Praktik tindak pidana pencucian uang di
Indonesia cukup tinggi. Praktik money laundering bisa dilakukan oleh seseorang
tanpa harus bepergian ke luar negeri. Hal ini bisa dicapai dengan kemajuan
teknologi melalui sistem cyberspace (internet), di mana pembayaran melalui bank
secara elektronik (cyberpayment) dapat
dilakukan. Begitu pula seseorang pelaku money laundering bisa mendepositokan
uang kotor (dirty money, hot money) kepada suatu bank tanpa mencantumkan
identitasnya.
Tindak pidana pencucian uang di Indonesia
dewasa ini mengalami perkembangan yang begitu mengkhawatirkan dan memerlukan
penanganan serius oleh aparat penegak hukum baik di tingkat kepolisian maupun
lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang TPPU, yakni Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi (PPATK).42 Secara umum pencucian uang diartikan sebagai
suatu proses yang dilakukan untuk merubah hasil kejahatan, seperti korupsi,
kejahatan narkotika, perjudian, penyelundupan, dan kejahatan lainnya, sehingga
hasil kejahatan tersebut menjadi nampak seperti hasil kejahatan yang sah karena
asalusulnya sudah disamarkan/disembunyikan. Dalam praktik pencucian uang sebagian
besar mengandalkan sarana lembaga keuangan, terutama perbankan dengan memanfaatkan
ketentuan rahasia bank.
Bila dipahami semua tindak pidana ekonomi
(kejahatan keuangan) akan bermuara pada perbuatan pencucian uang, maka
seharusnya penerapan undangundang tindak pidana pencucian uang terhadap perkara
kejahatan ekonomi juga banyak. Tetapi pada kenyataannya putusan pengadilan
terhadap kejahatan keuangan yang dikaitkan dengan Undang-Undang TPPU ada 20
(dua puluh) putusan, padahal kejahatan ekonomi yang sampai pada pengadilan
jumlahnya sangat besar apalagi yang masih dalam tahap penyidikan jumlahnya
lebih banyak, misalnya dari korupsi, kejahatan perbankan, illegal logging,
penyelundupan dan lain-lain.
Praktik-praktik money laundering memang
mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas
perdagangan narkotika dan obatobatan sejenis itu (narkoba atau drug) atau yang
dikenal sebagai illegal drug trafficking. Namun kemudian, money laundering
dilakukan pula terhadap uanguang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan
lain seperti yang dikemukakan di atas.
Perbuatan pencucian uang di samping sangat
merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi
atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara dengan
meningkatnya berbagai kejahatan. Ditetapkannya undang-undang tentang tindak
pidana pencucian uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta
bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari penyelesaian
masalah, baik di sektor ekonomi maupun keuangan. Pertama-tama usaha yang harus
ditempuh oleh suatu negara untuk dapat mencegah praktik pencucian uang adalah
dengan membentuk undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan
menghukum dengan berat para pelaku kejahatan tersebut.
Sutan
Remy Sjahdeini, mengungkapkan sedikitnya ada sembilan faktor pendorong, yaitu:
- Globalisasi. Dalam hal ini terjadinya globalisasi memang mengakibatkan para pelaku pencucian uang dapat memanfaatkan sistem finansial dan perbankan internasional untuk melakukan kegiatannya.
- Cepatnya perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi ini mungkin dapat dikatakan sebagai faktor yang paling mendorong berkembangnya pencucian uang. Perkembangan teknologi informasiseperti internet misalnya, dapat mengakibatkan hilangnya batas-batas antar negara.
- Ketentuan kerahasiaan bank. Ketentuan ini mengakibatkan kesulitan bagi pihak berwenang untuk menyelidiki suatu rekening yang mereka curigai dimiliki oleh atau dengan cara yang ilegal.
- Ketentuan perbankan di suatu negara untuk seseorang dapat menyimpan dana di suatu bank dengan nama samaran atau tanpa nama atau anonim.
- Munculnya jenis uang baru yaitu electronic money atau e-money, yaitu berhubungan erat dengan maraknya electronic commerce atau e-commercemelalui internet. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan melalui jaringan internet ini biasa disebut sebagai cyber-laundering.
- Praktik pencucian uang dengan cara yang disebut layering atau pelapisan. Dengan cara ini, pihak yang menyimpan dana di bank bukanlah pemilik sesungguhnya dari dana itu. Deposan tersebut hanyalah bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menugasinya untuk mendepositokan uang tersebut di sebuah bank.
- Ketentuan hukum berkenaan dengan kerahasiaan hubungan antara lawyer dengan kliennya, dan antara akuntan dengan kliennya.
- Pemerintah yang bersangkutan tidak bersungguh-sungguh untuk memberantas praktik pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan negara tersebut.
- Tidak adanya dikriminalisasi perbuatan pencucian uang di sebuah negara.
Dengan kata lain, negara yang bersangkutan
tidak memiliki undang-undang tentang pencucian uang yang menentukan perbuatan
pencucian uang sebagai tindak pidana.
Selain itu, Sutan Remi Sjahdeini berpendapat
bahwa: “Salah satu faktor pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di sebuah
Negara adalah tidak dikriminalisasikannya perbuatan pencucian uang di negara
yang bersangkutan. Dengan kata lain, negara yang bersangkutan tidak mempunyai
undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
yang menentukan perbuatan pencucian uang sebagai suatu tindak pidana”.
