Nikah Mut'ah dalam pandangan Syi'ah Imamiyah berpendapat
bahwa hukum nikah mut'ah adalah tetap diperbolehkan dan tidak pernah mansukh.
Jadi masih diperbolehkan hingga kelak hari kiamat. Syiah Imamiyah berdalil
dengan ucapan Imam mereka yaitu Abu Ja'far, yang nama lengkapnya adalah Muhammad
bin Ali Al Baqir 1 :
1- عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ سَهْلِ بْنِ
زِيَادٍ وَ عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ جَمِيعاً عَنِ ابْنِ أَبِي نَجْرَانَ
عَنْ عَاصِمِ بْنِ حُمَيْدٍ عَنْ أَبِي بَصِيرٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا جَعْفَرٍ ( عليه
السلام ) عَنِ الْمُتْعَةِ فَقَالَ نَزَلَتْ فِي الْقُرْآنِ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ
بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَ لا جُناحَ عَلَيْكُمْ فِيما
تَراضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ . ك ج 5 ص 448
Dari Abu Bashir dia berkata : aku bertanya
pada Abu Ja'far Alaihissalam tentang mut'ah. Lalu dia menjawab : Allah telah
mewahyukan dalam Al Qur'an Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campur)
di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu
terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya.
Syiah memahami ayat ini bukan dalam kontek
istri, jika ayat ini difahami dengan kontek istri tentu tidak dapat dijadikan
dalil bagi diperbolehkannya nikah mut'ah)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُلَيْمَانَ قَالَ سَمِعْتُ
أَبَا جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) يَقُولُ كَانَ عَلِيٌّ ( عليه السلام ) يَقُولُ لَوْ
لَا مَا سَبَقَنِي بِهِ بَنِي الْخَطَّابِ مَا زَنَى إِلَّا شَقِيٌّ .
Dari Abdullah bin Sulaiman dia berkata : Aku
mendengar Abu Ja'far berkata : Ali bin Abi Thalib berkata : jika anak Khottob
tidak mendahului aku, maka tidak ada yang berzina kecuali orang yang celaka.
عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَمَّنْ ذَكَرَهُ عَنْ
أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّمَا نَزَلَتْ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ
بِهِ مِنْهُنَّ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً
Dari Ibnu Abi Umair dari seseorang yang telah
memberitahunya, dari Abu Abdullah dia berkata : Ayat yang sebenarnya turun dari
Allah adalah " Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campur) di
antara mereka hingga waktu tertentu, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban,
عَلِيٌّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ
عَنْ عُمَرَ بْنِ أُذَيْنَةَ عَنْ زُرَارَةَ قَالَ جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَيْرٍ
اللَّيْثِيُّ إِلَى أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) فَقَالَ لَهُ مَا تَقُولُ فِي مُتْعَةِ
النِّسَاءِ فَقَالَ أَحَلَّهَا اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ
( صلى الله عليه وآله ) فَهِيَ حَلَالٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَقَالَ يَا أَبَا
جَعْفَرٍ مِثْلُكَ يَقُولُ هَذَا وَ قَدْ حَرَّمَهَا عُمَرُ وَ نَهَى عَنْهَا فَقَالَ
وَ إِنْ كَانَ فَعَلَ قَالَ إِنِّي أُعِيذُكَ بِاللَّهِ مِنْ ذَلِكَ أَنْ تُحِلَّ شَيْئاً
حَرَّمَهُ عُمَرُ قَالَ فَقَالَ لَهُ فَأَنْتَ عَلَى قَوْلِ صَاحِبِكَ وَ أَنَا عَلَى
قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) فَهَلُمَّ أُلَاعِنْكَ أَنَّ الْقَوْلَ
مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) وَ أَنَّ الْبَاطِلَ مَا قَالَ صَاحِبُكَ
قَالَ فَأَقْبَلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَيْرٍ فَقَالَ يَسُرُّكَ أَنَّ نِسَاءَكَ
وَ بَنَاتِكَ وَ أَخَوَاتِكَ وَ بَنَاتِ عَمِّكَ يَفْعَلْنَ قَالَ فَأَعْرَضَ عَنْهُ
أَبُو جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) حِينَ ذَكَرَ نِسَاءَهُ وَ بَنَاتِ عَمِّهِ .
Dari
Zurarah dia berkata : Abdullah bin Umair Allaithy pada Abu Ja'far, lalu dia
bertanya : apa pendapat anda tentang nikah mut'ah? Lalu Abu Ja'far menjawab :
telah dihalalkan oleh Allah dalam Al Qur'an dan melalui lisan RasulNya, maka
hukumnya tetap halal hingga hari kiamat. Lalu dia bertanya : Wahai Abu Ja'far
apakah orang seperti anda mengatakan hal ini sedangkan umar telah melarang dan
mengharamkan mut'ah? Lalu Abu Ja'far mengatakan : walaupun telah dilarang oleh
Umar. Dia berkata : Aku memohon pada Allah agar anda dijauhkan dari
menghalalkan perkara yang telah diharamkan oleh Umar. Lalu Abu Ja''far berkata
: engkau memegang pendapat kawanmu, dan aku memegang hadits Nabi, mari kita
memohon laknat dari Allah bahwa yang benar adalah apa yang diucapkan Rasulullah
dan omongan kawanmu adalah batil. Lalu Abu Umair mengatakan pada Abu Ja'far :
Apakah anda suka jika istri anda, anak wanita anda, saudara wanita anda dan
anak wanita paman anda dinikahi secara mut'ah? Lalu Abu Ja'far berpaling ketika
disebut istrinya dan anak pamannya2.
Nikah mut'ah adalah halal tapi Imam Abu
Ja'far sendiri tidak senang jika ada orang yang menikahi anaknya atau anak
pamannya dengan nikah mut'ah. Yang mengharamkan nikah mut'ah adalah Umar, yang
berani-beraninya mengharamkan perbuatan yang dihalalkan oleh Nabi. Sampai Imam
Abu Ja'far berani bermula'anah, memohon laknat dari Allah jika pendapatnya
salah.
Kelompok Syi’ah memandang bahwa nikah mut’ah
hukumnya boleh sepanjang kondisinya darurat, karena sejak awal diperbolehkannya
nikah mut’ah adalah karena keadaan emergensi, yaitu ketika para sahabat sedang
berperang, sedangkan mereka jauh dari istri-istri mereka.
Referensi
1 Al
Kulaini. Muhammad bin Ya'qub. Al Kafi.. www.islam4u.com
2 Al
Sistani. Ali. Minhajusholihin. www.al-shia.com.
Tags
Islam