Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu bentuk gangguan penyakit
jantung. Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler,
terutama Sindrom Koroner Akut (SKA) akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
di negara-negara berkembang sebelum tahun 2020 (Katz,2006). World Health
Organization (WHO) (Tunstall H dkk,1994) dan American Heart Association (AHA)
pada akhir tahun 1950 menegakkan diagnosis Sindrom Koroner Akut (SKA) berdasarkan 2 dari 3 kriteria yaitu
manifestasi klinis nyeri dada, gambaran EKG dan penanda enzim jantung
(Luepker,2003).
Sindroma Koroner Akut (SKA) terdiri dari infark miokard akut (IMA)
disertai elevasi segmen ST (IMA STE), IMA tanpa elevasi segmen ST (IMA non STE)
dan angina pektoris tak stabil (APTS) (Braunwald,1989; Christopher PC,2005).
Walaupun presentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologi
(Libby,1995). Jika troponin T atau I positif tetapi tanpa gambaran ST elevasi
disebut IMA non STE dan jika troponin negatif disebut APTS.
American College of Cardiology (ACC)
menyatakan bahwa adanya peningkatan enzim jantung yaitu troponin ataupun
creatine kinase MB (otot, otak) (Luciano,2005) walaupun hanya sedikit merupakan
penanda adanya nekrosis miokard dan pasien harus dikategorikan sebagai IMA
(Newby dkk, 2003).
Secara umum, IMA-STE menggambarkan
oklusi koroner total akut (Foo & De Bono,2000). Tujuan terapi adalah
tindakan reperfusi segera, komplit dan menetap dengan angioplasti primer
(Levine dkk,2011) atau terapi fibrinolitik (Antman dkk,2008). Sedangkan pada
pasien dengan IMA non STE/APTS, strategi awal pada pasien ini adalah meredakan
iskemia dan gejala, memantau pasien dengan EKG serial dan mengulangi pengukuran
penanda nekrosis miokard (Wright RS dkk,2011).
Epidemiologi
Angka mortalitas dalam rawatan di rumah
sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE adalah 7% dibandingkan 4%, tetapi pada
jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali
lebih tinggi dibanding pasien IMA-STE (Rationale and design of GRACE, 2001).
Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah yang
normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain, faktor
hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin)
dari sel darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh Low
Density Lipoprotein-C (LDL-C) (Libby,1995; Hamm dkk,2004). Kerusakan ini akan
menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule adhesion seperti sitokin
(interleukin-1), tumor nekrosis faktor (TNF-α), kemokin (monocyte
chemoatractant factor-I), dan platelet derived growth factor. Sel inflamasi seperti
monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari
endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan
mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini terus
membentuk sel busa (Braunwald, 1989; Libby,1995). LDL yang teroksidasi
menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai
tambahan terjadi respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan
vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin dengan melibatkan platelet dan
faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif yang dipicu
oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil bisa
menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture (Libby, 1995).
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak,
berbagai agonis seperti kolagen, adenosin diphosphate (ADP), epinefrin dan
serotonin memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan-A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu
aktivasi trombosit memicu reseptor glikoprotein II/IIIa yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin)seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Dimana keduanya
adalah molekul multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara
simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Deckelbaum, 1990;
Foo dkk, 2000).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh
pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi,
mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin yang kemudian mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami
oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan fibrin (Findlay dkk,
2005; Braunwald, 1989).
IMA STE umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA STE karena timbulnya banyak
kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi ruptur
lokal akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi menunjukkan
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis
dan inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus
yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon terhadap terapi trombolitik (Gambar 3) ( Hamm dkk, 2004).
Patogenesis
Aterosklerosis
Pembuluh darah arteri sama seperti
organ-organ lain di dalam tubuh yaitu mengikuti proses umur (ketuaan) dimana
terjadi proses yang karakterisktik seperti penebalan lapisan intima,
berkurangnya elastisitas dan bertambahnya diameter intima.
WHO pada tahun 1958 mendefinisikan
aterosklerosis sebagai perubahan variable intima arteri yang merupakan
akumulasi fokal lemak (lipid), kompleks karbohidrat, darah dan hasil produk
darah, jaringan fibrous dan deposit kalsium yang kemudian diikuti dengan
perubahan lapisan media.
Mekanisme dasar
pembentukan plak
Pembentukan foam cell
Proses ini diawali adhesi monosit pada permukaan endotel,
diikuti migrasi monosit ke dalam tunika intima. Kemudian monosit teraktivasi
berubah menjadi makrofag. Lipid diambil oleh makrofag, kemudian mengawali
pembentukan foam cell. Perubahan awal ini menghasilkan suatu molekul pro
inflamasi yang disebut minimally modified low density lipoprotein (MMLDL) yang
berkontribusi terhadap ekspresi VCAM pada endotel. Faktor-faktor inflamasi
bekerja bersama-sama menyebabkan migrasi monosit. Perubahan selanjutnya pada
molekul LDL mengarah pada LDL teroksidasi yang dikenali oleh macrophage
scavenger receptor. Foam cell yang terbentuk menghasilkan sitokin-sitokin
inflamasi termasuk TNF-α dan metalloproteinase dan juga factor prokaogulan.
