Ada
Sejarah Vaksinasi yang perlu kita ketahui terlebih dahulu. “Masalah-masalah
penting yang kita hadapi tidak dapat dipecahkan dengan pemikiran yang sama
tingkatannya, seperti ketika kita menciptakan masalah-masalah tersebut” (Albert
Einstein). 1
Dengan
berpegang pada kata-kata Albert Einstein di atas dapat dibayangkan bagaimana
kehidupan masyarakat pada zaman dimana cacar merajalela, hidup dihantui dengan
kecemasan. Cacar air telah dikenal sejak sebelum masehi. Diduga Raja Mesir Ramses
V yang meninggal pada tahun 1156 sebelum masehi, berdasarkan gambaran
diwajahnya diduga pernah terkena cacar air. Angka kematian cacar antara
20%-60%, bahkan saat cacar menyerang anak-anak di London saat itu, 80% anak
yang terkena meninggal.
Jika
kemungkinan tidak meninggal, cacar akan meninggalkan bekas goresan yang
menyeramkan di wajah, karena adanya cacar vaksinasi ditemukan. 2
Ahli
pengobatan tradisional di Afrika, India, dan Cina, sebelum abad ke-18 telah
berusaha melakukan pencegahan terhadap cacar air melalui metode variolation
atau inoculation. Ahli pengobatan (dokter) pada zaman itu menggoreskan cairan
penderita cacar dengan menggunakan pisau kecil atau lancet dan digoreskan pada
seorang yang belum terkena penyakit cacar.
Berdasarkan
pengamatan dan pengalaman mereka, orang-orang yang di inokulasi 3
dengan cairan tersebut mengalami serangan cacar lebih ringan atau tidak terkena
cacar sama sekali. Cara inokulasi saat itu ternyata juga mengundang
kontroversi. Sebagian dokter waktu itu tidak setuju inokulasi digunakan sebagai
cara untuk mencegah serangan cacar. Karena menurut pengamatan mereka inokulasi
berarti mempercepat penularan penyakit cacar. 4
Pada
tahun 1721, dokter Boylston dan Mather melakukan penelitian dengan menggunakan
metode statistik untuk membandingkan angka kematian kelompok yang menderita
cacar karena tertular secara alami dan yang terkena cacar akibat dilakukan
inokulasi. Pada saat itu wabah cacar terjadi sebanyak 12.000 orang mendapatkan
inokulasi untuk mencegah infeksi cacar. Pada akhir penelitian, Boylston dan
Mather menyimpulkan bahwa kelompok yang tertular cacar secara alami yang
meninggal sebanyak 14% dibandingkan kelompok yang memperoleh inokulasi hanya
2%. Artinya, pemberian inokulasi atau yang kini dikenal dengan vaksinasi atau
imunisasi memberikan perlindungan lebih baik dibandingkan dengan tanpa inokulasi.
Tonggak sejarah vaksinasi dicanangkan oleh Edward Jenner. Jenner bukan
penggagas orisinal vaksinasi. Tetapi dia orang yang pertama kali memberikan
istilah vaksinasi dan melakukan pengkajian secara ilmiah. Vaksinasi menurut
asal katanya, berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi).
Apa yang dilakukan Jenner saat itu didasari oleh pemikiran bahwa memberikan cairan
atau materi dari cacar sapi kepada seorang yang sehat akan memberikan efek
perlindungan terhadap orang tersebut dari serangan cacar, dengan demikian
Edward Jenner dikenal sebagai pelopor vaksinasi.5
Upaya
dalam pencegahan terhadap penyakit cacar saat itu, yaitu melalui inokulasi atau
vaksinasi, memang belum memberikan efek perlindungan yang optimal. Pada abad ke-19
diketahui bahwa pemberian inokulasi vaksinasi tidak cukup sekali. Pemberian
vaksin harus diulang karena sistem kekebalan yang dibentuk dengan hanya memberikan
satu kali vaksinasi belum mencukupi. Metode vaksinasi terus diperbaiki.
memberikan inokulasi begitu saja tanpa mengolah antigen virus terlebih dahulu,
yang berasal dari pasien yang menderita cacar dan diberikan kepada orang lain
yang sehat merupakan tindakan yang tidak bijaksana. Dengan semakin majunya ilmu
dan teknologi kedokteran, kini telah ditemukan bagaimana cara pembuatan vaksin yang
aman. Virus atau kuman harus dimatikan atau dilemahkan sehingga antigen yang
ada pada virus atau kuman tersebut mampu meningkatkan antibodi atau sistem
kekebalan tubuh tanpa harus membahayakan orang yang menerima vaksinasi. Berkat
vaksinasi, cacar telah hilang dari peredaran bumi.
Sebelum
penyakit cacar ditemukan, penyakit ini menewaskan 15 juta orang setiap
tahunnya. Kasus terakhir cacar dilaporkan di Somalia pada tahun 1977. Saat ini
teknologi kedokteran makin maju dan makin banyak mikro organisme terungkap.
