Menurut Hardjowigeno (1996) sifat-sifat fisik
tanah gambut yang penting adalah tingkat dekomposisi tanah gambut, kerapatan
lindak, irreversible dan subsiden. Berdasarkan atas tingkat pelapukan
(dekomposisi) tanah gambut dibedakan menjadi gambut kasar atau fibrik yaitu
gambut memiliki lebih dari 2/3 bahan organik kasar, bahan asalnya masih bisa
dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.
Gambut sedang atau hemik memiliki ½-2/3 bahan organik kasar, setengah lapuk,
sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas
bahan seratnya 15 – 75%. Gambut halus atau saprik memiliki bahan organik kasar
kurang dari 1/3, bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai
hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
Gambut kasar mempunyai porositas yang tinggi,
daya memegang air tinggi, namun unsur hara masih dalam bentuk organik dan sulit
tersedia bagi tanaman. Gambut kasar mudah mengalami penyusutan yang besar jika
tanah direklamasi. Gambut halus memiliki ketersediaan unsur hara yang lebih
tinggi memiliki kerapatan lindak yang lebih besar dari gambut kasar.
Dalam klasifikasi tanah (soil taksonomi),
tanah gambut termasuk ordo Histosol (Histos dari bahasa Yunani : jaringan).
Tanah histosol didefenisikan sebagai tanah yang mengandung bahan organik lebih
20% (bila tanah tersebut tidak mengandung liat) atau lebih dari 30% (bila tanah
mengandung 60% liat atau lebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih dari 40 cm
(Soil Survey Staf, 1998).
Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut
dibedakan atas gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan
mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur
biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau
laut. Mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan
mineral dan basa-basa. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena
miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh
dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik
(Hardjowigeno, 1996).
Tanah gambut di Indonesia mempunyai pH
berkisar antara 2,8-4,5 dan kemasaman potensial mencapai > 5 cmol/kg,
ketersediaan unsur-unsur makro N,P,K, serta jumlah unsur mikro pada umumnya
juga rendah. Kadar bahan organik dan nitrogen tinggi (Murayama dan Bakar 1996)
disebabkan tanah gambut berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Penyebarannya seluas
sekitar 18 juta ha maka luas lahan gambut Indonesia menempati urutan ke-4 dari
luas gambut dunia setelah Kanada; Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Kalimantan
Barat merupakan propinsi yang memiliki luas lahan gambut terbesar di Indonesia
yaitu seluas 4,61 juta ha, diikuti oleh Kalimantan Tengah, Riau dan Kalimantan
Selatan dengan luas masing-masing 2,16 juta hektar, 1,70 juta hektar dan 1,48
juta hektar. Gambut terbentuk dari timbunan bahan organik yang berasal dari
tumbuhan purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan < 40 cm. Proses
penimbunan bahan sisa tumbuhan ini merupakan proses geogenik yang berlangsung
dalam waktu yang sangat lama (Hardjowigeno, 1996).
Tags
Tanah dan Air