Pteridhophyta
(Tumbuhan Paku) merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas
mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga
bagian pokoknya, yaitu akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan
paku belum dihasilkan biji. Seperti warga divisi – divisi yang telah dibicarakan
sebelumnya, alat perkembang – biakan tumbuhan paku yang utama adalah spora.
Oleh sebab itu, sementara ahli taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua
kelompok saja yng diberi nama Cryptogamae dan phanerogamae. Cryptogamae (
tumbuhan spora ) meliputi yang sekarang kita sebut dibawah nama Schizophyta,
Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridophyta. Nama Cryptogamae diberikan atas dasar
cara perkawinan (Alat – alat perkawinannya) yang tersembunyi (Cryptos –
tersembunyi, gamos – kawin ), berbeda dengan Phanerogamae ( Tumbuhan biji )
yang cara perkawinannya tampak jelas (yang dimaksud disini sebenarnya adalah
penyerbukan yang lebih dulu diketahui daripada peristiwa – peristiwa seksual
yang terjadi pada golongan tumbuhan yang tidak berbiji).
Warga
tumbuhan paku amat heterogen, baik ditinjau dari segi habitus maupun cara
hidupnya, lebih – lebih bila diperhitungkan pula jenis paku yang telah punah.
Ada jenis – jenis paku yang sangat kecil dengan daun – daun yang kecil – kecil
pula dengan struktur yang masih sederhana, ada pula yang besar dengan daun –
daun yang mencapai ukuran panjang sampai 2 m atau lebih dengan struktur yang
rumit. Tumbuhan paku purba ada yang mencapai tinggi sampai 30 m dengan garis tengah
batang sampai 2 m, dari segi cara hidupnya ada jenis – jenis paku yang hidup teresterial
(paku tanah), ada paku epifit, dan ada paku air. Dimasa yang silam (jutaan tahun
yang lalu), hutan – hutan di bumi kita terutama tersusun atas warga tumbuhan
paku yang berupa pohon – pohon yang tinggi besar, dan kita kenal sisa – sisanya
sekarang sebagai batu bara. Jenis – jenis yang sekarang ada jumlahnya relative
kecil (lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah warga divisi lainnya) dapat dianggap
sebagai relic (peninggalan) suatu kelompok tumbuhanyang dimasa jayanya pernah
pula merajai bumi kita ini, yaitu dalam zaman paku (Palaeozoicum). Jenis –
jenis yang sekarang masih ada sebagian sebagian besar bersifat higrofit. Mereka
lebih menyukai tempat – tempat yang teduh dengan derajat kelembaban yang
tinggi, paling besar mencapai ukuran tinggi beberapa meter saja, seperti
terdapat pada marga Cyathea dan Alsophila, yang warganya masih berhabitus pohon
dan kita kenal antara lain di Indonesia sebagai paku tiang.
Seperti
pada Bryophyta, pada Pteridophyta pun terdapat daur kehidupan yang menunjukkan adanya
dua keturunan yang bergiliran. Gametofitnya mempunyai beberapa perbedaan dengan
gametofit lumut, walaupun sama – sama terdiri atas sel – sel yang haploid. Gametofit
pada tumbuhan paku dinamakan protalium, dan protalium ini hanya berumur beberapa
minggu saja. Besarnya paling banyak hanya beberapa cm saja, bentuknya
menyerupai thallus hepaticae. Umumnya protalium itu berbentuk jantung, berwarna
hijau dan melekat pada substratnya dengan rhizoid – rhizoid. Padanya terdapat
anteridium (biasanya pada bagian yang sempit) dan arkegonium (dekat dengan
lekukan bagian yang melebar). Pembuahan hanya dapat berlangsung jika ada air.
Baik anteridium maupun arkegonium terdapat pada sisi bawah protalium di antara
rhizoid – rhizoidnya.
Sehabis
pembuahan, dari zigot tumbuh keturunan yang diploid, yaitu sporofitnya. Pada tumbuhan
paku sporofit ini sama sekali berbeda dengan sporofit lumut. Pada tumbuhan paku
biasanya protalium lalu binasa, akan tetapi jika tidak terjadi pembuahan,
protalium itu dapat bertahan sampai lama. Sporofit itulah yang pada
Pteridophyta menjadi tumbuhan paku yang tubuhnya telah dapat dibedakan dalam
akar, batang dan daun. Hal ini disebabkan, karena zigot tumbuhan paku yang sekarang
masih hidup itu, segera pada permulaan perkembangannya selain haustorium lalu memisahkan
sel – sel calon akar, batang dan daun.
