Revolusi Bolivarian di Venezuela adalah
sebuah perjuangan untuk membebaskan Venezuela dari kungkungan kapitalisme dan
sistem Neo – Liberal. Revolusi adalah sebuah bentuk klimaks dari proses evolusi
serangkaian peristiwa pergolakan yang terjadi. Proses panjang revolusi melalui
tahapantahapan yang didalamnya terdapat keberanian, sikap tegas dan tindakan
strategis dan taktis dalam menghancurkan tembok tirani kekuasaan yang kokoh.
Melawan arogansi dan represifitas penguasa yang mengakibatkan banyaknya timbul
korban jiwa dan harta demi sebuah perubahan. Dan sejarah adalah akumulasi dari kejadian-kejadian
yang dibuat oleh manusia.
Pola historisitas tersebut juga dialami oleh
Venezuela. Setelah mengalami fase perang saudara yang panjang, proses
penggulingan pemerintahan melalui kudeta-kudeta hingga kepemimpinan yang
berkiblat pada Neo-liberalisme. Menjalankan “resep-resep” busuk Neoliberalisme
yang mengakibatkan hancurnya stabilisasi perekonomian di negara tersebut.
Pengeksploitasian dan penghisapan yang dilakukan oleh Kapitalisme yang dimotori
oleh Amerika Serikat yang sangat berlebihan menyebabkan rakyat semakin
tertindas.
Hampir semua negara di belahan bumi selatan
Amerika mengalami nasib serupa, sebagai bagian dari konsekwensi logis penerapan
imperialisme yang dilakukan dengan cara-cara baru, melalui berbagai macam propaganda
mengenai mitos pasar bebas. Setidaknya, ada tiga komponen utama Neoliberalisme.
Pertama, menaikkan peran pasar (melebihi peran pemerintah) dalam pengelolaan ekonomi
dan mediasi arus barang dan modal (melalui penghapusan bantuan dan patokan
harga, perdagangan bebas, nilai tukar yang ditentukan pasar, dll). Kedua, meningkatkan
peran dan lingkup serta hak milik sektor swasta (melalui swastanisasi,
deregulasi, dll). Ketiga, menggembar-gemborkan ide “kebijakan ekonomi yang
kuat” melalui anggaran berimbang, fleksibilitas pasar tenaga kerja, inflasi
rendah, dll.
Dalam ranah politik, Neoliberalisme memiliki mitos akan
memajukan demokrasi, pemerintahan yang baik, kebijakan ekonomi yang kuat di
negaranegara berkembang dengan berbagai cara. Pertama, kebebasan ekonomi yang berkaitan
dengan ekonomi pasar akan meruntuhkan otokrasi dan kleptokrasi. Kedua, investor
internasional umumnya menghindari negara korup atau pemerintahan otokrasi.
Ketiga, Neoliberalisme menggabungkan pemerintah dan swasta dalam komunitas
global, sehingga mendorong penggabungan normanorma manajemen kebijakan dengan
praktik bisnis.
Ternyata mitos ini juga terbantahkan, bahkan
Neoliberalisme meruntuhkan beberapa aspek penting, seperti akuntabilitas,
pluralisme, dan otonomi negara. Pertama, sistem pasar cocok dengan berbagai
macam struktur politik, mulai dari pemerintahan represif hingga demokratis.
Kedua, Neoliberalisme global mengancam demokrasi dengan menganugrahi para
investor dan perusahaan dunia ‘hak veto’ atas pilihan kebijakan domestik yang
mereka tentang. Aspek fundamental pemerintahan demokratis adalah hak
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap mereka yang dipengaruhi
oleh kebijakan.
Namun, dibawah payung neoliberal, pemilik faktor
produksi berskala internasional (khususnya investor besar dan kaum borjuis)
memiliki ‘hak veto’ yang kian besar atas wilayah politik dan legislative.
Ketiga, Neoliberalisme memperburuk kesenjangan dalam negeri dan antar bangsa.
Neoliberalisme telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dan
menciptakan ketidaksetaraan internasional. hal ini disebabkan arus modal swasta
cenderung terkonsentrasi di negara-negara yang telah memiliki siklus
pertumbuhan, investasi, dan produktivitas yang baik, dalam hal ini
negara-negara maju.
Bahkan, pengalaman sejarah membuktikan bahwa “pasar
bebas” yang terbentuk di Amerika Latin secara sangat baik sebagai reaksi
terhadap keberhasilan reformasi sosial dan dibangun diatas landasan intervensi
politik dengan kekerasan.18 Washington bersama-sama dengan militer Amerika
Latin menggulingkan pemerintah-pemerintah yang dipilih secara demokratis,
Chile, Argentina, Brasil dan Uruguay. Diktator-diktator baru yang didukung
lembagalembaga keuangan internasional, kemudian membongkar rintangan-rintangan sosial
dan proteksionis, mendenasionalisasikan sektor-sektor industri dan perbankan,
serta memprivatisasi sektor-sektor publik.
