Telah umum dimaklumi bahwa proses seleksi bukanlah
kegiatan yang berdiri sendiri. Artinya dalam melakukan kegiatan seleksi
berbagai masukan perlu pula diperhitungkan dan dipertimbangkan. Misalnya,proses
seleksi tidak mungkin dilakukan tampa mempertimbangkan informasi tentang
analisis pekerjaan karena dalam analisis pekerjaan itu tergambar uraian
pekerjaan yang akan dilakukan, berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh
para karyawan yang melakukan pekerjaan tersebut dan standar prestasi kerja yang
harus dicapai. Rencana sumber daya manusia pun harus dipertimbangkan karena
dalam rencana itulah tergambar lowongan apa yang akan terjadi, untuk pekerjaan
apa, bilamana lowongan itu akan terjadi persyaratan-persyaratan apa yang harus
dipenuhi oleh para pelamar yang dihadapi akan mengisi berbagai lowongan
tersebut.
Hasil rekurutmen juga merupakan faktor yang tidak bias tidak
harus diperhatikan. Artinya, jenis dan sifat berbagai langkah yang harus
diambil dalam proses seleksi tergantung pada hasil rekrutmen. Jika, misalnya,
jumlah pelamar yang memenuhi atau mungkin mmelebihi persyaratan yang ditentukan
jauh lebih besar dari lowongan yang terjadi, sifat proses seleksi akan berbeda
dengan sifat proses seleksi apabila dari segi jumlah dan persyaratan tidak
memenuhi harapan.
Di samping itu, dalam menentukan jenis dan
langkah-langkah dalam proses seleksi, empat macam tantangan perlu diperhatikan
dan dihadapi oleh para petugas seleksi, yaitu (Siagian; 2008):
Penawaran karyawan
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin banyak jumlah
pelamar untuk di seleksi, semakin baik bagi organisasi karena dengan demikian
semakin besar jaminan bahwa pelamar yang terseleksi dan diterima menjadi karyawan
benar-benar merupakan karyawan yang akan dilakukan. Akan tetapi bukanlah
merupakan hal yang mustahil bahwa jumlah pelamar kurang dari yang
diharapkan. Ada dua kemungkinan mengapa
bias terjadi demikian, pertama, karena imbalan yang rendah karena sifat pekerja yang tergolong pada pekerjaan yang
berada pada anak tangga terendah dalam hierarki organisasi. Kedua karena sifat
pekerja yang menuntut spesialisasi tinggi sehingga tidak banyak pencari kerja
yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan meskipun imbalannya cukup
tinggi pula.
Dengan perkataan lain, mungkin saja perbandingan antara
antara pelamar dang terpilih besar atau kecil. Dalam hal perbandingan itu
kecil, perlu diperhatikan penyebabnya mungkin karena persyaratan yang harus
dipenuhi memang berat atau karena mutu para pelamar rendah
(Siagian;2008:133).
Tantangan etis
Tidak disanggah bahwa para perektur tenaga kerja memegang
peranan penting dalam menentukan siapa di antara pelamar yang diterima dan
siapa yang ditolak. Merupakan kenyataan pula bahwa organisasi pemakai tenaga
kerja mengharapkan bahwa para pelamar bermutu setinggi mungkin.
Menggambungkan kedua hal itu alam proses seleksi
menuntut standar etika tinggi dari para perekrut tenaga kerja baru karena hanya
dengan demikianlah tenaga-tenaga bermutu yang diterima dan dipekerjakan.
Memegang teguh norma-norma etika menurut antara lain
disiplin pribadi yang tinggi, kejujuran yang tidak tergoyahkan, integritas karakter
serta obyektivitas yang didasarkan pada criteria yang resional. Hal ini sangat
penting karena tidak mustahil seleksi dihadapkan kepada berbagai macam godaan,
seperti menerima hadiah, disogok oleh pelamar, mengantrol nilai seleksi dari
pelamar yang mempunyai hubungan darah atau kaitan primodial lainnya atau
hal-hal lain yang mengakibatkan seseorang prekrut mengambil keputusan yang
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bagan subyektif (Siagian;2008:134).
Faktor internal organisasi
Para seleksi karyawan pada umumnya menyadari bahwa
situasi internal organisasi harus dipertimbangkan dalam juga merekrut dan
menyeleksi tenaga-tenaga kerja baru. Misalnya, besar kecilnya anggaran yang
dialokasikan untuk belanja karyawan menentukan beberapa banyak karyawan baru
yang boleh direkrut, untuk memangku jabatan apa dan melakukan pekerjaan apa.
Juga apakah untuk mengisi lowongan baru
yang tersedia atau apakah seperti atasan permintaan sendiri, diberhentikan
tidak atas permintaan sendiri, memasuki masa pensiun atau karena ada karyawan
yang meninggal dunia.
Faktor internal lain yang harus perhitungkan adalah
kebijaksanaan atau strategi organisasi mengenai arah perjalanan orgainisasi
dimana yang akan dating. Misalnya, apakah organisasi merencanakan peluasan usaha,
baik dalam arti produk yang dihasikan maupun arti dalam wilayah kerja baru.
Sebaiknya. Dalam hal demikian jelas bahwa bukan penambahan tenaga yang terjadi,
tetapi sebaliknya.
Dalam hal organisasai mempertahankan setatus quo, jumlah
karyawan baru yang diperlukan menjadi sangat terbatas karena sekedar mengganti karyawan
lama yang karena berbagai alasan tidak lagi bekerja pada organisasi yang
bersagkutan (Siagian; 2008).
Kesamaan kesempatan memperoleh pekerjaan
Di berbagai Negara atau masyarakat, masih saja terdapat
praktek-praktek pemantafaan sumber daya manusia yang sifatnya diskriminasi. Ada
kalanya praktek yang diskriminatif itu didasarkanatas warna kulit, atau daerah
asal, atau latar belakan sosial. Dengan perkataan lain, terhadap sekelompok
warga mayarakat yang diidentifikasikan sebagai minoritas diberlakukan
pembatasan-pembatasan tertentu sehingga mereka tidak memperoleh kesempatan
tertentu sehingga mereka tidak memperoleh kesempatan yang sama dengan warga
masyarakat lainnya untuk memperoleh pekerjaan. Ironisnya ialah bahwa
kadang-kadang pembatasan tersebut memperoleh keabsahan dalam peraturan
perundang-undangan. Akan tetapi yang lebih sering dijumpai ialah bahwa
sebenarnya praktek yang diskriminatif demikian sebenar-benarnya dilarang oleh
peraturan erundang-undangan namun dilakukan oleh pemimpin organisasi
tertentu. Secara etika dan moral
tertentu praktek yang diskiminatif tersebut tidak dapat dibenarkan. Tidak ada
alas an apapun yang membenarkan tindakan dan praktek demikian (Siagian, 2008).
Tags
Seleksi Karyawan