Benarkah
Puasa Syawal Makruh?
Sebagian
orang menyatakan bahwa puasa Syawal itu makruh karena dikhawatirkan dapat
dianggap wajib sehingga akhirnya makruh dikerjakan.
Benarkah
demikian?
Mengenai
sunnahnya puasa Syawal sudah disebutkan dalil dan keutamaannya dalam hadits Abu
Ayyub Al Anshori berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa
yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia
berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).
Dalil
di atas menjadi pegangan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad serta Daud bahwa puasa
Syawal itu dihukumi sunnah. Sedangkan Imam Malik dan Imam Abu Hanifah
menganggapnya makruh. Bahkan Imam Malik menyebutkan dalam kitabnya Al Muwatho‘,
“Aku tidak pernah melihat seorang ulama pun melakukan puasa Syawal”. Mereka
sampai berpendapat demikian karena khawatir akan wajibnya.
Sedangkan
pendapat dalam madzhab Syafi’i bersesuaian dengan hadits tegas di atas.
Sebagaimana kata Imam Nawawi rahimahullah, “Pendapat dalam madzhab Syafi’i yang
menyunnahkan puasa Syawal didukung dengan dalil tegas ini. Jika telah terbukti
adanya dukungan dalil dari hadits, maka pendapat tersebut tidaklah ditinggalkan
hanya karena perkataan sebagian orang. Bahkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidaklah ditinggalkan walau mayoritas atau seluruh manusia
menyelisihinya. Sedangkan ulama yang khawatir jika puasa Syawal sampai disangka
wajib, maka itu sangkaan yang sama saja bisa membatalkan anjuran puasa ‘Arafah,
puasa ‘Asyura’ dan puasa sunnah lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51)
Pendapat
Imam Nawawi di atas mengajarkan kita untuk berpegang teguh dengan sabda Rasul
dan bila ada perkataan para ulama yang berseberangan dengan ajaran Rasul, maka
perkataannya-lah yang ditinggalkan. Penjelasan di atas sekaligus menunjukkan
bahwa puasa Syawal tidaklah makruh, namun termasuk sunnah yang dianjurkan yang sudah
selayaknya yang menjalani puasa Ramadhan melakukannya.
Hanya
Allah yang memberi taufik untuk bisa terus beramal sholih.
Referensi:
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An
Nawawi, terbitan Dar Ibn Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Disusun
di malam hari, 3 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar,
Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
Tags
Islam