Upaya penggulingan dan kudeta terhadap pemerintahan
demokratis Chavez juga pernah dilakukan pada bulan April 2002. Militer yang
dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Efrain Vasquez dan Kepala Kamar
Dagang Industri Venezuela Pedrio Carmona Estranga menuntut Chavez mundur, menangkap
dan membawanya ke markas Angakatan Darat di Fort Tiuna lalu dipindahkan ke
suatu pulau di lepas pantai Venezuela. Membubarkan parlemen,mahkamah agung ,
komisi pemilihan umum, serta semua pemerintah negara dan provinsi. Keterlibatan
Washington sangat jelas terlihat ketika ada klaim bahwa dua orang perwira
angkatan laut AS terlihta bersama-sama para pemimpin kudeta di Fort Tiuna pada
malam tanggal 11-12 April. Disertai dengan keterlibatan Media Asing seperti
Associated Press, kantor berita yang memasok 90% berita tentang Venezuela,
ternyata berpihak tanpa syarat pada kelas borjuasi yang sedang berjuang untuk
menggulingkan Chavez.21 Pada Agustus 2006, Washington juga mengucurkan dana
puluhan juta dolar AS kepada pihak oposisi dengan tujuan mewujudkan “program
pro-demokrasi’.22 Dana ini disalurkan melalui Lembaga United States Agency for
International Development (USAID). Sekitar 26 juta dolar AS mengalir ke
berbagai kelompok dalam negeri yang memusuhi Chavez.
Sehingga sangat meyakinkan bahwa semua dana yang
disalurkan Washington tidak lebih dari upaya penggantian pemerintahan Chavez,
dan tak ada keraguan, pemerintah AS menjadikan misi kemanusiaan yang terhormat
sekedar topeng belaka bagi niat jahatnya.
Hal inilah yang
menjadi bukti bahwa mitos yang selama ini digulirkan oleh Rezim Neo-Liberal
dalam menumbuhkembangkan iklim demokrasi pada negaranegara berkembang hanyalah
kedok dan kebohongan yang sangat jelas terlihat. Sebagaimana sengitnya
intervensi dan usaha-usaha penggulingan yang dilakukan oleh Amerika Serikat
terhadap Chavez sebagai seorang pemimpin yang demokratis dan dipilih secara
demokratis pula.
Gerakan revolusioner Venezuela dipicu oleh kebijakan
rezim Neo-liberal Presiden Carlos Andres Perez pada tahun 1989 yang menjalin
kerjasama dengan International Monetary Fund (IMF). Kerjasama itu dilakukan
dengan dalih memajukan perekonomian Venezuela yang tidak stabil akibat korupsi
dan birokratisasi. Sejak itu reformasi ekonomi neoliberal mulai dijalankan.
Semua sektor-sektor perekonomian yang tadinya dikendalikan oleh negara mulai diserahkan
kepada swasta. Instabilitas dalam negeri semakin melonjak di segala bidang.
Harga-harga naik tak terkendali, sistem kerja kontrak mulai diterapkan, perusahaan-perusahaan
asing dibebaskan untuk membawa 100% keuntungan mereka ke negara asalnya,
pengangguran mencapai 14%, inflasi mencapai 80,7%, dan lebih dari 80% massa
rakyat Venezuela hidup dalam kemiskinan.
Rakyat yang semakin sadar dengan kondisi ketertindasan
mereka, meluapkan amarah, menjadi sebuah energi besar yang meledak dalam bentuk
kerusuhan terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah Venezuela. Presiden Carlos
Andres Perez menyikapi kerusuhan tersebut dengan memerintahkan polisi dan tentara
untuk menembaki rakyat dengan peluru tajam. Hingga korban yang berjatuhan
diprediksi mencapai 3.000 jiwa. Pemantik kerusuhan tersebut adalah kebijakan
pemerintah Carlos Andres Perez yang menaikkan tarif bus 30% dan harga BBM
sebesar 100%. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Caracazo (El Caracazo).
Ini adalah bab gelap dalam sejarah Venezuela dan menjadi cikal bakal dari
Revolusi Bolivarian.
Peristiwa Caracazo ternyata membawa dampak terhadap
kesatuan di dalam angkatan bersenjata. Para tentara yang diperintahkan untuk
menembaki rakyat jelata mulai mempertanyakan pemerintahan mereka, dan para
tentara pun terbelah dua. Sekelompok perwira junior yang berpangkat Kapten
kemudian membentuk Pergerakan Revolusioner Bolivarian 200, atau MBR-200.
Kelompok ini terdiri dari Felipe Acosta Carlos, Jesus Urdaneta Hernandez,
Rafael Baduel dan Hugo Chavez Frias. Mereka berkomitmen membentuk gerakan
revolusioner untuk membebaskan Venezuela dari belenggu penindasan.
