Konsep diri (self-concept)
merupakan bagian yang penting dari kepribadian seseorang, yaitu sebagai penentu bagaimana
seseorang bersikap dan bertingkah laku. Dengan kata lain jika kita memandang diri
kita tidak mampu, tidak berdaya dan hal-hal negatif lainnya, ini akan mempengaruhi kita
dalam berusaha. Hal itu juga berlaku sebaliknya jika kita merasa diri kita baik, bersahabat
maka perilaku yang kita tunjukkan juga akan menunjukkan sifat itu, misalnya dengan rajin
menyapa teman atau menolong orang lain.
Pada masa remaja terjadi permasalahan seputar perubahan
fisik. Hanya sedikit remaja
yang merasa puas dengan tubuhnya. Ketidakpuasan lebih
banyak dialami dibeberapa bagian tubuh tertentu. Kegagalan merasa puas terhadap
tubuh (kateksis tubuh) menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik.
Remaja dengan konsep diri positif lebih akan mengembangkan alternatif yang menguntungkan
efek sejak saja sehingga ia lebih berpeluang menampilkan tingkah laku yang lebih
produktif. Remaja dengan konsep diri negatif biasanya takut untuk
mencoba. Kondisi ini tentu saja menghambat pengembangan diri.
Fenomena yang semakin berkembang adalah pencitraan media
yang mampu menerapkan standar fisik yang ideal. Kecantikan dan ketampanan
merupakan bagian provokasi
produk industri dan jasa yang dijadikan sebagai icon.
Berbagai merk kosmetik, gymnastic, fashion yang up to date mengalir deras di pasaran.
Dengan alasan bahwa pencitraan diri muncul kepermukaan dengan konsep
cantik dan tampan yang dipaparkan media sangat berlebihan. Pandangan cantik dan
tampan muncul manakala seseorang terlihat berkulit putih, mempunyai bentuk tubuh yang
ideal (hidung mancung, berkulit mulus, dan sebagainya). Akibatnya, sejumlah oramg
merasakan adanya kesenjangan antara gambaran tubuh (body image) yang
ideal dengan gambaran tubuh yang sebenarnya. Pandangan
salah itulah yang membuat pergeseran pemikiran dan pengertian mengenai kecantikan atau ketampanan
sehingga remaja dapat terperosok kearah body
dysmorphic disorder apabila remaja tidak mempunyai konsep diri dan menerima
dirinya dengan positif.
Konsep diri yang didalamnya terdapat dimensi fisik tentu
saja berpengaruh terhadap perkembangan body image.
Apabila seseorang memiliki konsep diri yang tinggi, maka mereka mengembangkan body image positif yang berarti mereka
memiliki persepsi positif mengenai diri mereka sehingga mereka merasa puas dengan
penampilan fisik mereka dan bisa melalui tugas perkembangannya yaitu menerima kondisi fisik
dan memanfaatkannya secara efektif. Akan tetapi, jika seseorang memiliki konsep diri yang rendah, maka
mereka merasa tidak puas terhadap penampilan fisik mereka dan mengembangkan body image negative yang berarti mereka mengalami distorsi
body image atau biasa disebut sebagai
gangguan body dysmorphic yang merupakan
bentuk gangguan mental yang mempersepsi tubuh dengan ide-ide bahwa dirinya memiliki
kekurangan dalam penampilan sehingga kekurangan itu membuatnya tidak menarik.
Mereka memiliki ketidakpuasan akut terhadap beberapa bagian
tubuh tertentu yang membuat mereka merasa sangat terganggu dan tidak nyaman dengan
penampilan fisik mereka hingga mereka mengalami distress dan penurunan fungsi sosial (American Psychiatric
Association, 2000). Sehingga,
secara tidak langsung remaja putri yang memiliki konsep diri rendah akan
memiliki kecenderungan body dysmorphic
disorder.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
konsep diri memiliki hubungan dengan kecenderungan body
dysmorphic disorder melalui body
image. Seseorang yang memiliki konsep diri rendah akan merasa tidak puas dengan
penampilan fisik mereka dan
meningkatkan body
image negative yang berarti mereka mengalami distorsi body image atau
body dismorphic
disorder. Sehingga secara tidak langsung orang yang memiliki konsep diri rendah akan
memiliki kecenderungan body dismorphic
disorder dan begitupun sebaliknya.