Latar belakang munculnya Syi’ah. Secara
bahasa, Syi’ah berarti pengikut, golongan, sahabat dan penolong. Istilah
Syi’ah, selanjutnya berkembang dengan arti khusus, yaitu nama bagi sekelompok
orang yang menjadi partisan atau pengikut Ali bin Abi Thalib dan
keturunan-keturunannya.
Untuk merumuskan pengertian Syi’ah secara
sempurna memang sangat sulit, karena Syi’ah telah melalui proses sejarah yang
panjang dengan segala peristiwa yang ikut mempengaruhi ajarannya. Namun
al-Syahrastani mendefinisikan Syi’ah sebagai istilah khusus yang dipakai untuk
pendukung atau pengikut Ali Bin Abi Thalib yang berpendirian bahwa pengangkatan
Ali sebagai imam atau khalifah berdasarkan kepada nash dan wasiat, serta mereka
berkeyakinan bahwa keimaman tersebut tidak terlepas dan terus berlanjut pada
keturunan-keturunannya.
Secara historis, akar aliran Syi’ah terbentuk
segera setelah kematian Nabi Muhammad, yakni ketika Abu Bakar terpilih sebagai
khalifah pertama pada pertemuan tsaqifah yang diselenggarakan di Dar al-Nadwa,
di Madinah. Pemilihan tersebut dilaksanakan secara tergesa-gesa sebagai wujud
persaingan antara kelompok Anshar dan Muhajirin yang sempat mengancam
perpecahan Islam. Dalam pertemuan itu Ali tidak hadir karena sibuk mengurus
jenazah Nabi. Pada waktu itu usia Ali 30 tahun, di mana bangsa Arab menjadikan
usia sebagai syarat penting kecakapan dalam kepemimpinan, meskipun secara
historis terdapat sejumlah pengecualian akan hal tersebut. Tetapi pengikut Ali,
pada saat itu, merasa bahwa klaim mereka telah direbut secara tidak adil.
Selanjutnya Umar ditunjuk oleh Abu Bakar
sebagai penggantinya, menjadi khalifah kedua yang kemudian dilanjutkan oleh
Usman. Setelah Usman terbunuh oleh pemberontak yang mengatasnamakan diri mereka
sebagai anti depotisme keluarga Umayah, Ali kemudian diangkat menjadi khalifah
keempat pada tahun 35H/656M.
Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa
peristiwa pembunuhan khalifah ke-3 Usman Bin Affan, telah melahirkan rentetan
sejarah yang sangat panjang dan membawa dampak pada khalifah setelahnya, Ali
bin Abi Thalib. Di antaranya adalah penolakan Muawiyah, gubernur Damaskus atas
Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dengan alasan bahwa Ali tidak melakukan
pengusutan terhadap pembunuhan Usman. Ketegangan antara Ali dan Muawiyah ini
berbuntut dengan terjadinya perang Siffin yang berakhir dengan peristiwa
arbitrase (tahkim), yang dianggap sebagai titik temu penyelesaian persengketaan
yang terjadi antara khalifah (Ali Bin Abi Thalib) dengan Muawiyah.
Namun peristiwa itu justru melahirkan
berbagai reaksi dan aksi, seiring dengan tidak bisanya menyatukan pemikiran dan
pendapat dari masing-masing kelompok. Pada akhirnya membuat umat menjadi
bagian-bagian (firqah-firqah). Sejarah mencatat, bermula dari perpecahan
politik ini, pada kelanjutannya melahirkan aliran-aliran teologi dalam Islam.
Aliran yang paling terkenal dengan peristiwa
ini adalah Khawarij yang muncul sebagai pasukan yang keluar dari barisan Ali
atau memisahkan diri sebagai bentuk protes terhadap keputusan Ali dan pada saat
yang bersamaan juga muncul satu golongan yang tetap setia mendukung Ali bin Abi
Thalib, yang pada berikutnya terkenal dengan nama Syi’ah, yang dalam
perekembangnya hadir sebagai sebuah aliran yang memiliki konsep dan ajaran
tersendiri.
Syi’ah memiliki main-stream berupa kecintaan
kepada Ali dan Ahlul Bait. Main-stream itu kemudian berkembang setahap demi
setahap, dan pada akhirnya menjadikan Syi’ah sebagai sebuah mazhab atau aliran
yang memiliki ajaran-ajaran tersendiri dalam bidang politik, teologi, fiqih,
dan bidang lainnya.
Teologi Syi’ah mengandung prinsip ajaran yang
dikenal dengan lima rukun, yaitu prinsip tauhid (Keesaan Tuhan), nubuwwat
(kenabian), maad (kebangkitan jiwa dan tubuh pada hari kiamat), imamah serta
prinsip a-‘adl. Imamah merupakan esensi ajaran Syi’ah. Sehingga kita bisa
temukan ajaran-ajaran Syi’ah di bidang politik dan teologi pada umumnya
berkisar pada persoalan imamah dan iman serta hubungan yang erat antara
keduanya.
Dalam perkembangannya, Syi’ah dapat diterima
oleh banyak kalangan namun dengan banyak perbedaan dan perpecahan yang melahirkan
sekte yang tidak sedikit dalam Syi’ah itu sendiri. Tetapi sekalipun Syi’ah
terpecah kepada beragam sekte, namun mereka mempunyai keyakinan yang sama pada
umumnya, yang merupakan ciri Syi’ah secara menyeluruh.
