Bencana
bagi Diri, Rahmat bagi Orang Lain
Ghutsa-ul
Alsin. Buih, busa di dalam mulut. Istilah yang diangkat seorang da’I tentang
perilaku lisan seseorang yang kerap dipergunakan untuk perkataan sia-sia.
Perkataan tidak berguna, terlebih menyakitkan atau membawa bahaya. Lidah, bagi
orang-irang shalih, sangat berpengaruh bagi keselamatan mereka. Imam Malik
rahimullah, dalam kitab Al Muwatho menukil kisah tentang Umar bin Khattab
radhiallahu anhu yang mendatangi Abu Bakar Shiddiq radhiallahu anhu. Ketika
itu, Umar melihat Abu Bakar sedang melakukan tingkah, memang lidahnya dan menariknya. Umar mencegah sambil
mengatakan, “ Hentikanlah, semoga Allah mengampunimu.” Lalu Abu Bakar ra
mengatakan, “ Lidah inilah yang akan mendorongku masuk kedalam neraka”
Saudaraku,…
Ibnu
Abbas ra juga pernah melakukan sikap yang mirip dengan Abu Bakar. Ibnu Abbas
ra, tiba-tiba saja menarik lidahnya dan setelahnya selesai ia mengatakan,
“Celakalah kamu, katakanlah yang baik maka kamu akan beruntung. Diamlah dari
perkataan jelek, maka kamu akan selamat. “ Seseorang yang melihatnya bertanya
kenapa ia melakukan itu. Ibnu Abbas mengatakan, “ Aku mendengar bahwa seorang
hamba pada hari kiamat tidak memiliki sesuatu yang paling mencelakakannya
melebihi dari apa yang dilakukan lidahnya, Artinya tidak ada anggota tubuh yang
terkena murka Allah lebih besar melebihi lisan”. Tak hanya mereka, orang shalih
lainnya Abdullah bin Abi Zakariya mengatakan, “Aku berusaha untuk mengendalikan
lidah selama duapuluh tahun. “ Abdullah bin Wahb rahimahullah mengatakan, “Aku
bernadzar, bila aku menggibahi seseorang, aku berpuasasatu hari” . Tapi,
akhirnya aku kewalahan, karena aku menggibahi orang lalu aku berpuasa, dan aku
menggibahi orang lagi dan aku berpuasa lagi. Kemudian aku rubah, berniat bila
aku menggibahi orang lain, maka aku akan bersedekah satu dirham. Karena aku
sangat cinta dirham, akhirnya aku bisa meninggalkan ghibah.
Saudaraku..
Apa
yang sudah kita lakukan dengan lidah kita? Apa saja perkataan yang sudah
dikeluarkan, diucapkan oleh lidah kita hari ini saja? Apakah ada perkataan yang
sia-sia atau bahkan lebih dari itu membahayakan kita dan orang lain?
Saudaraku..
Mari
kita renungkan berbagai sikap para orang shalih itu. Berapa banyak busa, ludah
dalam mulut kita yang bercampur dengan kedustaan, ghibah, fitnah, kemunafikan,
mengadu domba, menyebarkan isu, yang bisa melukai orang-orang shalih, para juru
dakwah, para ulama. Apa jadinya bila mulut kitap enuh dengan busa yang telah
kental dengan ghibah, namimah, fitnah, buruk sangka saudara-saudara kita? Pasti
merebak kebencian, saling curiga, permusuhan, diantara sesame. Pasti menghabiskan
tenaga menguras energy, menghilangkan banyak waktu. Dan menmangkas sekian
banyak hasil perjuangan yang seharusnya dirawat dan bisa terus dilanjutkan.
sampai-sampai
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Jawabul Kafi, mengatakan
“
Mengherankan sekali manusia sangat memelihara diri dan hati- hati dari makan
yang haram, dari menzolimi orang lain, dari mencuri, dari meminum minuman yang
memabukkan, dari memandang yang haram dan lainnya. Tapi sulit sekali bagi
mereka untuk memelihara gerak lisah mereka. Tidakkah engkau saksikan, bagaimana
ada seorang yang menjadi rujukan dalam urusan agama, yang zuhud, yang banyak
beribadah, tapi iam engeluarkan kata-kata yang bisa memunculkan kemurkaan Allah
sedangkan ia merasa tidak melakukan apa-apa?”
Dalam
kitab yang sama Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan “ Sesungguhnya seseorang
akan datang pada hari kiamat dengan kebaikan sperti gunung. Tapi kemudian sikap
lisannya yang menghancurkan kebaikan itu seluruhnya. Ada juga seorang yang
datang dengan keburukan seperti gunung, tapi kemudian lisannya juga
menghancurkannya dengan banyak zikir kepada Allah dan apa-apa yang bisa
menyampaikan pada dzikrullah.”
Suadaraku..
saya
menuliskan ini karena terlalu banyak fenomena yang sering saya jumpai pada
orang-orang disekitar saya..ntah itu dalam keadaan sadar ataupun tidak bahwa
apa yang disampaikannya pada saya adalah mengungkit keburukan orang lain.
Nah,.salah satu fenomena yang saya jumpai dari rekan atau bisa dikatakan mereka
dan saya adalah sangat tau tentang ilmu agama tetapi disisi lain belum paham.
Contonya ketika saya mulai membuka pembicaraan dengan salah satu akhwat, saat
itu saya menanyakan tentang perihal “Si
A ini kuliah difakultas apa kak?? Semester berapa?? Dan jurusan apa?, nah..saya
mengatakan itu karena saya baru mengenalnya sedikit hanya nama nya saja,.Namun
saya tidak hanya mendapatkan jawaban dari 3 pertanyaan tadi..Tapi ada
embel-embel dibelakangnya..maksudnya ada jawaban tambahan yang tidak saya
kehendaki dari pertanyaan saya tadi yakni beliau menambah dengan mengatakan
keburukannya. Naudzubillah…bisa jadikan itu masal lalunya, dan sekarang bisa
jadi orang yang saya tanyakan tadi itu sudah berubah/ bertobat.
terlihat
jelas,.tanpa disadari tau tidak kita telah menggibahi orang tersebut. Nah yang
lebih parahnya lagi, ketika pembicaraan saya didengar akhwat yang lain, tiba2
mereka ikut nimbrung dan menambah embel-embel keburukan/aib orang yang saya
tanyakan tadi. Naudzubillah…saat itu saya hanya bisa mengurut dada dan langsung
menghentikan pembicaraan tadi dengan mengatakan “ afwan ukhty, saya hanya butuh
3 jawaban dari pertanyaan tadi, dan saya tidak butuh embel-embel tentang masa
lalu orang tersebut”..Sangat miris ketika saya menemukan hal itu, tidak hanya
itu mungkin fenomena lainnya pernah saya jumpai ketika saya mencoba menanyakan
tentang seseorang kepada rekan diskusi saya saat itu,.nah..saya lagi-lagi
menjumpai hal yang sama. Naudzubillah…!! Saya hanya bisa termenung dan berkaata
dalam hati “kenapa ya sepertinya keburukan itu lebih lama dikenang dari pada
kebaikan seseorang??”
Saudaraku..
Hati-hatilah,
bila kita turut mengungkit keburukan saudara kita, lalu Allah swt menghukum dan
menguji kita dengan musibah. Rasulullah mengatakan, “Jangan kau angkat
keburukan saudaramu, sehingga menyebabkan orang itu mendapat rahmat Allah swt
sedangkan engkau akan ditimpa musibah oleh Allah” (HR. Tirmidzi)
Tags
Islam