Ontologi berasal dari bahasa Yunani, Yaito On/Ontos yang artinya sama dengan
Being = ada, logos yang artinya logic = ilmu. Sehingga Ontologi
dapat diartikan : The theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada (Kusumaningrum, dkk,
2009 : 2). Dengan kata lain, Ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan kepada logika
semata. Adapun pengertian menurut istilah, Ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality (kenyataan/realitas
paling akhir) yang berbentuk jasmani/kongkret maupun rohani/abstrak (Bakhtiar,
2004, dalam Kusumaningrum, dkk, 2009 : 2).
Ontologis dapat diilustrasikan dalam pertanyaan, bahwa:
- Obyek apa yang ditelaah ilmu?
- Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
- Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
Ontologi dapat juga disebut dengan “Teori Hakikat”. Sebagai contoh
mengenai argumen yang bersifat Ontologis, pertama kali dilontarkan oleh Plato
(428-348 SM) dengan teori idea-nya. Menurut Plato, tiap-tiap yang ada dalam di
alam nyata ini mesti ada idea-nya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah
definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu. Plato mencontohkan pada
seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep unversal yang berlaku untuk
tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam,
putih, ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea kuda itu
adalah paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda
yang berada di benua manapun di dunia ini (Adib, 2010 : 70 – 72). Ontologi melihat kenyataan sebagai hal yang
ada tetapi realitas bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi tiap orang.
Menurut Aristoteles, ontologi merupakan ilmu mengenai esensi benda,
dimana ontologi ini menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental. Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi
Aristoteles: Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti
karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika
yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature)
dari suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut
(Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM).
Ontologi (Suriasumantri, 1984)membahas tentang apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan :
- apakah obyek ilmu yang akan ditelaah
- bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
- bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Menurut Soetriono & Hanafie (2007) Ontologi yaitu merupakan azas
dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan
(obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang
hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan
dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan
dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
BIDANG KAJIAN ONTOLOGI
Istilah ontology pertama kali oleh Rudolf Goelenius pada tahun 1636 M,
untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya,
Christian Wolf (1679 – 1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika
umum dan metafisika khusus.
- Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
- Metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi. kosmologi yang membicarakan alam semesta, Psikologi adalah cabang ilmu filsafat tentang jiwa manusia dan teologi adalah cabang ilmu yang khusus membicarakan Tuhan.
Kajian ontology mencakup semua yang ada, ada yang tunggal, ada yang
majemuk, ada yang terbatas, ada yang tidak terbatas, ada yang universal, ada
yang mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika, ada yang sesudah kematian,
maupun sumber segala yang ada (Tuhan Yang Maha Esa).
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh kenyataan. Bagi pendekatan
kualitatif, kenyataan akan tampil menjadi aliran materialisme, idealisme,
naturalisme atau hilomorphisme.
ALIRAN-ALIRAN ONTOLOGI
Terdapat beberapa aliran dalam filsafat ontologi, yaitu Aliran Monoisme, Dualisme,
Pluralisme, Nihilisme dan Aliran Agnostisisme
Alirasan Monoisme (1)
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak
mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang
asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat
masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan
sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato
adalah tokoh filsafat yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia
menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme
oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham monoisme kemudian terbagi ke dalam dua aliran Yaitu :
- Materialiasme/Naturalisme. Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.
- Idealisme. Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
Aliran Dualisme (2)
Aliran
ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan
spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri,
sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam
ini. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak
filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran
(rohani) dan dunia ruang (kebendaan).
Aliran Pluralisme (3)
Aliran
ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur,
lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh
modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
Aliran Nihilisme (4)
Nihilisme
berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin
yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang
nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan
Gorgias (485-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama,
tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat
diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich
Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di
belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.
Aliran Agnostisisme (5)
Paham
ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik
hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa
Grik Agnostos, yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know. Timbulnya
aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan
secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya
seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak
Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup
sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan
tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat
Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu
ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri.
Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa
manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada),
melainkan aentre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda,
baik materi maupun ruhani.
Daftar Pusataka
Adib, Mohammad. 2010. Filsafat
Ilmu : Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Kusumaningrum, Anissa, dkk. 2009.
Dimensi Kajian Filsafat Ilmu. Paper Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Semarang : Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro
Suriasumantri, Jujun S. 1984. Filsafat
Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
A. Suanto.2011. Filsafat Ilmu,
Jakarta: PT Bumi Aksara
Saeful Anwa.2007. Filsafat Ilmu
Al-Ghazali. Bandung: CV Pustaka Setia
Susanto, O. (2011). Filsafat Ilmu
Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologi, dan Aksiologis.
Jakarta: Bumi Aksara.
Download filenya disini
Download filenya disini
Tags
Filsafat