Pola Inti Plasma
Dalam pola inti
plasma, Usaha Besar
dan Usaha Menengah bertindak sebagai
inti membina dan
mengembangkan Usaha Kecil sebagai
plasma. Selanjutnya menurut
penjelasan Pasal 27
huruf (a) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan pola inti plasma adalah
“hubungan kemitraan antara
usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar
sebagai inti membina dan mengembangkan usaha
kecil yang menjadi
plasmanya dalam menyediakan lahan,
penyediaan sarana produksi,
pemberian bimbingan teknis manajemen
usaha dan produksi,
perolehan, penguasaan dan peningktan
teknologi yang diperlukan
bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha”. Kerjasma
inti plasma akan diatur melalui
suatu perjanjian kerjasama antara inti dan plasma.
Dalam
program inti plasma
ini diperlukan keseriusan
dan kesiapan, baik pada
pihak usaha kecil
selaku pihak plasma
yang mendapat bantuan dalam
upaya mengembangkan usahanya, maupun pada
pihak usaha besar
atau usaha menengah
yang mempunyai tanggungjawab sosial
untuk membina dan mengembangkan usaha
kecil sebagai mitra
usaha untuk jangka panjang. \Selain itu
juga sebagai suatu upaya
untuk mewujudkan kemitraan usaha
pola inti plasma
yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat
sangat dibutuhkan adanya
kejelasan peran masingmasing pihak yang terlibat. Adapun
pihak-pihak terdebut antara lain:
(1) Pengusaha Besar
(Pemrakarsa), (2) Pengusaha
Kecil (Mitra Usaha) dan
(3) Pemerintah. Peran
pengusaha besar selaku
(inti) sebagaimana tersebut di
atas tentunya juga
harus diimbangi dengan peran
usaha kecil (plasma) yaitu
meningkatkan kemampuan manajemen dan
kinerja usahanya yang
berkelanjutan serta memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya berbagai bentuk
pembinaan dan bantuan yang
diberikan oleh usaha
besar dan atau
usaah menengah. Selanjutnya untuk
peran pemerintah akan
dibahas lebih lanjut pada sub bab
yang tersendiri.
Pola Subkontrak
Menurut
penjelasan Pasal 27
huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9
Tahun 1995 bahwa “pola
subkontr ak adalah hubungan kemitraan antara
Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau
Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi
komponen yang diperlukan
oleh Usaha Menengah
atau Usaha Besar
sebagai bagian dari produksinya.
Selanjutnya
menurut Soewito, pola
subkontraktor adalah suatu sistem
yang menggambarkan hubungan
antara usaha besar dengan
usaha kecil atau
menengah, dimana usaha
besar sebagai perusahaan induk
(parent firma) meminta
kepada usaha kecil
atau menengah selaku subkontraktor
untuk mengerjakan seluruh
atau sebagian pekerjaan (komponen)
dengan tanggung penuh
pada perusahaan induk.
Dapat pula dikatakan
bahwa dalam pola
subkontrak, usaha kecil
memproduksi barang dan atau jasa yang merupakan komponen atau bagian produksi
usaha menengah atau usaha besar. Oleh karena itu, maka
melalui kemitraan ini
usaha menengah dan
atau usaha besar memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada
usaha kecil untuk membeli
bahan baku yang
diperlukan secara berkesinambungan
dengan harga yang wajar.
Adapun
manfaat yang dapat
diperoleh dalam kemitraan dengan pola
subkontrak, bagi perusahaan
kecil antara lain
adalah dapat menstabilkan dan
menambah penjualan, kesempatan
untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen, bimbingan dan kemampuan
teknis produksi atau manajemen, perolehan, pengusaan dan peningkatan
teknologi yang diperlukan.
Sedangkan bagi perusahaan besar
adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain, memenuhi kekurangan kapasitas, memperoleh
sumber pasokan barang dengan harga yang
lebih murah daripada
impor, selain itu juga
dapat meningkatkan produktivitas
dan kesempatan kerja
baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar.
Pola Dagang Umum
Menurut
penjelasan Pasal 27
huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9
Tahun 1995, Pola
Dagang Umum adalah
“hubu ngan kemitraan antara Usaha
Kecil dengan Usaha
Menengah atau Usaha Besar,
yang di dalamnya
Usaha Menengah atau
Usaha Besar memasarkan hasil
produksi Usaha Kecil
atau Usaha Kecil
memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”.
Dengan
demikian maka dalam
pola dagang umum,
usaha menengah atau usaha besar
memasarkan produk atau
menerima pasokan dari usaha
kecil mitra usahanya
untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh usaha
menengah atau usaha
besar mitranya.
Pola Keagenan
Berdasarkan
penjelasan Pasal 27
huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9
Tahun 1995, pola
keagenan adalah “hubungan
kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk
memasarkan barang dan jasa
Usaha Menengah atau
Usaha Besar mitranya”.
Dalam pola keagenan,
usaha menengah dan atau usaha besar
dalam memasarkan barang dan
jasa produknya memberi
hak keagenan hanya kepada usaha
kecil. Dalam hal ini usaha menengah atau usaha besar memberikan
keagenan barang dan
jasa lainnya kepada
usaha kecil yang mampu melaksanakannya.
Selanjutnya
menurut Munir Fuady,
pola keagenan merupakan
hubungan kemitraan, dimana
pihak prinsipal memproduksi atau
memiliki sesuatu, sedangkan
pihak lain (agen) bertindak sebagai
pihak yang menjalankan
bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan
langsung dengan pihak ketiga.
Seorang agen bertindak
untuk dan atas
nama prinsipal, sehingga pihak
prinsipal bertanggungjawab atas
tindakan yang dilakukan oleh
seorang agen terhadap
pihak ketiga, serta mempunyai
hubungan tetap dengan pengusaha.
Pola Waralaba
Menurut
Penjelasan Pasal 27
Huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995,
Pola Waralaba adalah “ hubungan
kemitraan, yang di dalamnya
pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang,
dan saluran distribusi
perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan
manajemen”.
Berdasarkan
pada ketentuan seperti
tersebut di atas,
dalam pola waralaba pemberi
waralaba memberikan hak
untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri usaha kepada
penerima waralaba. Dengan
demikian, maka dengan pola
waralaba ini usaha
menengah dan atau usaha
besar yang bertindak sebagai
pemberi waralaba menyediakan
penjaminan dan atau menjadi
penjamin kredit yang diajukan oleh usaha kecil sebagai penerima waralaba kepada
pihak ketiga.
Bentuk-Bentuk Lain
Selain
daripada pola-pola seperti
yang telah disebutkan
di atas, seiring dengan
semakin berkembangnya lalu
lintas usaha (bisnis) dimungkinkan
pula dalam perjalanannya
nanti adanya timbul bentuk
pola-pola lain yang
mungkin saat ini
atau pada saat yang
mendatang akan atau
sudah berkembang tetapi
belum dibakukan.
Tags
Ekonomi