Kekerasan Berbasis Gender merupakan kekerasan antara
laki-laki terhadap perempuan, ataupun sebaliknya. Kekerasan terhadap sesama
manusia memiliki sumber ataupun alasan yang
bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme, dan ideologi gender. Salah satu penyebab timbulnya
kekerasan adalah karena adanya ideologi gender, kekerasan yang disebabkan oleh
bias gender disebut juga dengan Gender Relative Violence (Saraswati, 2006).
Untuk memahami ideologi atau keyakinan gender, terlebih
dahulu harus dipahami pengertian gender dengan kata sex (jenis kelamin). Secara
bahasa, kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.
Dalam Women’s Studies Encyclopedia, dikutip oleh Mufidah Ch (2003), dijelaskan
bahwa gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender : an Introduction
mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan
perempuan.
Pengertian lain
tentang gender menurut Mansour Fakih
(1999) adalah suatu ciri-ciri dan
sifat yang dilekatkan
pada laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksikan secara
sosial maupun kultural.
Misalnya : bahwa
perempuan dikenal lemah lembut,
cantik, emosional, dan
keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan,
dan perkasa. Ciri-ciri dan sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang
dapat dipertukarkan dan
mengalami perubahan dari
waktu ke waktu. Jadi, ada
laki-laki yang emosional, lemah lembut, dan keibuan, sementara itu ada juga
perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ciri dari
sifat-sifat tersebut dapat
terjadi dari waktu
ke waktu dan
dari tempat ke
tempat yang lain.
Sedangkan
sex (jenis kelamin)
merupakan pembagian jenis
kelamin manusia yang ditentukan
secara biologis yang
melekat pada jenis
kelamin tertentu. Alat-alat tersebut
secara biologis melekat
pada manusia jenis
laki-laki dan perempuan secara
permanen tanpa bisa
dipertukarkan atau bisa
dikatakan sebagai kodrat (ketentuan Tuhan) (Fakih, 1999).
Organ
biologis antara laki-laki
dan perempuan berbeda.
Perempuan dengan organ tubuh
yang dimiliki dikonstruksikan oleh
budaya untuk memiliki sifat yang halus, penyabar,
penyayang, lemah lembut, dan sejenisnya. Sifat inilah yang sering
disebut dengan feminim. Sementara laki-laki
dengan perangkat fisiknya diberi
atribut sifat yang maskulin yaitu sifat kuat, perkasa, jantan bahkan kasar. Dengan
demikian gender merupakan
konsep sosial yang
harus diperankan oleh kaum
laki-laki atau perempuan
sesuai dengan ekspektasi-ekspektasi sosio-kultural yang
hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat yang kemudian melahirkan peran-peran
sosial laki-laki dan
perempuan sebagai peran
gender (Ridwan, 2006).
Sejarah
perbedaan gender (gender
difference) antara manusia
jenis kelamin laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat
panjang. Oleh karena itu, terbentuknya
perbedaan-perbedaan gender disebabkan
banyak hal, diantaranya dibentuk,
disosialisasi, diperkuat, bahkan
dikonstruksi secara sosial dan
kultural, baik melalui
ajaran keagamaan maupun
negara. Melalui proses panjang, sosialisasi
gender tersebut akhirnya
dianggap ketentuan Tuhan
seolah-olah bersifat biologis
yang tidak bisa
diubah lagi sehingga
perbedaan gender dianggap dan
dipahami sebagai kodrat
laki-laki dan kodrat
perempuan (Fakih, 1999).
Perbedaan
gender prinsip dasarnya
adalah sesuatu yang
wajar dan merupakan sunnatullah
sebagai sebuah fenomena
kebudayaan. Perbedaan gender tidak
menjadi masalah selama
tidak menimbulkan ketidakadilan
gender (gender inequalities). Namun,
yang menjadi persoalan
ternyata perbedaan gender
telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik
bagi kaum laki-laki
maupun terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidakadilan gender terwujud dalam berbagai bentuk ketidakadilan,
seperti marginalisasi atau proses
pemiskinan ekonomi, subordinasi atau
anggapan tidak penting
dalam keputusan politik,
pembentukan stereotipe atau pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban
kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) (Fakih, 1999).
Kekerasan
apapun yang terjadi
dalam masyarakat, sesungguhnya berangkat dari
satu ideologi tertentu
yang mengesahkan penindasan
disatu pihak baik perseorangan
maupun kelompok terhadap pihak lain yang disebabkan oleh anggapan
ketidaksetaraan yang ada dalam masyarakat. Pihak yang tertindas disudutkan pada
posisi yang membuat mereka berada dalam ketakutan melalui cara penampakan
kekuatan secara periodik (College dalam Ridwan, 2006).
Seiring
dengan perkembangan jaman
saat ini laki-laki
tidak selalu mendominasi kaum
perempuan, adanya kesetaraan
gender mengakibatkan laki-laki dan perempuan ditempatkan pada
posisi yang sama dan keduanya mempunyai potensi
untuk mendominasi. Sehingga
anggapan masyarakat tentang
keharusan bagi laki-laki maskulin
dan perempuan feminin
menjadi semakin rancu.
Seiring dengan perkembangan
pandangan masyarakat yang
lebih permisif tersebut, maka sangat
mungkin bagi seorang
laki-laki menjadi feminin
dan perempuan menjadi maskulin.
Dengan demikian laki-laki juga bisa menjadi korban
kekerasan perempuan. Hanya karena yang sering muncul dalam media itu lebih
sering perempuan yang menjadi objek kekerasan dan dilecehkan oleh laki-laki.
Tapi ternyata laki-laki juga bisa mendapatkan kekerasan dari perempuan. Hal
itu, karena data laki-laki sebagai korban tidak ada berbeda halnya dengan
banyaknya data yang tersedia yang menyebutkan perempuan sebagai korban.
Tags
Perilaku Bullying