Gerakan MBR-200 dimulai dalam bentuk kelompok diskusi,
serta pengorganisiran tentara-tentara generasi yang baru lahir yang kebanyakan
berasal dari kaum tani dan kelas pekerja miskin. Sejak transformasi tahun 1971,
mereka tidak lagi mengenyam pendidikan di Fort Benning AS, melainkan di Akademi
Militer Nasional Caracas. Karena itu ada ikatan organik antara tentara dan kaum
tani miskin, berbeda jika mereka berkiblat pada militer Amerika Serikat seperti
militer Indonesia. Hingga terlahirlah kekuatan militer organik yang
berinisitaif untuk melakukan kudeta dan perebutan kekuatan dari rezim
Neo-liberal.
Kudetapun dilakukan oleh Chavez dan kawan-kawan pada
tanggal 4 Februari 1992. Namun, pemberontakan tersebut masih bisa digagalkan
dan Chavez pun menyerah dengan syarat mendapat kesempatan berpidato di depan televisi
nasional. Dengan baret merah, Chavez menyatakan tanggungjawabnya atas kudeta
tersebut, sebelum dipenjara selama dua tahun.26 Saat Chavez dipenjara gerakan
rakyat menolak neoliberalisme semakin menguat. Meski, berada dalam penjara,
Chavez tetap membangun kontak dengan kalangan pergerakan.
Menjelang pemilu tahun 1993 di Venezuela, para politisi
menggunakan isuisu populis untuk meraih dukungan rakyat. Bahkan kudeta militer
yang terjadi di tahun 1992 menjadi isu yang diangkat ke permukaan untuk
mendongkrak perolehan suara. Pemilu 1993 mengantarkan Rafael Caldera meraih
kursi kepresidenan. Ia mendapat dukungan dari partai-partai kiri, sosial
demokrat dan kelompok sayap kanan-tengah. Dan tahun 1994, Caldera membebaskan
mereka yang terlibat dalam percobaan kudeta tahun 1992, termasuk Hugo Chavez. Caldera
diwarisi pemerintahan yang bobrok dari masa kepemimpinan sebelumnya. Kondisi
perekonomian Venezuela semakin tidak stabil akibat krisis di tahun 1994 yang
membuat gejolak pada rakyat. Krisis kapitalisme di Venezuela semakin dalam dan
memaksa Bank Sentral Venezuela menyelamatkan sedikitnya 14 bank yang bangkrut.
Di sisi lain, pemasukan keuangan pemerintah semakin menurun drastis karena
harga minyak yang terjun bebas. Walau pemilu telah menghasilkan kepemimpinan
baru, namun rezim belum berubah. Caldera, beserta kelompok-kelompok kiri yang
mendukung pemerintahannya, tidak memiliki alternatif untuk membebaskan massa
rakyat dari krisis. Untuk menutupi defisit yang dialami, maka pemerintahan
Venezuela, di bawah kepemimpinan Rafael Caldera melanjutkan kebijakan-kebijakan
seperti yang diarahkan oleh IMF.
Perusahaan-perusahaan milik negara diprivatisasi dalam
jumlah yang lebih besar, salah satunya yaitu perusahaan besi dan baja SIDOR
(Orinoco Steel). Sejak dibebaskan dari
tahanan, Chavez bersama MBR-200 mulai bergerak ke pelosok-pelosok negeri untuk
menghimpun kekuatan rakyat dengan membentuk komite-komite Bolivarian dan
menyerukan pembentukan Majelis Konstituante. Bersama gerakannya, Chavez
melakukan program-program yang tersusun secara sistematis untuk mengetahui
harapan dan keinginan rakyat, serta melakukan kerja-kerja nyata untuk mengubah
kondisi massa rakyat. Pada pemilu tahun 1998, Chavez berhasil memenangkan
pemilihan presiden dengan perolehan suara sebesar 59 %. Sedangkan dua partai
kanan lainnya hanya kebagian 9% suara setelah selama 40 tahun meraih sekitar
90% suara saat menghadapi Partai Republik Kelima Chavez.
Revolusi yang pertama sekali dilakukan oleh Chavez
adalah perubahan konstitusi yang berpihak kepada rakyat. Dengan melibatkan
patisipasi seluruh rakyat melalui mekanisme pemilu dalam menentukan persetujuan
rakyat terhadap konstitusi hasil perubahan tersebut. Chavez sangat memahami bahwa
setiap revolusi membutuhkan konstitusi sebagai upaya mengatur dasar-dasar pengelolaan
negara dan bagaimana ia harus dijaga dengan kekuatan aktif dari bawah.
Konstitusi baru, merupakan jembatan dari tatanan kekuasaan lama menuju revolusi
Bolivarian.
Tags
Negara-Negara