Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan
kerja. Kesempatan kerja terkait dengan kehidupan ekonomi yang selalu dinamis, dimana
ada kegiatan-kegiatan yang baru timbul, ada yang maju berkembang, meningkat,
berpindah dan ada pula yang mundur dan hilang. Pergerakan dan perubahan-perubahan
tersebut merupakan proses simultan atau sering diistilahkan dinamika.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat
merupakan sinyal bahwa pertumbuhan angkatan kerja semakin meningkat, dengan
kata lain pertambahan penduduk akan berimplikasi terhadap ketersediaan
kesempatan baru. Kebutuhan akan kesempatan kerja baru tidak hanya diperlukan
bagi angkatan kerja baru akan tetapi juga bagi angkatan kerja yang belum
memperoleh pekerjaan pada tahuntahun sebelumnya. Sektor pertanian juga
mengalami hal seperti ini, walaupun kesempatan kerja bertambah, namun
pertambahan ini tidak dapat menampung semua angkatan kerja yang sudah bekerja
di sektor tersebut, hal ini dapat mendorong angkatan kerja yang sudah bekerja
di sektor pertanian untuk pindah ke sektor non pertanian.
Pada bidang pertanian pekerjaan produktif
lebih banyak dilakukan oleh laki-laki sehingga akses dan kontrol laki-laki di
bidang produktif lebih besar. Laki-laki melakukan kegiatan pengolahan lahan,
penentuan tanaman dan masa tanam, pemasaran dsb. Wanita lebih dominan
beraktivitas di sector reprodukif/rumah tangga. Hanya sedikit waktu mereka
terlibat dalam kegiatan produktif, sesuai kebutuhan tenaga kerja untuk
membantu. Akan tetapi, istri tidak dibayar dari hasil pekerjaannya karena
dianggap membantu pekerjaan suami (Hastuti, 2003).
Hasil penelitian Santoso, et.al. (2003),
melihat beberapa hal sebagai berikut: (1) wanita walaupun melakukan usaha gula
semut, namun harus tetap melakukan kegiatan domestik yang dianggap menjadi
tanggung jawab utamanya.(2) pekerjaan pembuatan gula semut diserahkan pada
wanita disebabkan karena kegiatan memasak adalah kegiatan utama dan biasa
dilakukan oleh wanita.
Stereotipe penduduk tentang posisi dan
kedudukan antara laki-laki yang berbeda menimbulkan pembagian pekerjaan yang
turun temurun di penduduk. Laki-laki melakukan kegiatan produktif dan istri
untuk melakukan kegiatan reproduktif. Hartomo (2007) menyatakan bahwa
kelembagaan yang ada di penduduk didominasi oleh laki-laki karena perempuan
tidak memiliki banyak waktu setelah melakukan kegiatan reproduktif. Informasi
yang diterima juga berbeda karena laki-laki yang memiliki lahan dan melakukan
kegiatan di bidang pertanian mendapatkan penyuluhan hampir semuanya adalah
laki-laki. Kondisi perempuan yang terkadang lemah pada saat akan menstruasi,
hamil bahkan melahirkan menjadi alasan perusahaan perkebunan negara maupun
swasta mempertimbangkan pekerjaan yang akan mereka berikan kepada perempuan (Sukesi,
2003). Alasan berkait kondisi perempuan juga berpengaruh terhadap status mereka
di perkebunan dengan mempekerjakan perempuan sebagai pekerja harian lepas bukan
menjadi pegawai tetap. Akibat dari itu fasilitas yang diterima (pekerja harian
lepas) terbatas.
Salah satu kendala di sektor pertanian adalah
rendahnya produktivitas tenaga kerja, sebagai akibat dari rendahnya tingkat
pendidikan dan usia yang sudah relatif tua. Sedangkan tenaga kerja muda yang
enerjik, progresif, dan lebih berpendidikan cenderung tidak bekerja di sektor
pertanian (Suryana, 1989 dalam Fudjaja, 2002).
Beberapa faktor yang diduga menyebabkan
tenaga kerja muda dan yang berpendidikan lebih tinggi tidak memilih sektor
pertanian sebagai lapangan kerja utama, antara lain: 1) terbatasnya kesempatan
kerja bagi yang berpendidikan lebih tinggi, 2) sektor pertanian pada umumnya
tidak bisa mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat, 3) usaha pertanian
mengandung banyak resiko, 4) pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian
lebih rendah dari yang diharapkan, dan 5) kurangnya status sosial dan
kenyamanan kerja karena kesan usaha pertanian yang kumuh (Swastika dan
Kustiari, 2000).
