Kerang
memiliki habitat hidup yang harus sesuai dengan kondisinya. Spesies Bivalvia
dapat ditemukan di berbagai lingkungan, seperti daerah estuarin dan pesisir pantai.
Bivalvia memiliki karakteristik yang berbeda dengan Gastropoda. Mereka hidup
dengan membenamkan, menggali dan meletakan diri pada substrat menggunakan alat
perekat. Kerang mempunyai sebaran yang luas sehingga dapat ditemukan di
berbagai ekosistem kawasan perairan yaitu estuaria, pantai berpasir, pantai
berbatu, terumbu karang, padang lamun, danau, sungai dan mangrove. Beragamnya
tipe habitat dari jenis-jenis kerang merupakan upaya mempertahankan
kelangsungan hidup agar dapat tumbuh dan berkembang biak sehingga akan terjadi
interaksi dengan lingkungannya untuk memilih kondisi lingkungan yang terbaik.
Kelimpahan biota laut yang rendah pada suatu kawasan menjadikan salah satu
indikasi tidak sesuainya bagi biota tersebut. Selain itu, faktor ketersediaan
makanan (fitoplankton, zooplankton, zat organic tersuspensi) dalam kawasan
perairan menjadi faktor penting untuk keberlangsungan hidup serta pertumbuhan
biota laut misalnya kerang-kerangan (Dame, 1996).
Hewan
kerang termasuk kelompok makrozoobentos infauna yang dominan ditemukan di dasar
perairan atau di dalam sedimen (Hutabarat dan Evans, 1985). Pada umumnya kerang
menetap di dasar perairan dengan cara membenamkan diri di dalam lumpur, pasir
dan patahan terumbu karang yang sudah mati. Beberapa jenis kerang juga mempunyai
cara hidup dengan menempel pada substrat keras yaitu pada bebatuan dan ada yang
dapat berenang aktif di dasar perairan dengan cara mengepakkan cangkangnya
(Campbell et al., 2003; Gosling, 2004).
Kerang
lebih menyukai habitat dengan tipe sedimen berlumpur dan berpasir (Nybakken,
1988). Tekstur sedimen dalam perairan berbeda-beda dan mempunyai ukuran
bervariasi dari yang besar sampai halus. Perbedaan sedimen ini mempengaruhi ketersediaan
oksigen dan makanan di dalam kawasan perairan. Tipe sedimen dapat mempengaruhi
penyebaran, morfologi fungsional dan tingkah laku organisme. Sedimen yang
memiliki butiran lebih kecil seperti lumpur mampu menyimpan nutrient lebih
besar dibandingkan pasir dan gravel (Nybakken, 1988). Adanya faktor lain yaitu arus
mempunyai dampak terhadap tipe sedimen yang ditempati oleh hewan kerang. Bila
arus yang lemah akan membuat sedimen dominan lumpur, tanah organik dan pasir halus,
sedangkan arus yang kuat tipe sedimennya dominan berbatu dan koarsa. Karakteristik
sedimen yang berbeda di setiap lokasi akan mempengaruhi sebaran organisme
bentik di dalamnya dan akan terjadi pengelompokan hewan bentik yang berbeda
(Riniatsih dan Kushartono, 2009; Sitorus 2008).
Menurut
Sumich berdasarkan habitatnya Bivalvia dapat dikelompokkan ke dalam:
Jenis
Bivalvia yang hidup di perairan mangrove
Bivalvia
pada mangrove dipengaruhi perubahan yang terjadi di ekosistem tersebut, karena
sifat moluska hidupnya cenderung menetap, menyebabkan Bivalvia menerima setiap
perubahan lingkungan tersebut.
Jenis
Bivalvia yang hidup di perairan dangkal
Daerah
pasang surut dengan variasi faktor lingkungan terbesar, jenis habitat utama
yaitu pantai berpasir, berlumpur dan berbatu. Di daerah ini hidup berbagai jenis
organisme Bivalvia. Mereka melekatkan diri pada benda dan cenderung mengikuti
bentuk permukaan benda-benda tersebut.
Jenis
Bivalvia yang hidup dilepas Pantai
Habitat
ini wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya 20 sampai 40m. Jenis
Bivalvia yang ditemukan di daerah seperti ini seperti; Plica sp, Chalamis sp,
Amussium sp.
Di daerah intertidal kehidupan bivalvia dipengaruhi oleh pasang surut.
Adanya pasang surut menyebabkan daerah ini kering dan faunanya terkena udara
terbuka secara periodik. Bersentuhan dengan udara terbuka dalam waktu lama
merupakan hal yang penting, karena fauna ini berada pada kisaran suhu terbesar
akan memperkecil kesempatan memperoleh makanan dan akan mengalami kekeringan
yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kematian. Oleh karena itu perlu
melakukan adaptasi untuk bertahan hidup dan harus menunggu pasang naik untuk
memperoleh makanan. Bivalvia dapat mati bila kehabisan air yang disebabkan oleh
meningkatnya suhu. Gerakan ombak berpengaruh pula terhadap komunitasnya dan
harus beradaptasi dengan kekuatan ombak. Perubahan salinitas turut juga
mempengaruhinya, Ketika daerah ini kering oleh pasang surut kemudian digenangi
air atau aliran air hujan salinitasnya akan menurun. Kodisi ini dapat melewati
batas toleransinya dan akan mengakibatkan kematian.