Adanya akar merupakan sifat yang karakteristik
bagi Pteridophyta dan Spermatophyta, oleh sebab itu dunia tumbuhan sering juga
dibedakan dalam dua golongan yaitu :
- Rhizophyta ( tumbuhan akar ) yang terdiri atas Pteridophyta dan Spermatophyta, dan
- Arhizophyta ( tumbuhan tak berakar ) yang terdiri atas Scizophyta, Thallophyta dan Bryophyta.
Menurut
poros bujurnya, pada embrio tumbuhan paku telah dapat dibedakan dua kutub, atas
dan bawah. Kutub atas akan berkembang membentuk tunas ( Batang beserta daun –
daunnya ). Kutub bawah, yang letaknya berlawanan dengan ujung tunas dapat juga
kita namakan kutub akar. Tetapi hanya pada spermatophyte saja yang akarnya
merupakan perkembangan lanjutan kutub akarnya. Pada Pteridophyta kutub akar
tidak terus berkembang membentuk akar. Akar tumbuhan paku bersifat endogen dan
tumbuh ke samping dari batang. Jadi embrio Pteridophyta tidak bipolar seperti
pada spermatophyte, tetapi unipolar, karena hanya satu kutub saja yang berkembang,
akar yang keluar pertama – tama itu tidak dominant, melainkan segera disusul oleh
akar – akar lain yang semuanya muncul dari batang. Peristiwa pembentukan akar –
akar dari batang yang semua tumbuh ke samping itu dinamakan homorizi, sedang
pembentukan akar – akar yang benar – benar dari kutub akar seperti terdapat
pada Spermatophyta itu dinamakan alorizi. Ketiga bagian utama tubuh
Pteridophyta itu mempunyai titik tumbuh yang hanya terdiri atas satu sel
inisial yang terletak di ujung.
Batang
Pteridophyta bercabang – cabang menggarpu ( dikotom ) atau jika membentuk
cabang – cabang ke samping, cabang – cabang baru itu tidak pernah keluar dari
ketiak daun. Pada batang Pteridophyta terdapat banyak daun, yang dapat tumbuh
terus sampai lama. Akar mempunyai kaliptra. Epidermis bagian – bagian yang ada
diatas tanah mempunyai lapisan kutikula dan mulut – mulut kulit. Daun –
daunnya, lebih – lebih pada yang tinggi tingkat perkembangannya, mempunyai sifat
– sifat yang sesuai dengan daun – daun Spermatophyta. Dalam akar, batang dan
daun telah terdapat jaringan pengangkut yang tersusun atas bagian floem dan xylem,
yang belum terdapat pada tumbuhan lain yang lebih rendah tingkat
perkembangannya, sebagai jalan pengangkut air telah terdapat trakea (kecuali
pada Pteridium), Berkas – berkas pengangkut itu umumnya tersusun konsentris
amfikribal (xylem di tengah dikelilingi oleh floem), dan dalam batang sering
kali terdapat lebih dari satu berkas pengangkut. Berkas pengangkut dengan
susunan lain pun dapat kita jumpai.
Adanya
trakeida, dan berkayunya dinding – dinding trakeida, menambah kekuatan untuk
mendukung tunas – tunas, sehingga tmbuhan paku, berlainan dengan lumut, telah
berkembang menjadi tumbuhan darat dengan batang yang telah bercabang – cabang
dan seringkali telah terbentuk pohon seperti kita lihat pada paku tiang.
Pertumbuhan menebal sekunder karena kegiatan cambium pada tumbuhan yang masih
hidup belum ada, dan bila ada hal itu merupakan perkecualian yang besar, dan kegiatannya
masih sangat lemah. Anehnya, pada tumbuhan paku yang telah punah (isoetes),
telah ditemukan adanya kegiatan cambium. Sporofit tumbuhan paku telah mempunyai
kormus yang sungguh, oleh sebab itu bersama dengan spermatophyte, Pteridophyta
telah tergolong dalam Cormophyta sejati.
Sporangium
dan sporanya terbentuk pada daun, kadang – kadang dalam ketiak, dan hanya pada yang
rendah tingkatnya saja (Psilophytinae) sporangium langsung terbentuk pada ujung
tunas. Daun – daun yang mempunyai sporangium dinamakan sporofil. Kadang –kadang daun – daun paku yang fertile ( sporofil ) itu mempunyai bentuk yang
berlainan dengan daun – daun yang steril yang melulu untuk asimilasi. Sebagai
lawan sporofil, daun –daun steril itu dinamakan tropofil. Seringkali sporofil terkumpul
merupakan suatu organ dengan struktur khusus yang homolog dan analog dengan
bunga.
