Limbah industri tahu pada umumnya
dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah
padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu,
tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang menempel pada kedelai) dan sisa
saringan bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa
kotoran berasal dari proses awal (pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah
padat yang terjadi tidak begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai).
Sedangkan limbah padat yang berupa ampas tahu terjadi pada proses penyaringan
bubur kedelai. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari
produk tahu yang dihasilkan.
Limbah cair pada proses produksi tahu berasal
dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi
tahu, penyaringan dan pengepresan/pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair
yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah
dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih (whey). Cairan ini mengandung
kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah ini sering dibuang
secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau
busuk dan mencemari lingkungan.
Limbah cair industri tahu merupakan salah
satu sumber pencemaran lingkungan. Beban pencemaran yang ditimbulkan
menyebabkan gangguan serius terutama untuk perairan di sekitar industritahu.
Mengingat asal air buangan berasal dari proses yang berbeda-beda, maka
karakteristiknya berbeda-beda pula. Untuk air buangan yang berasal dari
pencucian dan perendaman nilai cemarnya tidak begitu tinggi sehingga masih dapat
dibuang ke perairan. Sedangkan untuk air buangan yang berasal dari proses pemasakan
nilai cemarnya cukup tinggi, dengan demikian harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke perairan.
Pada umumnya limbah cair pabrik tahu ini
langsung dibuang ke sungai melalui saluran-saluran. Bila air sungai cukup deras
dan lancar serta pengenceran cukup (daya dukung lingkungan masih baik) maka air
buangan tersebut tidak menimbulkan masalah. Tetapi bila daya dukung lingkungan
sudah terlampaui, maka air buangan yang banyak mengandung bahan-bahan organik
akan mengalami proses peruraian oleh jasad renik dapat mencemari lingkungan.
Parameter air limbah tahu yang biasanya diukur antara lain temperatur, pH,
padatan-padatan tersuspensi (TSS) dan kebutuhan oksigen (BOD dan COD).
Temperatur biasanya diukur dengan menggunakan
termometer air raksa dengan skala Celsius. Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (konsentrasi
ion hidrogen) air limbah. Skala pHberkisar antara 1-14;kisaran nilai pH 1-7
termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH7 adalah kondisi netral
(Siregar, 2005).
Padatan-padatan Tersuspensi/TSS (Total
Suspended Solid) digunakan untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi
proses dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap konsentrasi
residu diperlukan untuk menjamin kemantapan proses kontrol (Siregar, 2005).
Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan
melalui BOD dan COD. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah oksigen yang
diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia.Nilai BOD
bermanfaat untuk mengetahui apakah air limbah tersebut mengalami biodegradasi
atau tidak, yakni dengan membuat perbandingan antara nilai BOD dan COD.
Oksidasi berjalan sangat lambat dan secara teoritis memerlukan waktu tak
terbatas. Dalam waktu 5 hari (BOD5), oksidasi organik karbon akan mencapai
60%-70% dan dalam waktu 20 hari akan mencapai 95%. COD adalah kebutuhan oksigen
dalam proses oksidasi secara kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada
BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada
secara biologi. PengukuranCOD membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat, yakni
dapat dilakukan selama 3 jam, sedangkan pengukuran BOD paling tidak memerlukan waktu
5 hari. Jika korelasi antara BOD dan COD sudah diketahui, kondisi air limbah
dapat diketahui (Siregar, 2005).