungan.
GROWTH
(PERTUMBUHAN)
Growth
merupakan kebutuhan akan perkembangan dan pertumbuhan yang berhubungan dengan
potensi yang ada dalam diri seseorang. Kebutuhan ini meliputi, pelatihan kerja,
dan penghargaan.
Teori
ERG yang diurai oleh Alderfer merupakan penyederhanaan dari Teori Hierarki
Maslow. Alderfer berpendapat bahwa teori ERG dapat dilakukan secara simultan
yang artinya dapat dilakukan secara bersamaan dan tidak bersifat hierarki.
Menurut Bangun (2012) Teori ERG ini lebih sesuai dengan pengetahuan yang dirasakan mengenai perbedaan individual di antara orang-orang, seperti pendidikan, lingkungan budaya dan latar belakang keluarga dapat mengubah pentingnya atau kekuatan dorongan yang dipegang sekelompok kebutuhan untuk seorang individu tertentu. Alderfer dalam Siagian (2014) menyatakan bahwa:
Bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahan perilaku untuk mencapai tujuan.
Meskipun suatu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Sedangkan
menurut Kreitner dan Angelo (2014), teori ERG telah memberikan beragam
tanggapan bagi beberapa proposisi kunci teori ini. Namun, ada dua kunci implikasi
manajerial yang diasosiasikan dengan ERG. Pertama, berkembang mengenai aspek
frustasi-regresi teori ini. Para manajer harus memahami bahwa para pegawai
mungkin saja termotivasi untuk mengejar kebutuhan tingkat rendah karena mereka
merasa frustasi dengan kebutuhan tingkat yang lebih tinggi. Kedua, teori ERG
sejalan dengan temuan bahwa perbedaan individu dan budaya memiliki pengaruh
terhadap kebutuhan. Orangorang termotivasi oleh kebutuhan yag beragam pada
waktu dan tempat yang berbeda dalam hidup mereka. Hal ini menunjukan bahwa
atasan harus menyesuaikan program penghargaan dan pengakuan mereka agar
memenuhi berbagai macam kebutuhan pegawai.
Kreitner dan Angelo (2014) menjelaskan beberapa perbedaan antara teori ERG dengan teori Maslow, yaitu:
- Alderfer mengemukakan bahwa teori ERG-nya tidak memandang ketiga kebutuhan tersebut sebagai suatu hierarki sebagaimana yang diungkapkan dalam teori Maslow.
- Dalam teori Maslow seseorang akan tetap pada tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhannya terpuaskan. Sedangkan menurut Alderfer, jika kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi buruk maka seseorang tersebut mungkin kembali untuk meningkatkan kepuasan dari kebutuhan tingkat rendah.
- Alderfer juga berpendapat bahwa salah satu kebutuhan golongan akan tetap kuat, walaupun kebutuhan yang lainnya telah atau tidak terpenuhi.
Teori
ERG sering juga disebut frustasi-regresi, misalnya pada kebutuhan relatedness
buruk, maka seseorang tersebut mungkin akan termotivasi untuk memnuhi kebutuhan
yang berkaitan dan jika terjadi masalah dalam mencapainya, maka kemungkinan dia
akan termotivasi oleh kebutuhan eksistensi. Maka dari itu, frustasi atau kejengkelan
dapat mengakibatkan regresi atau kembali pada tingkat kebutuhan yang rendah.
Menurut
teori ERG, makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula
keinginan untuk memuaskannya. Aspek frustasi regresi Teori ERG memiliki efek
tambahan pada motivasi kerja. Misalnya jika seorang manusia tidak diberi
kesempatan pertumbuhan dan kemajuan dalam sebuah organisasi, ia mungkin kembali
untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi, jika lingkungan atau keadaan tidak
memungkinkan, ia mungkin kembali ke kebutuhan akan uang untuk memenuhi
kebutuhan bersosialisasi.