Demikian pula cara pencegahannya dengan mengetahui pola penularan, perbaikan
gizi, higienis diri dan lingkungan, serta penemuan vaksin, maka angka kejadian
beberapa penyakit infeksi dapat ditekan.
Berbagai jenis vaksin telah dikembangkan untuk
mencegah berbagai macam penyakit infeksi. Tidak ada cara efektif dalam
menangkal penyakit kecuali dapat dicegah melalui vaksinasi, harus diakui bahwa
tidak semua penyakit dapat dicegah melalui vaksinasi, namun sebagian penyakit infeksi
dapat dicegah melalui vaksinasi. Berikut ini beberapa jenis penemuan awal
vaksin, yaitu: 6
Penemuan
Awal Jenis Vaksin
- 1798 vaksin cacar air (smallpox)
- 1855 vaksin rabies
- 1897 vaksin sampar
- 1923 vaksin difteri
- 1926 vaksin pertusis
- 1927 vaksin tuberculosis
- 1927 vaksin tetanus
- 1935 vaksin yellow fever
- 1955 vaksin polio injeksi
- 1962 vaksin polio oral
- 1964 vaksin campak
- 1967 vaksin gondongan (mumps)
- 1970 vaksin Rubella
- 1981 vaksin hepatitis B
Karya
Jenner telah disempurnakan oleh Louis Pasteur pada tahun 1881, Pasteur
melakukan penelitian pada penyakit kolera ayam (Chicken cholera). Saat itu
Pasteur membuat suatu hipotesis bahwa kuman patogen dapat dilemahkan melalui
berbagai cara, misalnya dengan cara pemanasan, oksigen, dan cara kimiawi.
Pasteur kemudian membuktikan hipotesisnya dengan melakukan kultur virus campak dan
rabies. Dengan menggunakan virus campak dan rabies yang dilemahkan, Pasteur
menemukan vaksin untuk mengatasi kedua penyakit tersebut. tidak lama berselang,
berbagai macam vaksin berhasil ditemukan melengkapi vaksin yang telah
dikembangkan oleh Pasteur Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun
terjadi kematian sebanyak 2,5 juta anak dibawah lima tahun (balita) yang
disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Radang paru yang
disebabkan oleh Pneumokokus 7 menduduki peringkat utama (716.000
kematian), diikuti oleh penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus (diare),
Haemophilus influenza tipe B, pertusis, dan tetanus. Dari jumlah semua kematian
tersebut, 76% kematian balita terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya
di Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Keampuhan vaksinasi tidak
perlu diragukan. Smallpox atau cacar sebagai buktinya.
Penderita
polio ialah menurun 99%. Jumlah penderita kanker hati menurun berkat vaksinasi
hepatitis B. Di Amerika, setelah pemerintah setempat menerapkan vaksinasi
hepatitis A secara Universal pada tahun 1999, infeksi virus hepatitis A menurun
73%.
Menurut
Carol Belamy, Direktur Eksekutif UNICEF, di Afrika setiap tahun sebanyak
130.000 anak dapat diselamatkan dari kematian campak. WHO mengatakan bahwa
penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui vaksinasi akan dapat diatasi
bilamana sasaran imunisasi global tercapai.
Dalam
hal ini bisa tercapai bila lebih dari 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi
terhadap penyakit tersebut. Akan tetapi sasaran tersebut belum sepenuhnya
tercapai. Sebagai contoh, vaksinasi global pada tahun 1980 baru mencapai 20%
dan pada tahun 2006 baru 78%. Pemberian vaksinasimendekati 100% berarti akan
menciptakan pagar kuat yang tidak dapat ditembus oleh kuman. Seandainya kuman
atau virus menginfeksi seseorang, namun kuman atau virus tersebut tidak akan
menyebar ke orang lain karena mereka telah memiliki proteksi yang diperoleh
melalui vaksinasi. Pada akhirnya kuman atau virus akan frustasi karena tempat
hidupnya (manusia) telah dijaga oleh ‘tentara’ atau antibodi, dan mereka akan
hilang dari bumi menyusul virus smallpox.8
Sumber:
1.
J.B. Suharjo B. Cahyono, Vaksinasi, Kanisius, Yogyakarta, 2010, hlm. 18.
2.
Ibid. hlm. 18.
3.
Lihat Kamus Lengkap Biologi, hlm. 240.
4.
J.B. Suharjo B. Cahyono, op.cit. hlm. 19.
5.
Ibid. hlm. 20.
6.
Ibid, hlm. 24.
7.
Lihat Kamus Lengkap Biologi, hlm. 366.
8.
J.B. Suharjo B. Cahyono, op.cit. hlm. 25.
Tags
Virus dan Bakteri