Untuk menjawab perkembangan hukum serta
kebutuhan masyarakat yang belum terakomodir oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 tersebut maka pada tanggal 10 Nopember 2011 melalui sidang paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Pengertian mengenai rumah susun tersebut
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 sama seperti yang disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan demikian tidak
ada perubahan mengenai pengertian tentang makna dari rumah susun itu baik yang
dijelaskan dalam UURS yang lama maupun yang baru.
Dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa rumah susun yang dimaksudkan
dalam UURS ini adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi bangunan
bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak
bersama, yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri
ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan.
Dengan demikian berarti tidak semua bangunan
bertingkat itu dapat disebut rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985, tetapi setiap rumah susun adalah selalu bangunan bertingkat.
Jika
rumusan rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 dan penjelasannya itu dicermati,
diperoleh pemahaman sebagai berikut:
Rumah susun merupakan
terminologi hukum Indonesia untuk mengekspresikan bangunan gedung bertingkat
yang mengandung pemilikan perseorangan dan hak bersama
Dalam
pengertian inilah, maka rumah susun merupakan terjemahan dari kata-kata
condominium, flat atau apartment
Rumah susun merupakan bangunan
gedung bertingkat
Rumah
susun merupakan bangunan gedung bertingkat “yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal” (Pasal 1 angka 1 UURS). Dalam
Penjelasan UURS di atas menyatakan “yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal dan vertikal”. Kata “maupun” serta “dan” perlu dicermati oleh
karena membawa konsekuensi pada ruang lingkup UURS. Apakah pengaturan pemilikan
satuan ruang dalam bangunan bertingkat selain rumah susun dapat tunduk pada
UURS. Urgensi telaah kata “maupun” serta “dan” tersebut semakin berarti,
terutama jika dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 1988 yang mencontohkan “rumah toko, rumah sarana industri dan lain-lain”
yang dibangun di atas tanah bersama sebagai bangunan bertingkat yang tidak termasuk
dalam pengertian rumah susun. Selanjutnya, Penjelasan pasal 79 PP Nomor 4 Tahun
1988 tersebut menyebutkan bahwa contoh bangunan gedung tidak bertingkat yang
dibangun di atas tanah bersama dalam suatu lingkungan adalah rumah-rumah
peristirahatan, rumah kota (town house), dan lain-lain. Ahmad Chairudin dalam
Surat Kabar Harian Suara Pembaruan tanggal 13 April 1994, menyatakan bahwa
bangunan gedung bertingkat pada sistem ruko (rumah toko) dan rukan (rumah
kantor) bagian- bagiannya terbagi dalam bagian- bagian yang distrukturkan dalam
arah horizontal saja, tidak dalam arah vertikal. Tetapi karena dalam kata-kata
kalimat Pasal 1 angka 1 UURS menyebut : “yang distrukturkan secara fungsional
dalam arah horizontal maupun vertikal”, maka yang diartikan bangunan gedung bertingkat
yang bagian-bagiannya hanya distrukturkan secara horizontal pun dapat disebut rumah susun, asal memenuhi ketentuan-ketentuan
lainnya tentang rumah susun.
Selanjutnya
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menyatakan bahwa sebagai akibat pesatnya
kemajuan sektor ekonomi yang ditunjang kemajuan teknologi dalam pembangunan
perumahan dan pemukiman serta lahirnya bentuk sertifikat baru yang berupa
Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, maka seharusnya bentuk
kepemilikan rumah dan toko (ruko) atau town house dapat menggunakan Sertifikat
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagai alat untuk kepemilikannya. Hal ini
mengingat bahwa bentuk bangunan dan penataan lingku ngannya sesuai dengan
ketentuan yang ada pada rumah susun yang bangunannya berupa bangunan yang
tersusun secara horizontal dan memiliki jenis kepemilikan perseorangan dan
pemilikan bersama.
