Koentjoroningrat memberikan pengertian akulturasi
sebagai proses di mana para individu warga suatu masyarakat dihadapkan dengan
pengaruh kebudayaan lain dan asing. Dalam proses itu, sebagian mengambil alih
secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing tersebut, dan
sebagian berusaha menolak pengaruh itu. Akulturasi juga dapat didefinisikan
sebagai proses pertemuan unsur-unsur dari dua kebudayaan yang berbeda dan
menghasilkan unsur kebudayaan yang baru, namun tidak sampai mengakibatkan
hilangnya identitas dari masing-masing unsur kebudayaan tersebut.
Proses akulturasi dalam perkembangannya bisa
berubah menjadi proses asimilasi. Asimilasi merupakan suatu proses penyesuaian
sekelompok manusia dengan latar belakang kebudayaan tertentu ke dalam
sekelompok yang lain dengan kebudayaan yang berbeda sedemikian rupa sehingga
sifat khas dan identitas kebudayaan kelompok pertama lambat laun berkurang
(bahkan menghilang).
Akulturasi mengacu pada pengaruh satu
kebudayaan terhadap kebudayaan lain atau saling mempengaruhi antara dua
kebudayaan, yang mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan. Seorang
antropolog Redfield. dkk, mendefinisikanakulturasi meliputi fenomena yang
dihasilkan dua kelompok yang berbeda kebudayaanya mulai melakukan kontak
langsung, yang diikuti pola kebudayaan asli salah satu atau kedua kelompok itu.
Menurut definisi ini, akulturasi hanyalah satu aspek saja dari perubahan
kebudayaan. Sedangkan difusi hanyalah satu aspek dari akulturasi. Difusi atau
proses penyebaran inovasi ke lapisan masyarakat lain selalu terjadi dalam
proses akulturasi, tetapi tidak dapat terjadi tanpa berlanjutnya kontak langsung
yang diperlukan bagi akulturasi (Lauer, 1989).
Antara difusi dan akulturasi mempunyai
persamaan, yaitu kedua proses tersebut memerlukan adanya kontak antara
masyarakat pengirim kebudayaan baru dengan masyarakat penerima kebudayaan baru
tersebut. Perbedaan keduanya adalah, jika pada difusi, kontak tidak perlu
terjadi secara langsung dan kontinu, namun pada akulturasi, kontak harus
merupakan hubungan yang dekat, langsung dan kontinu. Kontak tersebut dapat
terjadi melalui perdagangan, kolonisasi, misi penyebaran agama, migrasi dll.
Dohrendwend
dan Smith (dalam Ruswanto, 2003) mengemukakan adanya empat arah kemungkinan
perubahan yang dapat dihasilkan dari kontak antara dua kebudayaan:
- Pengasingan, menyangkut cara-cara tradisional oleh anggota pendukung suatu kebudayaan tanpa menerima cara-cara kebudayaan yang lain.
- Reorientasi, menyangkut perubahan ke arah penerimaan struktur normative kebudayaan yang lain.
- Reafirmasi, menyangkut penguatan kembali kebudayaan lama/tradisional.
- Penataan kembali, menyangkut kemunculan bentuk-bentuk baru seperti yang ditemukan dalam gerakan utopis.
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa
akulkturasi mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan difusi, setidaknya
dalam arti kebudayaan lain yang dipengaruhi akan lebih menyerupai kebudayaan
yang mempengaruhi. Dan dapat di jelaskan juga bahwa akulturasi sebagai pola
perubahan dimana terjadi penyatuan antara dua kebudayaan. Penyatuan ini
dihasilkan dari kontak yang berlanjut.
Mengenai jenis kontak, kedua kebudayaan dapat
dikategorikan sebagai yang kuat dan yang lemah atau sama kuatnya atau menurut
kemampuan anggota masyarakat pendukung satu kebudayaan tertentu untuk
memaksakan aktivitas tertentu terhadap anggota masyarakat pendukung kebudayaan
kedua. Dominasi ekstrem satu kebudayaan atas kebudayaan lain terjadi bila
anggota masyarakat pendukung satu kebudayaan tertentu dapat membawa anggota
masyarakat pendukung kebudayaan lain masuk kedalam aktivitas mereka sendiri
dalam posisi status yang lebih rendah dan mengucilkanya dari posisi status yang
tinggi, dan pada waktu yang bersamaan dapat memasuki aktivitas anggota
masyarakat pendukung kebudayaan lain itu dalam posisi status yang tinggi.
Kesadaran berbudaya muncul bersamaan dengan munculnya
loyalitas etnis dalam diri individu tersebut ketika ia mengalami diskriminasi,
yang tidak selalu bermakna negatif. Imigran akan mengalami diskriminasi karena
status minoritasnya. Sebenarnya status minoritas inilah yang menjadi inti dari
masalah status sosial. Dengan kata lain ia harus beradaptasi dengan cara
akulturasi. Jadi, proses akulturasi terjadi mula-mula ketika sekelompok
individu dari dua kelompok budaya yang berbeda mengadakan kontak secara
terus-menerus satu sama lain dan setelahnya mengalami perubahan pola budaya
pada salah satu atau keduanya seperti model akulturasi yang dikemukakan oleh
Robert Park yaitu KONTAK (dari tangan pertama) → AKOMODASI (menerima) →
ASIMILASI (diterima/menjadi bagian).
Perbedaan reaksi adaptasi dapat terjadi antar
individu dalam kelompok minoritas yang sama atau memiliki latar belakang atau
tingkat pendidikan yang sama yang disebabkan oleh perbedaan motivasi (
pendorong ) seperti keputusan/keinginan pribadi, motivasi ekonomi, politik, dan
lainnya, yang mana yang lebih menguntungkan/berguna baginya maupun hanya
sekedar untuk mempertahankan hidup. Reaksi adaptasi budaya ini juga selektif
terhadap perilaku, nilai-nilai, dan lainnya tergantung pada individu
masing-masing. Hal lama apakah yang akan digantinya dengan hal yang baru, dan
sebaliknya hal lama yang akan tetap dipegangnya. Contoh kasus: kelompok
minoritas Tionghoa di Jakarta, akan berbeda dengan kelompok minoritas Tionghoa
di Medan yang mana masing-masing anggota kelompok dalam sebuah keluarga juga
akan mengalami perubahan pola budaya yang berbeda.
Tags
Dinamika Sosial