Pelaksana rehabilitasi itu sendiri secara
teori yang ada, seharusnya terdiri dari para
petugas yang tergabung
dalam tim rehabilitasi,
yaitu: para dokter
spesialis rehabilitasi, syaraf, ortopedi, THT, mata, jiwa dan ahli anak,
serta para medis yang terdiri dari: fisioterapist, ahli
terapi okupasi, prostetis
dan ortotis, terapis
wicara, perawat
rehabilitasi, ahli optikal,
ahli audiologi, psikolog,
pekerja sosial dan
ahli okupasi terapi.
Selanjutnya unsur yang juga penting dalam
prinsip dasar kegiatan rehabilitasi itu sendiri adalah adanya seorang pendidik
yang berkompeten. Tugas utama pendidik dalam perannya di bidang rehabilitasi
anak penyandang cacat tubuh adalah bertujuan untuk melakukan assesment baik
yang berhubungan dengan aspek fisik, psikis, sosial dan keterampilan untuk
memperoleh data tentang kemampuan dan ketidakmampuan anak pada aspek-aspek
tersebut diatas. Selanjutnya mengadakan pencatatan data yang berhubungan dengan
kecacatannya termasuk perkembangan
kemampuan dan ketidakmampuan anak.
Melaksanakan bentuk-bentuk kegiatan
rehabilitasi yang dilaksanakan dalam
kegiatan proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan batasbatas tertentu
yang digariskan oleh bagian medik, sosial psikologis dan keterampilan.
Melakukan pembinaan kepada orang tua untuk
membantu melakukan rehabilitasi dan pengawasan
terhadap aktivitas anak
sehari-hari di lingkungan
keluarga. Akhirnya, melakukan rujukan
anak untuk memperoleh
pelayanan rehabilitasi sesuai
dengan kebutuhan. Antara tenaga rehabilitasi, guru dan orang tua perlu
bekerjasama dengan baik dalam rangka kelancaran pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi, yang pada gilirannya akan
mengantarkan anak menjadi
mampu mengikuti pendidikan
dengan baik di sekolah
dan mampu melaksanakan
fungsi sosial secara
wajar di lingkungan masyarakat.
Panti
Sosial Bina Daksa
“Bahagia” Sumatera Utara
memiliki prinsip dasar yang
di jadikan pedoman
dalam melakukan pendekatan
yang sesuai kepada
anak penyandang cacat, antara lain:
Destigmatisasi
Pada dasarnya
kecacatan yang dialami
oleh anak sudah
merupakan beban berat bagi dirinya sendiri dan keluarganya.
Oleh karena itu anak cacat jangan lagi diberi cap yang
menambah beban baru
bahwa ”anak tidak
berguna”, ”anak pembawa sial”, ”anak
kutukan Tuhan” dan
sebagainya. Karena itu
rehabilitasi anak penyandang
cacat tubuh harus menghindari tumbuhnya dan menghilangkan (bila sudah ada)
sebutan buruk (stigma) demikian pada anak penyandang cacat tubuh.
Deisolasi
Sama
seperti manusia lain, anak penyandang cacat tubuh tidak ingin dikucilkan dari lingkungan
sosialnya, ia juga
ingin mencintai dan
dicintai, menerima dan diterima,
menemani dan ditemani.
Rehabilitasi anak penyandang
cacat tubuh perlu menghindari
kegiatan yang akan mengisolasi anak penyandang cacat tubuh sehingga tidak dapat
bersosialisasi dengan lingkungannya.
Desensitifisasi
Ada kecenderungan
bahwa anak penyandang
cacat tubuh memiliki
perasaan rendah diri, tidak
berguna, membebani orang
lain dan lain-lain,
yang menyebabkan ia mudah
marah dan tersinggung.
Untuk itu rehabilitasi
anak penyandang cacat tubuh perlu dirancang agar anak penyandang cacat
tubuh tidak terlalu sensitif atas kecacatannya.
Di
sini dan saat ini (here and now)
Rehabilitasi sosial
kepada anak penyandang
cacat tubuh harus
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
nyata dimana anak penyandang cacat tubuh itu berada pada saat ini.
Artinya rehabilitasi dirancang
dengan mempertimbangkan ruang
dan waktu dimana dan
kapan rehabilitasi dilaksanakan
sehingga sesuai dengan kebutuhan anak penyandang cacat tubuh
dan lingkungannya.
Keanekaragaman
pelayanan (diversifikasi)
Rehabilitasi sosial
anak penyandang cacat
tubuh hendaknya tidak
hanya menekankan pada satu aspek, namun memenuhi beragam aspek yang
dibutuhkan. Tidak sekedar menekankan
pada mobilitas atau
aksesibilitas saja, misalnya memberikan kursi roda. Tetapi jauh
lebih kaya daripada itu yaitu
meningkatkan mentalitas kemandirian anak
sehingga ia dapat
hidup dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
Dedramatisasi
Kecacatan
yang dialami oleh anak penyandang cacat tubuh adalah suatu masalah, tetapi
kecacatan itu hendaknya juga jangan dibesar-besarkan seolah-olah dengan kecacatan itu
maka dunia akan
kiamat baginya. Guna
menghindari tumbuhnya kondisi seperti
itu maka anak
penyandang cacat tubuh
harus dibawa kedalam kehidupan nyata sesuai dengan
nilai-nilai sosial dimana mereka tinggal.
