Sampai saat ini, belum ada penelitian yang memastikan
penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD) dengan jelas. Riwayat dilecehkan
tubuhnya pada masa kanak-kanak, tidak dicintai orang tua, dan mempunyai penyakit
yang mempengaruhi penampilan, jerawat misalnya, bisa dikategorikan menjadi
penyebab gejala Body Dysmorphic Disorder
(BDD). Jika diklasifikasikan, ada dua aspek yang masih menjadi dugaan penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD).
Pertama, adanya ketidakseimbangan cairan kimia (hormon serotonin) di dalam otak, yang berpengaruh terhadap kapasitas obsesi.
Kedua, kemungkinan faktor-faktor sifat, psikologis, maupun budaya.
Phillips (dalam Sukamto, 2013)
menyatakan bahwa BDD seringkali tidak dikenali dan tidak terdiagnosis. Beberapa
penyebabnya adalah:
- Penderita terlalu malu untuk mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap penampilan.
- BDD dipandang sebagai hal yang remeh atau bahkan sombong oleh orang lain karena penampilan fisik penderita secara umum baik-baik saja.
- Masih kurangnya pengenalan kebanyakan orang, termasuk praktisi kesehatan mengenai BDD.
- BDD bisa salah didiagnosis sebagai gangguan yang lain, seperti depresi atau fobia sosial.
- Banyak penderita BDD justru mencari bantuan dari kulit, dokter bedah plastik, atau dokter-dokter lain dibandingkan praktisi kesehatan mental seperti psikiater atau psikolog, sehingga masalah citra tubuh yang dialami seringkali tidak selesai secara efektif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidakpuasan tubuh seseorang, menurut Brem (dalam Cahyaningtyas 2009) adalah
sebagai berikut:
First Impression Culture
Adalah cara pandang sebuah penampilan yang dilihat dari aspek lingkungan budaya, lingkungan sering kali menilai seseorang berdasarkan cara berpakaian, cara berbicara, cara berjalan dan penampilan fisik. Tampilan yang baik sering diasosiasikan dengan status yang lebih tinggi, kesempatan yang lebih luas untuk dapat menarik pasangan dan kualitas positif lainnya. Cari dari first impression culture adalah cara pandang tentang standar kecantikan yang dapat dilihat dari penampilan fisik yang dianggap ideal, persepsi keliru tentang standar kencantikan, cara berbicara atau tutur kata dengan baik, cara berjalan, dan penampilan berpakaian serta konsep-konsep kecantikan secara keseluruhan.
Standar Kecantikan yang Tidak Mungkin Dicapai
Keraguan atau ketidakpuasan pada bentuk fisik dari seseorang. Setiap budaya memiliki standee kecantikan yang berbeda. Banyaknya perempuan yang mengalami ketidakpuasan sosok tubuh disebabkan oleh adanya kesenjangan antara tubuh ideal yang didasarkan pada budaya yang berlaku (dimana tubuh ideal bagi perempuan adalah sangat kurus) dengan tubuh yang dimilikinya (banyaknya perempuan memiliki tubuh yang gemuk dari standar). Ciri standar kecantikan yang tidak mungkin dicapai, pertama adalah seseorang yang memiliki tubuh yang gemuk, hidung tidak mancung, kulit tidak putih. Kedua, membandingkan penampilan diri sendiri dengan orang yang di lingkungan yang jauh dengan standar diri sendiri ( kecantikan)
Rasa Tidak Puas ayang Mendalam terhadap Kehidupan dan Diri Sendiri
Tingkat kepuasan terhadap sosok tubuh yang tinggi diasosiasikan dengan tingkat harga diri sosial yang tinggi pula. Beberapa ahli dari body image percaya bahwa ketidakpuasan terhadap sosok tubuh terutam apabila diikuti dengan adanya perasaan benci terhadap tubuhnya merupakan suatu ekspresi dari harga diri yang rendah. Tubuh merupakan bagian yang terlihat (bagian yang kongkret), sehingga apabila seseorang merasa ambivalen terhadap dirinya, mereka juga akan merasa ambivalen terhadap tubuhnya. Ciri dari rasa tidak puas yang mendalam terhadap kehidupan dan diri sendiri adalah perasaan tidak puas terhadap kehidupan (harga diri) dan rasa tidak puas terhadap diri sendiri.