Kondisi
Indonesia yang mendukung terjadinya tindak pidana pencucian uang (money
laundering) yaitu:
- Ketatnya ketentuan mengenai rahasia bank, sehingga tidak mungkin sembarang orang untuk mengetahui asal-usul uang tersebut sehingga amanlah uang tersebut dibersihkan oleh lembaga keuangan tersebut.
- Sistem devisa bebas, sehingga otoritas moneter sulit untuk mrndeteksi lalu lintas modal, dana, dan uang dari mana pun datangnya.
- Tidak adanya ketentuan pembatasan atau larangan kepada orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia dalam hal membawa valuta asing juga tidak adanya kewajiban pelaporannya, sehingga orang bebas membawa uang ke luar masuk berapapun besarnya.
- Kebebasan yang diberikan Pemerintah dalam hal perpajakan yang menyangkut deposita dan simpanan, yaitu asal-usul uang tersebut tidak dapat diusut.
- Dan ketentuan lainnya.
Sistem kerahasiaan bank dan kelemahan
perangkat hukum di Indonesia juga merupakan sarana yang dimanfaatkan oleh para
pelaku pencucian uang. Adanya pengaturan kerahasiaan ini membuat mereka merasa
aman untuk menyimpan uang hasil kejahatannya tanpa harus takut akan dilacak
oleh pihak berwenang. Selain itu kondisi yang mengakibatkan negara ini menjadi
“surga” kegiatan pencucian uang adalah karena Indonesia masih membutuhkan
likuiditas, sehingga dunia perbankan Indonesia masih memandang pentingnya
dana-dana asing untuk masuk dan diinvestasikan di Indonesia. Sementara ada
pihak-pihak asing tertentu yang hanya setuju untuk melakukan investasi di
Indonesia jika dijamin tidak diusut asal-usul dananya.
Dampak
dari pencucian uang adalah sebagai berikut:
- Merongrong sektor swasta yang sah (undermining the legitimate private sectors).
- Mengakibatkan rusaknya reputasi negara (reputation risk).
- Mengurangi pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak (loss revenue).
- Merongrong integritas pasar keuangan (undermining the integrity of finacial markets).
- Membahayakan upaya privatisasi perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah (risk of privatization efforts).
- Menimbulkan biaya sosial yang tinggi (social cost).
- Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (economic distortion and instability).
- Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya (loss of control of economic policy).
- Menimbulkan dampak makro ekonomi, yang mana pencucian uang telah mendistorsi data ekonomi dan mengkomplikasi upaya pemerintah untuk melakukan pengelolaan terhadap kebijakan ekonomi yang nantinya harus memainkan peranan dalam upaya anti money laundering, misalnya seperti pengawasan lalu lintas devisa (exchange control), pengawasan bank terhadap pelaksanaan rambu kesehatan bank (prudential supervision), penagihan pajak (tax collection), pelaporan statistik (statistical reporting), dan peundangundangan (legislation).
- Mengakibatkan kurangnya kepercayaan kepada pasar dan terjadinya penipuan (fraud), serta penggelapan (embezzlement).
Sebegitu besarnya dampak negatif yang
ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di
dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk
menaruh perhatian lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan
pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money
laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak
negatif bagi perekonomian itu sendiri.
Tindak pidana pencucian uang dapat terjadi
setelah dilakukannya kejahatan awal atau asal (predicate offence), misalnya korupsi,
penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan
migran, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, dan perjudian. Setelah itu,
proses pencucian uang tersebut terjadi ketika uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan
sendiri atau bersama yang dapat dilakukan melalui beberapa bidang, diantaranya:
Perbankan
Keterlibatan
perbankan dalam kegiatan pencucian uang dapat berupa: penyimpanan uang hasil
kejahatan dengan nama palsu atau dalam safe deposit box; penyimpanan uang dalam
bentuk deposito/tabungan/giro; penukaran pecahan uang hasil perbuatan ilegal;
pengajuan permohonan kredit dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang
bersangkutan; penggunaan fasilitas transfer; pemalsuan dokumen-dokumen yang bekerjasama
dengan oknum pejabat bank terkait; dan pendirian/pemanfaatan bank gelap.
Asuransi
Pada
dasarnya kejahatan money laundering asuransi bisa dilakukan oleh orang dalam perusahan
maupun orang luar atau tertanggung. Kejahatan pencucian uang yang terjadi pada
perusahaan asuransi antara lain dilakukan dengan melakukan pembayaran polis
yang nilainya jauh di atas kemampuan keuangan yang wajar, penggelapan premi
asuransi, dan tindakan lain yang dapat dikategorikan sebagai transaksi yang
mencurigakan pada asuransi.
Yayasan
Uang
hasil kejahatan awal atau asal (predicate offence) dipergunakan dengan cara
disumbangkan kepada yayasan, maka hal tersebut sudah tergolong dalam kategori
tindak pidana pencucian uang.
Ataupun
untuk melakukan kejahatan kembali, misalnya di bidang narkotika ataupun
kejahatan lainnya
Dalam
hal narkotika, pelaku tersebut memepergunakan uang hasil kejahatannya dengan
cara membeli obat-obat terlarang tersebut baik dipergunakan untuk diri sendiri
ataupun untuk dijual kembali, semua hal tersebut sudah dapat digolongkan ke
dalam tindak pidana pencucian uang.
Tags
Hukum