Dalam bukunya Draeger menuliskan bahwa pada saat bukunya
disusun (medio 1970-an) senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan
dari orang Indonesia. Silat bisa dilihat kebutuhannya bukan hanya dari sekedar
olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan
spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari
mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena hal itulah catatan tertulis
mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Di Minangkabau, silat atau silek diciptakan
oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar, di kaki Gunung Marapi pada
abad XI. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh
Asia Tenggara.
Kebanyakan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang
beragam dari satu daerah ke daerah lain. Seperti asal mula silat aliran Cimande
yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang menyaksikan pertarungan antara
harimau dan monyet dan ia mencontoh gerakan tarung hewan tersebut. Asal mula
ilmu bela diri di Indonesia kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku
asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai,
dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad
ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak
abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun
demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian
yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung
Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa
Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan
lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri.
Dalam Bahasa Minangkabau, silat itu sama dengan silek.
Sheikh Shamsuddin (2005)berpendapat bahwa terdapat pengaruh
ilmu beladiri dari Cina dan India dalam
silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang
kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang
mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan
yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan
lainnya.
Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan
beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat
itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu. Sehingga, setiap daerah
umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan.
Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung
Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat
yang terhebat. Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah
Mada.
Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat
ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan
penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini
dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih
dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama
dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu
beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk
menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari
latihan spiritual.
Silat berkembang di Indonesia dan Malaysia (termasuk
Brunei dan Singapura) dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara perlawanan
terhadap penjajah asing. Setelah zaman kemerdekaan, silat berkembang menjadi
ilmu bela diri formal. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di
Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang
olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA
Games.
Tags
Olahraga