Mengembangkan
empati, bukan simpati
Memperlihatkan simpati
yang bernada kasihan
atau menyayangi secara berlebihan dapat
merusak rehabilitasi yang
diperlukan bagi anak
penyandang cacat tubuh. Oleh karena itu perasaan simpati mendalam harus
dihindari. Kepada anak penyandang cacat
tubuh yang diberikan
adalah empati, sehingga
mereka mampu menemukan suasana
rehabilitasi sosial secara
wajar seperti yang
juga dialami oleh anak-anak lain seusianya.
Jenis
kegiatan rehabilitasi yang
digunakan untuk meningkatkan
peranan keluarga dalam pengertian kesadaran dan rasa tanggung jawab agar
dapat melindungi,
merawat/memelihara,
mendidik, melatih anggota keluarga yang cacat adalah sebagai berikut:
Kampanye sosial
- Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab sosial berbagai pihak yang menurut perundang-undangan dan secara sosial budaya terkait langsung dan tidak langsung dalam rehabilitasi anak penyandang cacat.
- Sasaran kampanye sosial antara lain: keluarga, lembaga pendidikan, kesehatan, kependudukan, dunia usaha serta lembaga pemerintah paling bawah (Desa/Kelurahan).
- Materi yang dikampanyekan antara lain: undang-undang yang terkait dengan peningkatan perlindungan dan atau kesejahteraan anak, pengetahuan dan keterampilan pembinaan anak penyandang cacat di rumah tangga, di masyarakat atau ditempat kerja dan sebagainya.
- Metode kampanye disesuaikan dengan situasi, kondisi, permasalahan serta potensi lokal setiap wilayah. Beberapa metode antara lain: diskusi, dialog, sambung rasa leaflet, booklet, media cetak dan elektronik, seni budaya lokal termasuk juga berbagai lomba yang menarik.
- Tahapan kegiatan, antara lain: menyusun rencana kegiatan, menentukan lokasi kegiatan, melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah lokal Kabupaten/Kota/Kecamatan/Kelurahan), membentuk tim lintas profesi dan instansi, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi.
- Petugas kampanye adalah Peksos fungsional, Tenaga Medis, Psikolog dan lain-lain.
Deteksi dini kecacatan
- Kegiatan deteksi dini kecacatan ini dapat menjadi bagian dari kampanye sosial di atas, namun dapat juga berdiri sendiri.
- Tujuan kegiatan adalah untuk meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab sosial keluarga, khususnya dalam menemu kenali kecacatan pada anak secara dini dan pencegahannya.
- Sasaran deteksi dini adalah keluarga didalam masyarakat.
- Tahapan kegiatan sebagai berikut: menyusun rencana kegiatan, menentukan lokasi kegiatan deteksi dini (Posyandu, Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Anak cacat, Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), Taman Kanak-Kanak (TK), UPSK dll. Melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah lokal (Kabupaten/Kota/Kecamatan/Kelurahan/Desa), membentuk tim lintas profesi dan instansi, pelaksanaan kegiatan, evaluasi, rujukan dan tindak lanjut.
- Metoda penelitian bio psikososial, dialog, sambung rasa, penyebaran leaflet
- Petugas Peksos Fungsional, Tenaga medis, psikolog, orsos.
- Kegiatan ini dapat dikoordinasikan dengan kegiatan unit pelayanan sosial keliling (UPSK) untuk penyandang cacat.
Penumbuh-kembangan Forum
Keluarga dengan Anak Cacat (FKDAC)
- Tujuan forum ini untuk menjadi wadah dan forum koordinasi para orang tua yang mempunyai anak penyandang cacat di suatu daerah Forum Keluarga. Dengan Anak Cacat (KDAC) merupakan lembaga kerjasama (pertukaran informasi dan keterampilan) antara keluarga yang memiliki anak cacat. Selain dapat menjadi alat motivasi dan advokasi bagi keluarga. Forum juga dapat menjadi sarana Dinas Sosial/Instansi terkait dalam upaya perlindungan dan peningkatan hak-hak anak cacat di masyarakat.
- Sasaran kegiatan ini antara lain: keluarga dengan anak cacat, SLB, SDLB, Dinas Sosial/Instansi terkait lainnya.
- Metode penumbuhkembangan forum dapat menyesuaikan dengan situasi, kondisi, permasalahan serta potensi lokal setiap wilayah.
- Tahapan penumbuhkembangan Forum KDAC antara lain: Sosialisasi pentingnya forum, kesepakatan membentuk forum, membentuk pengurus forum, kegiatan pendampingan dan advokasi untuk forum, kegiatan fasilitasi, pengembangan, supervise dan evaluasi, melakukan koordinasi dengan instansi terkait tingkat lokal (propinsi/kabupaten/kota), SLB atau orsos anak cacat dan perguruan tinggi dan lain-lain.
