Ganja
adalah tanaman yang terdiri dari biji, bunga, daun, batang dari cannabis sativa
yang dikeringkan. Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, ganja merupakan
jenis narkotika yang dilarang untuk pelayanan kesehatan. Dan hanya dapat
digunakan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Karena ganja
merupakan salah satu tanaman yang tergolong dalam Narkotika Golongan I.
Kata
ganja berasal dari bahasa Sumeriah yaitu Gan-Zi dan Gun-Na yang pemakaian
bahasanya telah terpisah menjadi Ganja. Arti sebuah ganja adalah pencuri jiwa
yang terpintal. Pada zaman Yunani, para ilmuwan seperti Dioscorides dan Galen
kemudian mengabadikan ganja dalam literatur pengobatan Romawi dengan nama
“kannabis”. Setelah Yunani berhasil ditaklukkan oleh bangsa romawi, “kannabis”
berubah dalam bahasa latin menjadi “Cannabis” untuk pertama kali. Ganja dimanfaatkan
sebagai analgesik (penghilang rasa sakit) dalam situasi perang, bahan untuk
tekstil, tali-temali, minyak untuk penerangan, memasak, dan lain-lainnya.
Ganja
(Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis sativa. Istilah ganja
umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan batang dari tanaman yang dipotong,
dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk menjadi rokok. Nama lain untuk
tanaman ganja adalah marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary jane dan produknya
hemp, hashish, charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla (Camellia, 2010).
Tanaman
semusim ini tingginya dapat mencapai dua meter. Berdaun menjari dengan bunga
jantan dan betina ada di tanaman berbeda. Ganja hanya tumbuh di pegunungan
tropis dengan elevasi di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut (BNN,
2015).
Sejarah
ganja di Indonesia bermula pada akhir abad 19, iklan ganja kadang-kadang muncul
dalam beberapa koran berbahasa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia), sebagian
besar iklan-iklan itu berusaha untuk mempromosikan rokok ganja sebagai obat
untuk beragam penyakit mulai dari asma, batuk dan penyakit tenggorokan,
kesulitan bernafas dan sulit tidur. Penting untuk diingat, bagaimanapun, bahwa
iklan-iklan tersebut pada umumnya diarahkan untuk masyarakat Eropa yang berada
di Hindia Belanda (Indonesia), mengingat penggunaan ganja secara medis yang umum
di Eropa pada waktu itu.
Di
wilayah Aceh, penduduk setempat melaporkan bentuk-bentuk penggunaan ganja yang
utama, mulai dari untuk memasak dan/atau campuran makanan, untuk dicampur
dengan kopi atau digunakan sebagai obat herbal untuk penyakit diabetes. Dalam
hal memasak dan campuran makanan, masyarakat Aceh menggunakan benih ganja untuk
meningkatkan rasa, kelembaban, dan terkadang untuk warna (misalnya dalam
hidangan lokal seperti kari kambing dan mie Aceh). Selain dicampur dan dibakar
sebagai rokok dengan tembakau, bunga tanaman ganja kadang-kadang direndam
didalam tuak, disimpan didalam bambu dan dikonsumsi sebagai tonik atau obat
kuat.