Penyebab post partum blues ada beberapa macam. Hingga
saat ini, belum diketahui benar penyebab “Postpartum blues”. Namun para ahli
menduga bahwa salah satu pemicunya adalah ketidakseimbangan hormonal dalam
tubuh wanita post partum. Pada 24 jam pertama post partum, tingkat estrogen dan
progresteron turun menjadi 90% hingga 95%. Estrogen adalah hormon yang mempengaruhi
pengaturan memori, kognisi, mood dan
fungsi-fungsi otak lainnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Marshall (2004), kebutuhan
estrogen yang meningkat pada calon ibu namun tiba-tiba saja menurun saat
melahirkan, akan memberi pengaruh pada depresi biokomia. Disisi lain kehamilan
meningkatkan hormon endorfin yaitu hormon yang bisa meningkatkan rasa bahagia. Tapi saat melahirkan tingkat
endorfin merosot, kondisi ini tentu menambah resiko depresi. Kondisi hormon yang
tidak stabil dapat membuat seorang ibu
yang semestinya berbahagia setelah kelahiran bayinya, namun justru kehilangan
perasaan tersebut secara tiba-tiba. Karena ibu merasakan murung dan sedih. Hal
ini yang menyebabkan ibu merasa mempunyai beban yang berat untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
Menurut Marshall (2004), faktor lain yang diperkirakan
berpengaruh atau merupakan faktor resiko terjadinya gangguan afek atau mood
pada pasca persalinan, yaitu:
Dukungan sosial dari suami atau
keluarga
Seperti hubungan emosional, keintiman, dan komunikasi yang kurang. Selain
itu dukungan suami juga berkaitan dengan kekhawatiran akan pembiayaan masa depan
anak. ibu-ibu yang tidak mendapat dukungan sosial dari suami dan keluarga,
mempunyai resiko lima kali lipat kemungkinan
mengalami gangguan afek atau mood.
Karakteristik tertentu: umur, pendidikan
dan pekerjaan
Umur ibu saat menjalani kehamilan ataupun persalinan sangat berpengaruh dengan
kejadian post partum blues dimana kesiapan dan kedewasaan seorang ibu dalam
menghadapi peran barunya dengan perubahan fisik dan mental yang terjadi selama
kehamilan dan sebagainya, pendidikan dan pekerjaan misalnya, wanita berkarir
tinggi yang baru melahirkan bayi dan dapat kembali bekerja dalam waktu sepuluh
hari adalah mitos yang mencengkeram imajinasi masyarakat kita dan meskipun ini
cocok untuk beberapa individu, tidaklah realistis untuk sebagian besar
perempuan. Bagaimanapun juga, wanita karir yang sudah matang khususnya, sangat
sulit melepaskan sikapnya yang teratur sewaktu merawat bayi.
Mereka berfikir dapat menangani, tetapi sewaktu bayi membuatnya kerepotan
dengan tangisan yang terus menerus, rasa
lapar yang tidak teratur, jadwal yang tidak jelas dan membuatnya kurang
tidur, perempuan-perempuan ini umumnya lebih
rentan terhadap postpartum blues.
Fisik
Fisik, kelelahan setelah melahirkan, berubahnya pola tidur, migraine dan kurangnya istirahat seringkali
menyebabkan ibu yang melahirkan belum kembali ke kondisi normal meskipun
setelah berminggu-minggu setelah
melahirkan.
Harapan tentang persalinan
Harapan persalinan yang terlalu tinggi atau dengan kata lain, ada banyak
harapan tentang persalinan misalnya, seluruh proses antenatal, dengan fokus pada persalinan akan
menimbulkan pengharapan tentang persalinan yang akan dialami, suatu harapan
yang akan menjadi benih dari postpartum
blues bila terbukti menyakitkan atau sulit. Kegalauan dan kebingungan dengan
kelahiran bayi yang baru, perasaan tidak percaya diri dengan kemampuan diri
untuk merawat bayi yang baru sementara bertanggung jawab dengan semua pekerjaan
yang ada.
Status obstetric
Pengalaman selama persalinan, rasa sakit
yang luar biasa saat proses kelahiran bisa menjadi faktor pencetus,
misalnya pada ibu yang harus di induksi
beberapa kali, ketuban pecah sebelum mengalami proses pembukaan, episiotomy
yang menimbulkan rasa sakit dan nyeri atau juga persalinan dengan operasi.
Keadaan
Keadaan, perilaku dan kualitas bayi, frustasi karena bayi tidak mau
tidur, nangis dan muntah, sakit, termasuk problem kehamilan dan kelahiran
(kecacatan dan komplikasi) sehingga mempengaruhi terjadinya postpartum blues.
Mitos
Mitos yang berkembang di masyarakat, misalnya tidak boleh makan sewaktu proses
melahirkan sehingga ibu merasa sangat
terkuras tenaganya setelah itu. Tidak boleh mengejutkan perempuan lain yang
sedang hamil karena akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa waktu
persalinan.
Antenatal care
Merupakan keluhan umum bahwa kelas
antenatal lebih menitikberatkan persalinan, dengan hanya sedikit
atau bahkan tidak ada pembicaraan
tentang bagaimana menghadapi secara emosional. Tidak dipersiapkan untuk
menghadapi persalinan itu sendiri mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi ritme yang tidak terduga, kekerasan keadaan,
atau kejadian diluar prosedur yang ada di dalam buku, yang terjadi lebih sering
yang diperkirakan. Akibatnya adalah timbul perasaan kemarahan dan keterasingan
yang dapat berkembang menjadi postpartum blues.
Budaya, keyakinan dan norma
Adanya budaya yang berkembang di
keluarga dengan jenis kelamin bayi, mertua atau orang tua sendiri mengharapkan
kehadiran bayi laki-laki karena dianggap lebih
mudah perawatannya atau lebih banyak mendatangkan berkah tetapi
kenyataannya ibu melahirkan bayi perempuan sehingga menimbulkan kekecewaan. Hal
ini akan memicu terjadinya postpartum blues karena kenyataan yang tidak sesuai
dengan keinginan.
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis mengenai
penyebab terjadinya postpartum blues
antara lain, perubahan hormon, stress, mitos,
antenatal care, harapan tentang persalinan, ASI tidak keluar, frustasi
karena bayi tidak mau tidur, bayi menangis dan muntah, kelelahan fisik pasca
melahirkan, suami tidak mau membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun
persoalan lainnya dengan suami, problem dengan mertua dan orang tua, takut kehilangan bayi, sendirian mengurus
bayi, tidak ada yang membantu, takut untuk memulai hubungan suami istri, anak
akan terganggu, bayi sakit, rasa bosan ibu, juga bisa menjadi penyebab dari postpartum
blues.
Tags
Kehamilan