Pembentukan lipid core
Lipid core merupakan ruang dalam matriks jaringan ikat
tunika intima yang terisi dengan debris seluler dan kolesterol. Plak aktif
mengandung sejumlah makrofag berkelompok pada pinggir inti, dengan ekspresi
sebagian metalloproteinase dalam destruksi matriks kolagen.Beberapa lipid
ekstrasel yang berasal dari ikatan LDL terhadap proteoglikans dalam intima,
kebanyakan kolesterol dan ester pada lipid core dilepaskan dari sitoplasma foam
cell yang mati. Kehilangan faktor pertumbuhan akan menginduksi apoptosis
terutama bersamaan dengan adanya TNF-α dalam jumlah besar pada plak. Ekspresi
tissue factor oleh makrofag dalam inti membuat area ini sangat trombogenik.
Proliferasi otot polos dan pembentukan cap
Bagian cap terdiri dari zat kolagen yang mengandung otot
polos yang menghasilkan matriks jaringan ikat. Sel-sel otot polos intima
mempunyai kecenderungan mengalami apoptosis. Migrasi, proliferasi otot polos
dan deposisi kolagen diatur oleh factor pertumbuhan yang dihasilkan oleh tiap
sel. Trombosit, thrombin dan fibrin juga dapat memacu proliferasi sel otot
polos bila menumpuk pada dinding pembuluh darah.
Perkembangan Plak
Menurut American Heart Association (AHA), perkembangan
plak aterosklerosis dapat dibagi 5 tipe yang dapat dihubungkan dengan tampilan
klinisnya Yaitu:
- Lesi awal (tipe 1), berkembang bila monosit melekat pada permukaan endotel dan bermigrasi dari lumen untuk berakumulasi pada intima.
- Lesi tipe 2 adalah fatty streak yang terdiri dari akumulasi lipid ekstra seluler yang berisi foam cell.
- Lesi tipe 3 seperti lesi tipe 2 yang disertai kelompok-kelompok kecil lipid ekstraseluler. Meskipun lesi tipe 1-3 merupakan precursor lesi yang lebih berat, namun belum menimbulkan gejala klinis.
- Lesi tipe 4, seperti lesi tipe 2 disertai sel-sel otot polos terlihat dalam lesi di bawah endotel, dan kelompok-kelompok lipid ekstraseluler bersatu membentuk lipid core. Lesi ini disebut ateroma.
- Lesi tipe 5a, seperti tipe 4 dengan kapsul fibrous yang tipis disebut juga fibroateroma. Lesi tipe 5b adalah ateroma dengan kalsifikasi berat didalam lipid core. Lesi 5c adalah fibrous ateroma atau pembentukan thrombus mural dengan komponen lipid yang minimal. Lesi tipe 4 dan 5 biasanya asimtomatik, namun dapat juga berupa angina stabil. Lesi tipe 5b dan 5c biasanya dengan angina tak stabil.
- Lesi tipe 6 merupakan lesi yang berkomplikasi dengan thrombosis, dengan tampilan klinis sindroma koroner akut. LEsi tipe 4 dan 5 disebut plak tidak stabil yang bias langsung menjadi lesi tipe 6.
Disrupsi Plak
Disrupsi plak memegang peranan penting
untuk terjadinya Sindroma Koroner Akut. Resiko terjadinya ruptur plak tergantung
dari kerentanan atau ketidakstabilan plak, bukan adari ukuran atau derajat
penyempitannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi instabilitas dan ruptur
plak Faktor Eksternal:
- Sistemik: faktor hemodinamik dan farmakologik
- Faktor intrinsik dari plak: besarnya plak, lokasi plak, kepadatan dan ketebalan lipid dan ketebalan kap yang menyelimuti plak.
Faktor Internal:
- Aktifitas sel inflamasi
- Infeksi
- Disfungsi endotel
- Proliferasi sel otot polos
Trombosis Plak
Lebih dari 75% trombus yang ditemukan
pada SKA terletak di tempat dimana plak mengalami ruptur. Bila plak yang tidak
stabil mendapat pencetus maka cap yang tipis tersebut akan koyak dan terjadi
pembentukan trombus yang dimulai dari fisura atau robekan kap tadi.
Mula-mula terjadi akumulasi platelet di
tempat koyakan, dengan adanya fibrin akan membentuk gumpalan dini yang disebut
white thrombus yang secara langsung berusaha menutupi semua permukaan yang
robek. Kemudian eritrosit menutupi seluruh white thrombus tadi sehingga
membentuk red thrombus. Trombus ini akan mengakibatkan oklusi koroner dan
vasokonstriksi, sehingga akhirnya menimbulkan tampilan klinis yang disebut
dengan Sindroma Koroner Akut.
Tags
Darah dan Jantung