Ini
kisah begitu menginspirasi saya. Kisah nyata ini saya baca disebuah catatan
facebook beberapa bulan yang lalu. Kisah
yang setelah saya baca hingga selesai,
Subhanallah,.telah membuka kembali hati saya, bahwa kehadiran suami dalam kehidupan
saya sangat berarti untuk saya . Terimakasih duhai Imamku…apa yang telah engkau
lakukan untuk ku, adalah perjuangan yang sangat besar dan mulia. Semoga Allah
senantiasa melindungimu, memberikan balasan dan pahala yang sangat besar pula
atas pengorbananmu selama ini. In sha Allah SyurgaNya. Amiin…Ya Rabbal’alamiin…
Selasa
malam (1 Februari 2005), Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih
turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah
di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di
sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi.
Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya menghentikan motor dan melepas
kepenatan di sebuah shelter bis di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah
menunjukan pukul 10.25 malam.
Keadaan
jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin agak
terlambat dan saya katakan alasan saya berhenti sejenak.
Setelah
saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu
muda memeluk seorang anak lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas
sekali mereka kedinginan. Saya terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata
saya berlinang dan teringat anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan.
Pikiran saya terbawa dan berandai-andai, “Bagaimana jadinya jika yang berada
disitu adalah isteri dan anak saya?”
Tanpa
berlama-lama saya dekati mereka dan saya berusaha menyapanya. ” Ibu,ibu,kalau
mau ibu boleh ambil jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling
tidak anak ibu tidak kedinginan” Saya segera membuka raincoat dan jaket saya,
dan langsung saya berikan jaket saya.
Tanpa
bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung meraih jaket saya. Pada saat
itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya benar-benar kedinginan dan giginya
bergemeletuk.
“Tunggu
sebentar disini bu!” pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari
shelter itu dan saya meminta air putih hangat padanya. an Alhamdulillah, saya
justeru mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya
kembali memberikannya kepada ibu tersebut. “Ini bu,.. kasih ke anak ibu!”
selanjutnya mereka meminumnya berdua.
Saya
tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang
kendaraan yang lewat “Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya” sesaat
kemudian ibu tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong
ibu pulang kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro tapi…(dia
menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas bertanya.
“Ya”
jawab saya singkat.
“Kenapa
sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya
lagi. Saya diam sejenak karena agak terkejut dengan pertanyaannya.
“Terus
terang bu, sebenarnya selama ini saya merasa bersalah karena terlalu sering
meninggalkan mereka berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka adalah
bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya berharap semoga Allah terus menjaga
mereka ketika saya pergi.” Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi
serba salah. “Bu, maafkan saya kalau saya salah omong.
Pak
kalau boleh saya minta uang seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya dengan
sedih dan sopan. Airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak
lelakinya.
Karena
perasaan bersalah, saya segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan
saya berikan padanya. Dia berusaha meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi
cepat-cepat saya lepaskan. “ya sudah, ibu ambil saja, tidak usah dipikirkan!”
saya berusaha menjelaskannya. “Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana?
Badan saya juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya” kembali ibu
tersebut bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk
menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya,
Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan
saya? tapi saya entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas- kannya. Maka
saya berikan raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata
sepatahpun.
Tiba
tiba anaknya menangis dan semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut sangat
berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa?
Saya keluarkan handphone saya dan saya pinjamkan pada anak tersebut. Dia
sedikit terhibur dengan handphone tersebut, mungkin karena lampunya yang
menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur anaknya memainkan handphone saya.
Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang
sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi.
Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di shelter tersebut memandangi lalu
lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk segera pulang dan meninggalkan
ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan saya nyalakan motor, saya pamit
dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya. Saya jelaskan kalau isteri dan
anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terima
kasih kepada saya.
Dia
meminta no telpon rumah saya dan saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah
sekali dan saya berikan saja kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan
perjalanan saya.
Saya
hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa
dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah
gerimis kecil sepanjang jalan. Dan ketika sampai di depan garasi dan saya ingin
menelpon memberitahukan ke isteri saya kalau saya sudah di depan rumah saya
baru sadar kalau handphone saya tertinggal dan masih berada di tangan anak
tadi. Saya benar-benar kesal dengan kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya
berusaha menghubungi nomor handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone
dimatikan. “Gila.Saya benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya
kehilangan handphone dan semua didalamnya” dengan suara tinggi, saya katakan
itu kepada isteri saya dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya
ceritakan pengalaman saya kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan
mengajak saya agar meng-ikhlaskan semuanya. “Mungkin Allah memang menggariskan
jalan seperti ini. Sudahlah sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah
shalat shunah-nya biar bisa lebih ikhlas” dia menjelaskan. Saya segera
melakukannya dan tidur.
Keesokan
paginya saya terpaksa berangkat kerja membawa mobil padahal hal ini, tidak
terlalu saya suka. Saya selalu merasa banyak waktu terbuang jika bekerja
membawa mobil ketimbang naik motor yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan.
Kalaupun saya bawa motor saya khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada
cadangan jaket dan raincoat juga sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi
malam. Setelah mengantar isteri yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar
depok saya langsung menuju kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana
terhadap kejadian tadi malam. Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian
tadi malam bahkan sesekali saya mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut
didalam hati karena telah menipu saya.
Sampai
di kantor, saya kaget melihat sebuah bungkusan besar diselimuti kertas kado dan
pita berada di atas meja kerja saya. Saya tanya ke office boy, siapa yang
mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan tersenyum kalau yang
mengantar adalah supirnya ibu yang tadi malam, katanya bapak kenal dengannya
setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan kelihatannya dari orang berada
karena mobilnya mercy yang bagus.
“Bapak
selingkuh ya, pagi-pagi sudah dapat hadiah dari perempuan? tanyanya sedikit
bercanda kepada saya. Saya hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat
plat nomor mobil orang tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan
kepala..
Segera
saya buka kotak tersebut dan “Ya Allah, semua milik saya kembali. Jaket,
raincoat, handphone, kartu nama dan uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah
uang yang dikembalikan sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya
berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas yang tertulis ;
”
Pak, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan
semua yang saya pinjam dan maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah
tidak tahan dan mencoba lari dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan
suami saya karena beliau sering terlambat pulang ke rumah dengan alasan
pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang setelah saya berjalan-jalan dengan anak
saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya semalam ingin melanjutkan perjalanan ke
rumah kakak saya di depok, tetapi saya jadi bingung karena tidak ada lagi uang
untuk ongkos makanya saya hanya berdiam di hate bis itu. Setelah saya bertemu
dan melihat bapak tadi malam, saya baru menyadari bahwa apa yang suami saya
lakukan adalah demi cinta dan masa depan isteri dan anaknya juga. Salam dari
suami saya untuk bapak. Salam juga dari kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak
di rumah. Suami saya berharap, biarlah bapak tidak mengetahui identitas kami
dan biarlah menjadi pelajaran kami berdua . Oh ya, maaf handphone bapak terbawa
dan saya juga lupa mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam
kesedihan. Terima kasih.
Segera
saya telpon isteri saya dan saya ceritakan semua yang ada dihadapan saya.
Isteri saya merasa bersyukur dan meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke
mesjid terdekat sebagai amal ibadah keluarga tersebut.
*semoga
kisah ini bermanfaat, dapat dijadikan pelajaran dan inspirasi bagi kita semua,
terutama untuk istri, dan semua calon istri
Barokallahu
Fii Kuum