Rasa Percaya Diri yang Kurang
Rasa percaya diri adalah mengenai berapa besar mereka menghargai diri mereka, kebanggaan yang mereka rasakan dan betapa berharganya perasaan tersebut. Apabila remaja wanita memiliki rasa percaya diri yang rendah akan mengalami ketidakpuasan pada bentuk tubuh. Ciri-ciri rasa percaya diri yang kurang biasanya remaja menutup diri dari lingkungan sekitar dan menarik diri dari lingkungan.
Perasaan Kegemukan yang Berlebihan
Remaja yang memiliki berat badan yang tidak ideal cenderung mempunyai pikiran, dan perasaan yang negative mengenai tubuhnya, mereka beranggapan bahwa berat badan yang dimilikinya tidak proposional, dan berfikiran mengalami kegemukan atau kurus. Remaja yang mengalami kegemukan lebih banyak disebabkan karena adanya perasaan bahwa mereka memiliki berat badan yang melebihi batas normal. Ciri-ciri remaja yang memiliki perasaan kegemukan yang berlebih adalah merasa berat badan tidak standar dan proporsi berat badan tidak sesuai dengan tinggi tubuh tidak ideal, caranya dengan selalu menutupi bagian yang dianggap gemuk dengan menggunakan jaket, memakai pakaian yang longgar agar tampak kurus.
Emosi yang Negatif
Adalah gerakan atau ungkapan perasaan yang keluar dari dalam diri seseorang. Dalam Kamus Konseling (Sudarsono, 1996), emosi digambarkan sebagai suatu keadaan yang komplek dari organism, perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam organ tubuh yang sifatnya luas, biasanya ditandai oleh perasaan yang kuat yang mengarah kesuatu bentuk perilaku tertentu, erat kaitannya dengan kondisi tubuh, denyut jantung, sirkulasi dan pernafasan. Sebagaimana penelitian para ahli, rasa tidak puas akan tubuh sendiri berhubungan dengan emosi. Seperti yang diungkapkan oleh Hidayah (2003, dalam Cahyaningtyas 2009) bahwa kekacauan pikiran dan perasaan berkaitan dengan emosi. Menurut Goleman (1996) remaja yang belum mempunyai kecerdasaan emosi akan seperti mudah marah, mudah terpengaruh, mudah putus asa, dan sulit mengambil keputusan dengan memotivasi diri sendiri. Hal senada juga diungkapkan oleh Santrock (2002) yang menyatakan bahwa pada masa remaja (khususnya remaja putri) sering mengalami rasa tidak puas akan tubuhnya, karena secara emosi remaja putrid belum menerima fisik mereka yang berubah. Secara umum emosi dikategorikan menjadin dua jenis yaitu emosi dasar positif dan emosi dasar negative. Emosi dasar positif adalah perasaan berupa sukacita (joy), yakin/percaya (trust/ faith), pengharapan (hope), syukur (praise), berbela rasa (compassion), mau mengerti dan menerima (willingness to understand and to accept). Sedangkan emosi dasar negative adalah perasaan berupa dengki, dendam, iri, kejam, menolak dan tak mau mengerti. Emosi jenis ini merupakan kekuatan nekrofilik karena dapat menjadi kekuatan yang bersifat merugikan dan mematikan. Ciri-ciri emosi yang negative mengenai tubuh antara lain mempersepsikan bentuk tubuh tidak tepat, merasa tidak puas terhadap bentuk tubuh.
Objektivikasi Diri
Menurut Strelan dan Hargreves (Suprapto dan Aditomo, 2007 dalam Cahyaningtyas 2009) objektivitas diri sebagai salah satu faktor mengapa perempuan cenderung mengembangkan ketidapuasan sosok tubuh. Objektivitas diri adalah pikiran dan penilaian individual tentang tubuh yang lebih berasal dari perspektif orang ketiga, berfokus pada atribut tubuh yang tampak, seperti bagaimana penampilan saya.