Tetapi
nama bunga bagi suatu alat yang homolog dengan kumpulan sporofil dan terdapat
pada spermatophyte belum digunakan. Untuk kepentingan penyebaran spora,
sporofil terdapat agak jauh dari permukaan tanah. Sporangium tumbuhan paku
mempunyai lapisan – lapisan dinding yang menyelubungi jaringan sporogen. Sel –
sel sporogen itu membulat, memisahkan diri satu sama lain menjadi sel – sel
induk spora yang haploid dan seringkali tetap bergandengan merupakan suatu tetraeder.
Pada
hampir semua Pteridophyta, di sekeliling jaringan sporogen terdapat lapisan sel
– sel yang mengandung banyak plasma, dan sel – sel tersebut berguna untuk
memberi makanan kepada sel – sel sporogen. Sel – sel itu seringkali membentuk
lebih dari satu lapisan dan dinamakan tapetum.
Tapetum menumpahkan isi selnya ke dalam ruang
jaringan sporogen atau dindingnya terlarut sehingga plasma melumuri sel – sel
induk spora; plasma ini dinamakan periplasmodium. Inti periplasmodium dapat
bertambah banyak dengan pembelahan amitosis. Periplasmodium masuk diantara
spora – spora muda yang mulai membebaskan diri dari hubungannya sebagai
tetrade, memberi makan kepada spora itu, dan ikut mengambil bagian pada
pembentukan dinding spora sampai habis terpakai.
Spora
yang muda pertama – tama mempunyai dinding tebal dan kuat yang disebut dengan eksosporium.
Menempel di sebelah dalamnya terdapat suatu dinding tipis dari selulosa yang
sering dinamakan endosporium. Seringkali pada endosporium itu oleh
periplasmodium ditambahkan lapisan luar yang sering di sebut dengan
perisporium, yang bermacam – macam bentuknya. Dengan demikian spora itu
mempunyai tiga lapisan dinding, yaitu berturut – turut dari luar ke dalam perisporium,
eksosporium dan endosporium. Spora hampir selalu tidak mengandung klorofil, tetapi
seringkali berwarna agak pirang karena mengandung korotenoid.
Pada
kebanyakan tumbuhan paku ( filicinae ), sporanya mempunyai sifat – sifat yang
sama, dan setelah berkecambah akan menghasilkan suatu protalium yang mempunyai
anteridium maupun arkegonium. Jenis – jenis paku yang menghasilkan spora yang berumah
satu dan sama besar itu dinamakan paku homospor atau isospor. Pada golongan
tumbuhan paku lainnya ( selaginellales, Hydropteridales ) protaliumnya tidak
sama besar dan berumah dua.
Pemisahan
jenis kelamin telah terjadi pada pembentukan spora, yang selain berbeda jenis
kelaminnya pun berbeda ukurannya.
- Yang besar, mengandung banyak makanan cadangan dinamakan makrospora atau megaspora, dan terbentuk dalam makro atau megasporangium, dan pada waktu perkecambahan tumbuh menjadi protalium yang agak besar yang mempunyai arkegonium. Protalium ini dinamakan Makroprotalium atau protalium betina.
- Yang kecil dinamakan mikrospora dan dihasilkan dalam microsporangium. Mikrospora akan tumbuh menjadi mikroprotalium atau protalium jantan. Padanya terdapat anteridium
Selain
jenis – jenis paku homospor dan heterospor, ada pula jenis – jenis paku yang sporangiumnya
menghasilkan spora yang sama besar, tetapi berbeda jenis kelaminnya. Tumbuhan
paku dengan sifat demikian itu dianggap sebagai bentuk peralihan antara yang isospor
dan yang heterospor.
Berdasarkan
sifat sporanya, Pteridophyta dapat dibedakan dalam yang isospor, yang
heterospor, dan yang berbentuk peralihan, akan tetapi pembagian ini tidak
mencerminkan jauh dekatnya hubungan ke-kerabatan.
Dalam
taksonomi, Pteridophyta termasuk juga yang telah punah, dibedakan dalam
beberapa kelas yaitu:
- Kelas : Psilophytinae (Paku Purba)
- Kelas : Lycopodiinae (Paku rambat atau paku kawat)
- Kelas : Equisetinae (Paku ekor kuda)
- Kelas : Filicinae (Paku sejati)
Tags
Tumbuhan