Jika suatu negara memasukkan derogasi dalam hukumnya,
hal ini akan membuat negara menghindari tanggung jawabnya secara hukum atas
pelanggaran hak asasi manusia tertentu. Namun terdapat beberapa hak yang tidak
dapat disimpangi atau diderogasi (non derogable)dan beberapa instrumen-pun
tidak mengizinkan adanya derogasi.
Pasal 4 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik menyatakan
bahwa:
- Dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa dan terdapatnya keadaan darurat tersebut telah diumumkan secara resmi, Negara Pihak pada Kovenan ini dapat mengambil tindakan untuk mengurangi kewajiban mereka menurut Kovenan ini, sejauh yang sungguh-sungguh diperlukan oleh tuntutan situasi, dengan ketentuan bahwa tindakan tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban lain Negara Pihak menurut hukum internasional dan tidak menyangkut diskriminasi yang semata-mata didasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial.
- Penyimpangan terhadap Pasal 6, 7, 8 (ayat 1 dan 2), 11, 15, 16 dan 18 tidak boleh dilakukan menurut ketentuan ini.
- Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini yang menggunakan hak untuk melakukan penyimpangan harus segera memberi tahu Negara Pihak lainnya dengan perantaraan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ketentuan yang terhadapnya dilakukan penyimpangan dan alasan yang mendorong dilakukannya penyimpangan itu. Komunikasi lebih lanjut harus dilakukan, melalui perantaraan yang sama, tentang tanggal diakhirinya penyimpangan kewajiban itu.
Pada umumnya perjanjian internasional juga memiliki
ketentuan yang sama tentang derogasi, sama dengan yang ditentukan dalam Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Alasan Derogasi
Alasan yang boleh digunakan sebagai dasar diizinkannya
derogasi adalah suatu keadaan darurat yang esensial dan mengancam kelanjutan
dari suatu negara, ancaman esensial terhadap keamanan nasional dan disintegrasi
dari kehidupan suatu negara. Perang saudara dan bencana alam (seperti tsunami)
dapat membenarkan adanya derogasi. Walaupun begitu, derogasi hanya dapat
digunakan untuk hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang telah ditentukan. Suatu
negara dapat menggunakan derogasi untuk satu hal tertentu, misalnya penahanan
tersangka daripada menghormati hak asasi manusia secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan oleh adanya praduga bahwa bahwa hak asasi manusia harus tetap
diterapkan sejauh mungkin. Bentuk paling kontroversial dari penggunaan derogasi
adalah untuk Undang-Undang Anti-Terorisme.
Banyak kasus yang dibawa ke Pengadilan HAM Eropa menyangkut hak Inggris
dan Turki untuk membatasi hak penahanan tersangka kasus terorisme.
Walaupun badan-badan international memberikan ruang
penilaian (margin of appresiasion atau diskresi)untuk menentukan ‘bentuk
ancaman’ terhadap keamanan nasional, penggunaan derogasi meningkat pesat
sehingga menuntut badan-badan pemantau internasional untuk mereview derogasi
tersebut. Inggris telah dikritik selama puluhan tahun atas derogasi berkenaan
dengan penahanan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai anggota IRA di
Irlandia utara. Kekhawatiran lain yang selalu muncul ke permukaan adalah tentang
derogasi umum yang dilakukan berbagai negara dalam proses legislasi
antiterorisme setelah serangan World Trade Centre (WTC) di New York dan
Pentagon Washington pada 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Efek Derogasi
Derogasi memiliki efek bagi suatu negara untuk dapat
meloloskan diri dari pelanggaran terhadap bagian tertentu suatu perjanjian
internasional. Derogasi yang sah atas penahanan dengan demikian berarti bahwa
tidak ada satu pun individu yang dapat mengajukan pengaduan terhadap negara
atas penahanan yang tidak sesuai dengan hukum dan tidak ada badan pemantau
international yang dapat menyelidiki kesahihan penahanan yang dilakukan oleh
negara yang bersangkutan.
Tags
HAM