Pembahasan dalam bab ini jelas berhubungan
dengan bab-bab sebelumnya. Sebab pelanggaran hak asasi manusia berkaitan dengan
norma atau instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia ---yang telah
dibahas sebelumnya, dengan instrumeninstrumen hukum nasional. Pertautan antara
instrumen internasional hak asasi manusia dengan hukum nasional inilah yang
membedakan apa yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia dengan
pelanggaran hukum biasa.
Aspek-aspek inilah yang mendapat tekanan
dalam uraian bab ini, dengan berusaha melihatnya dalam konteks pemahaman yang
berkembang dalam hukum hak asasi manusia internasional.
Definisi Pelanggaran Hak
Asasi Manusia
Apa yang dimaksud dengan pelanggaran hak
asasi manusia? Hingga saat ini memang belum ada satu definisi yang telah
diterima secara umum. Meski belum dimiliki suatu definisi yang disepakati
secara umum, namun di kalangan para ahli terdapat semacam kesepakatan umum
dalam mendefinisikan pelanggaran hak asasi manusia itu sebagai suatu
“pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen
internasional hak asasi manusia”. Pelanggaran negara terhadap kewajibannya itu
dapat dilakukan baik dengan perbuatannya sendiri (acts of commission) maupun
oleh karena kelalaiannya sendiri (acts of ommission). Dalam rumusan yang lain,
pelanggaran hak asasi manusia adalah “tindakan atau kelalaian oleh negara
terhadap norma yang belum dipidana dalam hukum pidana nasional tetapi merupakan
norma hak asasi manusia yang diakui secara internasional”.
Inilah yang membedakan pelanggaran hak asasi
manusia dengan pelanggaran hukum biasa. Dalam rumusan di atas terlihat
denganjelas bahwa pihak yang bertanggungjawab adalah negara, bukan individu atau
badan hukum lainnya. Jadi sebetulnya yang menjadi titik tekan dalam pelanggaran
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara (state responsibility). Konsep
tanggung jawab negara dalam hukum internasional biasanya dipahami sebagai
“tanggung jawab yang timbul sebagai akibat pelanggaran hukum internasional oleh
negara”.
Tetapi dalam kaitannya dengan hukum hak asasi
manusia internasional, pengertian tanggung jawab negara bergeser maknanya
menjadi “tanggung jawab yang timbul sebagai akibat daripelanggaran terhadap
kewajiban untuk melindungi dan menghormati hak asasi manusia oleh negara”.
Kewajiban yang dimaksud itu adalah kewajiban yang lahir dari
perjanjian-perjanjian internasional hak asasi manusia, maupun dari hukum
kebiasaan internasional (international customary law) --khususnya norma-norma
hukum kebiasaan internasional yang memiliki sifat jus cogens.
Umumnya telah diterima pandangan yang
menyatakan bahwa negara tidak hanya memiliki kewajiban menghormati (to respect)
hak asasi manusia yang diakui secara internasional, tetapi juga berkewajiban
memastikan (to ensure) penerapan hak-hak tersebut di dalam jurisdiksinya.
Kewajiban ini sekaligus menyiratkan secara eksplisit, bahwa negara berkewajiban
untuk mengambil langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran. Jika
negara gagal mengambil langkah-langkah yang memadai atau sama sekali tidak
mengambil upaya-upaya pencegahan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, maka
negara tersebut harus bertanggung jawab. Pertanggungjawaban negara ini merupakan
pertanggungjawaban kepada seluruh masyarakat internasional (erga omnes), bukan
kepada “negara yang dirugikan” (injured state’s) --sebagaimana dikenal dalam
hukum internasional tradisonal.
Pelanggaran hak asasi manusia yang dipaparkan
di atas jangan diidentikkan dengan “kejahatan internasional paling serius” (the
most serious international crimes). Meskipun kejahatan internasional tersebut
--seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, agresi, terorisme dan
kejahatan perang-- bisa saja disebut sebagai “pelanggaran hak asasi manusia”,
tetapi ia tidak dapat begitu saja disamakan dengan pelanggaran hak asasi
manusia sebab pertanggungjawabannya sangat berbeda. Dalam kejahatan-kejahatan
internasional paling serius itu yang bertanggungjawab adalah individu, bukan
entitas abstrak seperti negara. Sedangkan dalam pelanggaran hak asasi manusia
yang bertanggungjawab adalah negara.
Bukti-Bukti Pelanggaran Hak
Asasi Manusia
Hampir setiap saat dapat disaksikan
pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia, baik yang terjadi di
negara-negara yang sedang dilanda konflik bersenjata seperti di Irak,
Palestina, Sudan, atau di negara-negara totaliter seperti Korea Utara dan Myammar.
Tetapi bersamaan dengan itu, juga dapat disaksikan usaha-usaha negaranegara
tersebut untuk menutup rapat-rapat pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di
wilayah mereka. Singkatnya, pelanggaranhak asasi manusia senantiasa disangkal oleh
aktor yang justru harus bertanggungjawab terhadapnya, yaitu negara. Inilah paradok
hukum hak asasi manusia internasional.
Penyangkalan negara terhadap pelanggaran yang
dilakukannya itu membutuhkan adanya pemantauan atau investigasi. Melalui
pemantauan, dapat diperoleh gambaran umum mengenai ketaatan negara dalam
memenuhi kewajiban internasionalnya di bidang hak asasi manusia. Menyangkut
implementasi perjanjian internasional hak asasi manusia yang telah diratifikasi
oleh negara, misalnya, dapat dipantau apakah kewajibankewajiban yang harus
dilakukan sudah dilaksanakan atau belum. Sedangkan melalui investigasi, dapat
diperoleh rincian pelanggaran yang terjadi yaitu apakah bersifat masif atau
tidak? Biasanya hasil investigasi dilengkapi dengan mengumpul bukti-bukti yang kuat,
yang kemudian dapat digunakan bagi kepentingan penuntutan atau prosekusi.
Pengumpulan bukti-bukti pelanggaran hak asasi
manusia tersebut sangat diperlukan dalam kaitannya dengan usaha penyelesaian
atau pertanggungjawabannya. Sangat sulit dibayangkan bisa diambil langkah
penyelesaian apabila tidak diketahui bagaimana sifat dan skala pelanggaran hak
asasi manusia yang terjadi. Di sinilah arti penting pengumpulan bukti-bukti
pelanggaran hak asasi manusia, baik yang dilakukan melalui pemantauan maupun
investigasi.
Penyelesaian Pelanggaran Hak
Asasi Manusia
Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik
dalam kategori berat atau bukan, senantiasa menerbitkan kewajiban bagi negara
untuk mengupayakan penyelesaiannya. Penyelesaian tersebut bukan hanya penting
bagi pemulihan (reparation) hak-hak korban, tetapi juga bagi tidak terulangnya
pelanggaran serupa di masa depan. Jadi usaha penyelesaian pelanggaran hak asasi
manusia harus dilihat sebagai bagian dari langkah memajukan dan melindungi hak
asasi manusia secara keseluruhan. Sekecil apapun langkah penyelesaian yang
dilakukan, ia tetap harus dilihat sebagai langkah kongkrit melawan impunitas.
Itulah sasaran penyelesaian pelanggaran hak
asasi manusia, sebab tidak ada hak asasi manusia tanpa pemulihan atas
pelanggarannya. Itu sama artinya dengan mengatakan bahwa impunitas akan terus
berlangsung apabila tidak ada langkah kongkrit untuk memenuhi hak-hak korban
pelanggaran hak asasi manusia dan memulihkan tatanan secara keseluruhan.
Tags
HAM