Pokok-pokok Pikiran Syi’ah
Kaum
Syi’ah memiliki 5 pokok pikiran utama yang harus dianut oleh para pengikutnya
diantaranya yaitu at tauhid, al ‘adl, an nubuwah, al imamah dan al ma’ad[2].
At
tauhid
Kaun Syi’ah juga meyakini bahwa Allah SWT itu
Esa, tempat bergantung semua makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan
juga tidak serupa dengan makhluk yang ada di bumi ini. Namun, menurut mereka
Allah memiliki 2 sifat yaitu al-tsubutiyah yang merupakan sifat yang harus dan
tetap ada pada Allah SWT. Sifat ini mencakup ‘alim (mengetahui), qadir
(berkuasa), hayy (hidup), murid (berkehendak), mudrik (cerdik, berakal), qadim
azaliy baq (tidak berpemulaan, azali dan kekal), mutakallim (berkata-kata) dan
shaddiq (benar). Sedangkan sifat kedua yang dimiliki oleh Allah SWT yaitu
al-salbiyah yang merupakan sifat yang tidak mungkin ada pada Allah SWT. Sifat
ini meliputi antara tersusun dari beberapa bagian, berjisim, bisa dilihat,
bertempat, bersekutu, berhajat kepada sesuatu dan merupakan tambahan dari Dzat
yang telah dimilikiNya.
Al
‘adl
Kaum Syi’ah memiliki keyakinan bahwa Allah
memiliki sifat Maha Adil. Allah tidak pernah melakukan perbuatan zalim ataupun
perbuatan buruk yang lainnya. Allah tidak melakukan sesuatu kecuali atas dasar
kemaslahatan dan kebaikan umat manusia. Menurut kaum Syi’ah semua perbuatan
yang dilakukan Allah pasti ada tujuan dan maksud tertentu yang akan dicapai,
sehingga segala perbuatan yang dilakukan Allah Swt adalah baik. Jadi dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep keadilan Tuhan yaitu Tuhan selalu
melakukan perbuatan yang baik dan tidak melakukan apapun yang buruk.Tuhan juga
tidak meninggalkan sesuatu yang wajib dikerjakanNya.
An
nubuwwah
Kepercayaan kaum Syi’ah terhadap keberadaan
Nabi juga tidak berbeda halnya dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka
Allah mengutus nabi dan rasul untuk membimbing umat manusia. Rasul-rasul itu
memberikan kabar gembira bagi mereka-mereka yang melakukan amal shaleh dan
memberikan kabar siksa ataupun ancaman bagi mereka-mereka yang durhaka dan
mengingkari Allah SWT. Dalam hal kenabian, Syi’ah berpendapat bahwa jumlah Nabi
dan Rasul seluruhnya yaitu 124 orang, Nabi terakhir adalah nabi Muhammad SAW
yang merupakan Nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada, istri-istri Nabi
adalah orang yang suci dari segala keburukan, para Nabi terpelihara dari segala
bentuk kesalahan baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul, Al Qur’an
adalah mukjizat Nabi Muhammad yang kekal, dan kalam Allah adalah hadis (baru),
makhluk (diciptakan) hukian qadim dikarenakan kalam Allah tersusun atas
huruf-huruf dan suara-suara yang dapat di dengar, sedangkan Allah berkata-kata
tidak dengan huruf dan suara.
Al
imamah
Bagi kaun Syi’ah imamah berarti kepemimpinan
dalam urusan agama sekaligus dalam dunia.Ia merupakan pengganti Rasul dalam
memelihara syari’at, melaksanakan hudud (had atau hukuman terhadap pelanggar
hukum Allah), dan mewujudkan kebaikan serta ketentraman umat. Bagi kaum Syi’ah
yang berhak menjadi pemimpin umat hanyalah seorang imam dan menganggap
pemimpin-pemimpin selain imam adlah pemimpin yang ilegal dan tidak wajib
ditaati. Karena itu pemerintahan Islam sejak wafatnya Rasul (kecuali
pemerintahan Ali Bin Abi Thalib) adalah pemerintahan yang tidak sah. Di samping
itu imam dianggap ma’sum, terpelihara dari dosa sehingga iamam tidak berdosa
serta perintah, larangan tindakan maupun perbuatannya tidak boleh diganggu
gugat ataupun dikritik.
Al
Ma’ad
Secara harfiah al ma’dan yaitu tempat
kembali, yang dimaksud disini adalah akhirat. Kaum Syi’ah percaya sepenuhnya
bahwahari akhirat itu pasti terjadi. Menurut keyakinan mereka manusia kelak
akan dibangkitkan, jasadnya secara keseluruhannya akan dikembalikan ke asalnya
baik daging, tulang maupun ruhnya. Dan pada hari kiamat itu pula manusia harus
memepertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah dilakukan selama hidup di
dunia di hadapan Allah SWT. Pada saaat itu juga Tuhan akan memberikan pahala
bagi orang yang beramal shaleh dan menyiksa orang-orang yang telah berbuat
kemaksiatan.
Tags
Islam