Pada hekekatnya perjudian adalah bertentangan
dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan masyarakat,
bangsa dan negara dan ditinjau dari kepentingan nasional. Perjudian mempunyai
dampak yang negatif merugikan moral dan mental masyarakat terutama generasi
muda. Di satu pihak judi adalah merupakan masalah sosial yang sulit di
tanggulangi dan timbulnya judi tersebut sudah ada sejak adanya peradaban
manusia. Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus besar Bahasa
Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”. Berjudi ialah
mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan,
dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada
jumlah uang atau harta semula.
Pengertian judi adalah tiap-tiap permainan, yang mendasarkan pengharapan buat
menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau
pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain.
Termasuk permainan judi ialah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau
permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau
bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain.
Menurut Dra. Kartini Kartono, pengertian judi
adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu
yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan
tertentu pada peristiwaperistiwa permainan, pertandingan,perlombaan dan
kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.
Dalam KUHP dalam Pasal 303 ayat (3) yang
menyebutkan bahwa: “Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, di
mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka,
juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala
pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak
diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala
pertaruhan lainnya”.
Perjudian didefinisikan sebagai suatu
kegiatan yang melibatkan elemen resiko. Dan resiko didefinisikan sebagai
kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Sementara Robert Carson & James Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology
and Modern Life, mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu
permainan atau kejadian tertentu dengan harapan memperoleh suatu hasil atau
keuntungan yang besar. Apa yang dipertaruhkan dapat saja berupa uang, barang
berharga, makanan, dan lain-lain yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam
suatu komunitas.
Definisi serupa dikemukakan oleh Stephen Lea,
dkk dalam buku The Individual in the Economy, A Textbook of Economic Psychology
(1987). Menurut mereka perjudian tidak lain dan tidak bukan adalah suatu
kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala
hal yang mengandung risiko. Namun demikian, perbuatan mengambil risiko dalam
perilaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang juga
mengandung risiko.
Ketiga
unsur dibawah ini mungkin dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi
dengan perilaku lain yang juga mengandung resiko:
- Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari yang kalah.
- Resiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan.
- Resiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
perjudian adalah perilaku yang melibatkan adanya resiko kehilangan sesuatu yang
berharga dan melibatkan interaksi sosial serta adanya unsur kebebasan untuk
memilih apakah akan mengambil risiko kehilangan tersebut atau tidak.
Dra. Kartini Kartono mengatakan bahwa judi
adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu
yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan
tertentu pada peristiwaperistiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan
kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.
Dari
penjelasan diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan
sebagai taruhan, yaitu:
- Permainan/perlombaan. Yaitu perbuatan yang dilakukan biasanya berbentuk permainan atau perlombaan. Dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati, bersifat rekreatif. Namun disini para pelaku tidak harus terlibat dalam permainan, boleh jadi mereka adalah penonton atau orang yang ikut bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan.
- Untung-untungan. Artinya untuk memenangkan permainan atau perlombaan ini lebih banyak digantungkan kepada unsure spekulatif/kebetulan atau untung-untungan. Atau factor kemenangan yang diperoleh dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang bertaruh yang sudah sangat terbiasa atau terlatih.
- Ada taruhan. Dalam permainan atau pertaruhan ini ada teruhan yang diberlakukan oleh para pihak pemain atau Bandar. Baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Unsure ini merupakan yang paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan.
Bahwa perilaku berjudi memiliki banyak efek
samping yang merugikan bagi si penjudi maupun keluarganya mungkin sudah sangat
banyak disadari oleh para penjudi. Anehnya tetap saja mereka menjadi sulit
untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya. Dari
berbagai hasil penelitian lintas budaya yang telah dilakukan para ahli
diperoleh 5 (lima) faktor yang amat berpengaruh dalam memberikan kontribusi
pada perilaku berjudi.
Kelima
faktor tersebut adalah:
Faktor
Sosial & Ekonomi
Bagi
masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah, perjudian seringkali
dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidaklah
mengherankan jika pada masa undian SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) pada
zaman Orde Baru yang lalu, peminatnya justru lebih banyak dari kalangan
masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, pedagang kaki lima atau buruh.
Dengan modal yang sangat kecil mereka berharap mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya atau menjadi kaya dalam sekejap tanpa usaha yang besar. Selain
itu kondisi social masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan
besar terhadap tumbuhnya perilaku tersebut dalam komunitas.
Faktor
situasional
Situasi
yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah
tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi
dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola
perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika
tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran
yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para
penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa
kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi
pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan untuk menang sangatlah
kecil). Peran media massa seperti televisi dan film yang menonjolkan keahlian
para penjudi yang “seolah-olah” dapat mengubah setiap peluang menjadi
kemenangan atau mengagungagungkan sosok sang penjudi, telah ikut pula mendorong
individu untuk mencoba permainan judi.
Faktor
belajar
Sangatlah
masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku
berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah
dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan
dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang
dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa
perilaku tertentu akan cenderung diperkuat/diulangi bilamana diikuti oleh
pemberian hadiah/sesuatu yang menyenangkan.
Faktor
Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan
Persepsi
yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap
peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi
yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang
keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat
yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang
tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang
diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang
tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam fikiran:
“kalau sekarang belum menang pasti dikesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya”.
Faktor
Persepsi terhadap Keterampilan
Penjudi
yang merasa dirinya sangat terampil dalam salah satu atau beberapa jenis
permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam
permainan judi adalah karena keterampilan yang dimilikinya. Mereka menilai
keterampilan yang dimiliki akan membuat mereka mampu mengendalikan berbagai
situasi untuk mencapai kemenangan (illusion of control). Mereka seringkali
tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh karena keterampilan dan
mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak
pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai “hampir menang”, sehingga
mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan (Papu
Johannes, 2002).