- Petugas Peksos Fungsional, Petugas Sosial Kabupaten/Kota/Propinsi, Tenaga Medis, Relawan Sosial dan lain-lain sesuai keperluan.
Penguatan jaringan kerja
antar lembaga
Penguatan
jaringan kerja antar lembaga, meliputi antara lain:
- Bertujuan untuk pertukaran informasi, peningkatan sinergi serta pengembangan pelayanan pada anak cacat
- Sasaran: Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, organisasi sosial/LSM, keluarga, masyarakat, dunia usaha dan sebagainya
- Tahapan kegiatannya: perencanaan kegiatan, mengundang sasaran anggota jaringan dan pertemuan pembahasan jaringan kerja (penyatuan visi-misi pelayanan, media pertemuan, pola kerja, penyusunan rencana pelayanan, pembagian tugas, evaluasi bersama serta tindak lanjut)
- Petugas Sosial Propinsi/Kabupaten/Kota, Peksos Fungsional, Pimpinan Lembaga yang bergabung.
Pelayanan pendampingan dan
advokasi untuk anak cacat
Pelayanan
pendampingan dan advokasi untuk anak cacat, meliputi antara lain:
- Betujuan untuk meningkatkan pelayanan, pemulihan, pemeliharaan serta terpenuhinya hak-hak anak cacat berupa hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan partisipasi
- Sasarannya: anak cacat dalam keluarga, keluarga langsung/pengganti dan komunitas.
- Tahapan kegiatan: identifikasi kebutuhan pelayanan pendampingan dan advokasi, merencanakan kegiatan pemenuhan kebutuhan pelayanan pendampingan dan advokasi, melaksanakan supervise dan evaluasi dan terminasi.
- Petugasnya: pekerja sosial fungsional dari instansi sosial setempat, relawan sosial dan petugas lain yang berkompeten.
- Metode, meliputi: bimbingan sosial individual, bimbingan sosial keluarga, bimbingan sosial kelompok, pendampingan sosial dan pembelaan sosial.
Pengembangan perlindungan
sosial bagi anak cacat
Merupakan
upaya perlindungan sosial bagi anak cacat
yang tidak mampu di masyarakat perlu dilakukan secepat mungkin, sehingga
proses tumbuh kembang mereka tidak terhambat, karena keterlambatan bisa
diartikan sebagai diskriminasi terhadap
anak-anak yang menyandang
cacat. Pengembangan perlindungan tersebut meliputi:
- Tujuan perlindungan sosial bagi anak cacat untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak cacat yang karena berbagai hal tidak mampu hidup secara layak; seperti tindakan diskriminasi, keluarga tidak mampu (miskin), bencana alam dan sosial lainnya.
- Sasaran dari perlindungan sosial adalah anak-anak cacat yang berasal dari keluarga tidak mampu, baik untuk sekolah maupun mendapatkan pelayanan medis atau kesehatan.
- Jenis kegiatan perlindungan sosial antara lain: bantuan makanan, pakaian dan peralatan sekolah, penyediaan pelayanan khusus bagi anak cacat, pemberian bea siswa bagi anak cacat, penyediaan jasa konsultasi dan konseling, gerakan teman asuh dan penyediaan aksesibilitas pelayanan pendidikan lainnya bagi anak cacat, seperti penyediaan fasilitas olah raga, fasilitas belajar, sarana perpustakaan dan sebagainya.
- Tahapan kegiatan, antara lain: identifikasi masalah yakni menentukan jumlah anak cacat yang berhak mendapatkan bantuan (identitas anak dan identitas keluarga), pengungkapan
Dari uraian di atas dapat diilihat bahwa
peraturan yang ada (Undang Undang Nomor
4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat)
sudah mencerminkan keseriusan pemerintah dalam
hal menangani permasalahan
bagi para penyandang
cacat, termasuk di dalamnya
anak penyandang cacat
tubuh, namun realisasinya
yang tekadang tidak sesuai
dengan pengharapan. Bentuk
tanggung jawab pemerintah adalah dengan
memfasilitasi penyandang cacat
untuk direhabilitasi mental
dan vokasinya dengan sistem pelayanan berbasis panti sudah cukup baik,
karena ternyata setelah di bangkitkan
kepercayaan dirinya dan
di berikan keterampilan
praktis, sesungguhnya anak penyandang cacat juga cukup terampil. Anak
penyandang cacat tersebut hanya butuh
di bimbing dan
di bangkitkan mentalnya
agar optimis memandang hidup
dan menerima kenyataan
hidup, karena kekurangan
penyandang cacat hanya terletak
pada keterbatasan fisik
dan pada prinsipnya
setiap orang tua menginginkan anaknya
untuk tumbuh dengan
sehat dan normal,
karena anak merupakan aset,
tumpuan harapan serta kebanggan orang tua.