Kedua
pendapat Pejabat Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional
tersebut setuju bahwa kepemilikan satuan bangunan pada bangunan yang hanya
distrukturkan secara horizontal pun dapat tunduk pada pengaturan UURS. Kiranya
kedua pendapat tersebut dapat diterima logika hukum. Ketentuan pasal 1 UURS
merupakan ketentuan yang berisi definisi/rumusan konsep-konsep yang menjadi
kata-kata kunci atau terminologi teknis yuridis dalam keseluruhan ketentuan UURS.
Oleh karena itu jika terdapat perbedaan pengertian rumah susun di dalam
ketentuan pasal 1 angka 1 UURS dengan Penjelasan Umum UURS serta Penjelasan
Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 sebagai peraturan pelaksana UURS, maka yang dijadikan
pegangan adalah rumusan Pasal 1 angka 1 UURS.
Rumah susun mengandung
sistem pemilikan perseorangan (individual) dan hak bersama
Kita
mengenal ada 3 (tiga) bentuk sistem pemilikan, yaitu:
- Sistem pemilikan perseorangan
- Sistem pemilikan bersama yang terikat
- Sistem pemilikan perseorangan yang sekaligus dilengkapi dengan sistem pemilikan bersama yang bebas (condominium)
Rumah
susun merupakan kategori sistem pemilikan yang ketiga. Di dalam rumah susun
secara simultan terkandung sistem pemilikan perseorangan dengan hak bersama
yang bebas. Oleh karena itulah, maka hak pemilikan perseorangan atas satuan
(unit) rumah susun meliputi pula hak bersama atas bangunan, benda dan tanahnya.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa hak milik
(individual) atas satuan rumah susun juga meliputi hak bersama atas bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian
rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam
kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1
undang-undang tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain :
pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar,
saluran-saluran, pipapipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan teleko munikasi.
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 mendefinisikan bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan
bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah
untuk pemakaian bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 ayat 1 mencontohkan
benda bersama adalah; ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan
sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah
atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun.
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 merumuskan bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa
untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang
di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin
mendirikan bangunan.
Menurut A.P Parlindungan, sebenarnya rumah
susun itu adalah suatu istilah yang dibuat oleh perundangan kita yang berwujud
sebagai suatu perumahan yang dimiliki oleh beberapa orang/badan hukum secara
terpisah dengan segala kelengkapan sebagai suatu tempat hunian ataupun bukan
hunian, untuk perkantoran, usaha komersil dan lain-lain, dengan akses
tersendiri untuk keluar ke jalan besar dan dengan segala hak dan kewajibannya
dan mempunyai bukti-bukti tentang haknya tersebut, dengan berdimensi horizontal
dan vertikal.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menganut
asas kondominium dalam pemilikan atas rumah susun. Masalah paling penting dalam
asas kondominium adalah pemilikan dan penghunian secara terpisah bagian-bagian dari
suatu bangunan bertingkat, di samping bangian-bagian lainnya serta tanah di atas
mana bangunan yang bersangkutan berdiri, yang karena fungsinya harus digunakan
bersama.
Soni Harsono dalam bukunya “Aspek Pertanahan
Dalam Pembangunan Rumah Susun,” berpendapat bahwa inti sistem kondominium
adalah pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik
di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang
mengatur tanah.
Menurut Arie S. Hutagalung dalam bukunya
“Membangun Condominium (Rumah Susun), Masalah-Masalah Yuridis Praktis Dalam
Penjualan, Pemilikan, Pembebanan serta Pengelolaannya”, bahwa rumah susun merupakan
terjemahan dari kata-kata condominium, flat, atau apartment. Kondominium
berasal dari kata condominium, jika dipenggal,
co berarti bersama-sama, dominium
berarti pemilikan. Istilah yang dipakai berbeda menurut sistem hukum
yang bersangkutan, misalnya di Inggr is disebut
joint property, di Amerika menggunakan istilah condominium, sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan
istilah strata title. Di antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah strata
title yang lebih memungkinkan adanya
pemilikan bersama secara horizontal, di samping pemilikan secara vertikal.
Walaupun di Indonesia digunakan istilah seperti: rumah susun, apartemen, flat,
maupun kondominium, namun bahasa hukum semuanya disebut rumah susun, karena
mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang kini diganti menjadi
UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011.
Tags
Tanah dan Air