Faktor produksi tenaga kerja berkualitas
(memiliki produktif tinggi) sangat menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan
akan memberikan efek pengganda terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan
pengeluaran, dan keduanya diperkirakan akan berdampak positif terhadap
kesempatan kerja. Hasil penelitian Safrida (1999) dalam Fudjaja (2002)
menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan upah minimum terhadap permintaan tenaga
kerja sektor pertanian dan jasa cukup besar dan berpengaruh nyata, sedangkan
terhadap permintaan tenaga kerja sector industri pengaruhnya kecil dan tidak
nyata. Tingkat upah yang diterima seorang pekerja erat kaitannya dengan
produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Nurmanaf (2000), menyatakan bahwa besar
kecilnya pendapatan lebih dipengaruhi oleh produktifitas faktor-faktor produksi
yang ada, termasuk faktor produksi tenaga kerja. Djauhari, et al (1998) dalam
Nurmanaf (2000), memperkirakan bahwa produktivitas dan tingkat upah buruh tani
dipengaruhi oleh pergeseran permintaan jenis tenaga kerja di sektor pertanian.
Jenis penawaran dan permintaan tenaga kerja pertanian juga dipengaruhi oleh
pergeseran pasar tenaga kerja dan pertumbuhan di luar sektor pertanian yang
akan berdampak terhadap mobilitas dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat
menciptakan kesempatan kerja menurut Suroto (1992) hanyalah pembangunan sektor
non pertanian dan saling ketergantungan antar sektor pertanian dan non
pertanian.
Menurut Sigit(1989) dalam Fudjaja (2002),
faktor penyebab terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke
sektor non pertanian dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:1) faktor pendorong
dan 2) faktor penarik. Faktor pendorong berasal dari sektor pertanian sedangkan
faktor penarik berasal dari sektor non pertanian. Secara umum penyebab
perubahan pada tingkat pendidikan, penduduk usia muda yang semakin meningkat,
perubahan norma-norma yang berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan di
kalangan pencari kerja dan penduduk umumnya, adanya peluang untuk bekerja di
luar sektor pertanian, sempitnya pemilikan lahan pertanian (sawah) dan
meningkatnya penggunaan teknologi serta tingkat upah yang relatif tinggi di
sektor non pertanian. Sementara itu, Rachmad (1992) menyatakan transformasi
tenaga kerja terjadi akibat adanya perubahan sikap mental para tenaga kerja,
upah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung tetap, timbulnya kesempatan
kerja baru di sektor non pertanian, kenyamanan bekerja di sektor non pertanian
dan semakin meningkatnya atau membaiknya kondisi komunikasi sehingga terjadi
proses trasformasi.
Penelitian Sutrisno (1985) menyimpulkan bahwa
faktor yang paling mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio upah
atau pendapatan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertania.
Keputusan mobilitas kerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pemilikan tanah,
tuntutan terhadap status sosial dimana mereka beranggapan bahwa bekerja di
sektor non pertanian lebih tinggi statusnya. Kesempatan kerja di pedesaan
terutama juga dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja pertanian dan sektor non
pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja (Yusdja,1985).
Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang
mempengaruhi kesempatan kerja, yaitu: a) kondisi perekonomian, dimana pesatnya
roda perekonomian suatu daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi,
kapasitas produksi yang tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi
diantaranya adalah tenaga kerja. Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga
kerja baru. b) pertumbuhan penduduk ; kualitas pertumbuhan ekonomi akan
dipengaruhi oleh tingginya angka pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin
tinggi jumlah penduduk akan mengurangi kesempatan orang untuk bekerja. c)
produktivitas/kualitas sumber daya manusia; tingginya produktivitas dan
kualitas sumber daya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan
kerja, dan sebaliknya kualitas sumber daya manusia yang rendah akan kesulitan
untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. d) tingkat upah; kenaikan upah
yang tidak dibarengi dengan kenaikan kapasitas produksi akan menyebabkan pihak
perusahaan akan mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan
tingkat kesempatan kerja. e) struktur umur penduduk; semakin besar struktur
umur penduduk yang digolongkan mudah (usia <15 tahun), maka kesempatan kerja
akan menurun dan sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka diduga
kesempatan kerja secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor: tingkat
pendidikan, usia, normanorma, peluang pekerjaan, teknologi, upah/pendapatan,
permintaan tenaga kerja, mobilitas tenaga kerja, pertumbuhan angkatan kerja,
kondisi perekonomian, pertumbuhan penduduk,kepemilikan lahan, kualitas
sumberdaya manusia, dan jenis kelamin tenaga kerja.
Tags
Industri dan Jasa