Ada beberapa faktor penyebab terjadinya depresi. Dan beberapa faktor tersebut, salah satu teori yang menyelaskan terjadinya depresi adalah teori humanistik. Salah satu tokoh humanistik adalah Rogers yang berdasarkan pengalaman prakteknya menangani klien selama bertahun-tahun menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya baik. Rogers (Alwisol, 2005) melihat Kesehatan mental adalah penting dan butuh perjuangan untuk merealisasikannya. Lebih lanjut dirinya meyakini bahwa semua manusia berjuang sebaik-baiknya untuk menunjukkan keberadaannya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa depresi terjadi karena adanya kesenjangan antara konsep diri real (self real) dengan konsep diri ideal (self ideal).
Konsep
struktural dalam teori kepribadian Rogerian (Alwisol, 2005) adalah self.
Menurut Rogers, individu mempersepsikan objek eksternal serta pengalaman-pengalaman
dan melekatkan makna pada hal tersebut. Rogers mengartikan medan fenomena
sebagai keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik yang
disadari maupun yang tidak disadari. Medan fenomena merupakan seluruh
pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya. Lama kelamaan, sebagian dari
medan fenomenal ini menjadi terpisah. Inilah yang disebut sebagai diri atau
konsep-diri. Konsep diri (self concept) mewakili suatu pola persepsi
yang konsisten dan terorganisir. Implikasinya, ada dua poin yang penting
mengenai self yaitu self menampilkan suatu kerangka persepsi yang
terorganisir, dan self-concept merupakan sesuatu yang terjadi pada
kesadaran (conscious). Konsep struktural yang berkaitan juga adalah ideal self.
Ideal self adalah self concept yang paling ingin dimiliki oleh
individu, mencakup persepsi dan makna yang relevan dengan self dan
sangat dihargai atau dijunjung oleh individu. Apabila apa yang menjadi harapan
diri tidak sesuai dengan kenyataannya, maka dapat menimbulkan kegelisahan dalam
diri individu tersebut dan menjadi depresi.
Morgado
(2014) menjelaskan bahwa condition of worth muncul Ketika positive regard
dari orang-orang yang berarti bagi diri individu, memberikan syarat
(condition). Condition of worth tersebut menstimulus inkongruensi antara
self dan pengalaman yang akhirnya mewujudkan kerentanan (vulnerability).
Akibatnya individu mengembangkan kekakuan (rigidity) persepsi. Ini akan membuat
individu mengalami ketegangan saat self real dan self ideal
memiliki jarak.
Stankovice
et all (2015) menekankan bahwa individu yang memiliki inkongruensi antara self
dengan pengalaman menyebabkan dirinya akan sulit menerima kondisi diri secara
apa adanya. Individu tersebut umumnya cenderung perfeksionis artinya dapat
membuat kesenjangan antara self ideal dengan self real menjadi
suatu masalah yang berat baginya dan mudah mengalami depresi. Aditomo dan
Retnowati (2004) juga mengemukakan bahwa perfeksionis dan harga diri mampu
mempengaruhi depresi. Semakin individu tersebut memiliki perfeksionis yang
tinggi, maka semakin tinggi juga depresi yang dirasakannya. Dipahami bahwa
inkongruensi antara self dengan pengalaman membuat kesenjangan antara
ideal self adalah self concept semakin jauh. Kesenjangan tersebut
karena disebabkan keinginan individu untuk selalu sempurna atau sulit menerima
kekurangan atau kenyataan yang tidak sesuai harapannya.
Proses
terjadinya depresi diawali dengan self condition of worth. Kondisi ini
muncul ketika positive regard dari orang-orang yang berarti bagi diri individu,
memberikan syarat (condition). Condition of worth tersebut menstimulus
inkongruensi antara self dan pengalaman yang akhirnya mewujudkan
kerentanan (vulnerability). Inkongruensi tersebut selanjutnya menyebabkan
adanya kesenjangan antara konsep diri real (self real) dengan konsep
diri ideal (self ideal). Semakin senjang konsep diri real (self real)
dengan konsep diri ideal (self ideal) akan semakin tinggi tingkat
depresi individu.