Sutisna
(1993) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan dapat kiranya dilukiskan
sebagai “mengkoordinasikan upaya orang-orang ke arah tercapainya tujuan-tujuan
organisasi dengan efektif dan efesien”.
Rumusan ini menyoroti aspek-aspek
penting dari organisasi. Dalam hal ini administrasi dilukiskan memiliki arti
yang lebih luas dari apa yang biasa orang kerjakan sehari-hari atau “pekerjaan
klerk”. Administrasi yang dimaksud
menyangkut peranan dan fungsi pimpinan yang meliputi berbagai kegiatan, yang
semuanya diarahkan untuk tercapainya tujuan organisasi.
Engkoswara
(1987)
memandang Administrasi Pendidikan sebagai suatu ilmu. Dalam hal ini dapat diartikan suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana menata sumber daya pendidikan (manusia, sumber belajar,
dan fasilitas) untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal, dan produktif,
serta bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta
dalam pencapaian tujuan pendidikan yang disepakati bersama. Ditegaskan di sini bahwa pendidikan merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan kualitas kemandirian manusia. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan banyak
dipengaruhi oleh Administrasi atau Manajemen Pendidikan, yang dalam hal ini
berarti mengelola, mengatur, atau menata pendidikan.
Nasution (1994)
mendefinisikan administrasi pendidikan sebagai “proses keseluruhan semua
kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas
yang tersedia baik personal, material maupun spiritual untuk mencapai tujuan
pendidikan”.
Sedangkan Nawawi (1998) memandang
Administrasi Pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan, yang selanjutnya
dikemukakan bahwa “Administrasi Pendidikan
adalah serangkaian kegiatan atau seluruh proses pengendalian usaha kerjasama
sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis
yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan
formal”.
Tilaar (2001) menyamakan istilah administrasi pendidikan
dan manajemen pendidikan. Istilah
manajemen pendidikan diartikan sebagai “suatu kegiatan yang mengimplikasikan
adanya perencanaan dan rencana pendidikan serta kegiatan implementasinya”. Istilah manajemen ini disebut juga
“pengelolaan”.
Konsep administrasi merujuk pada proses
penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan sumberdaya melalui usaha kerja sama
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efeisien. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan
oleh Pfiffner (1953) bahwa “administration may be defined as the
organization of human and material resource to achieve desired ends”.
Selanjutnya Sergiovanni et al (2000)
mengemukakan bahwa administrasi umumnya didefinisikan sebagai “the process
of working with and through others to accomplish organizational goals
efficiently”. Hal ini menunjukkan
bahwa definisi administrasi mengacu pada proses bekerja sama dan bekerja
melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Paling menarik adalah teori yang dahulu
dikemukakan oleh Bernard (1938), Simon (1945), dan Griffiths (1959) bahwa
administrasi adalah suatu pergeseran dari doing to deeding. Teori tersebut menunjukkan suatu proses
pergeseran yang juga melibatkan sumberdaya manusia bekerjasama dengan
sumberdaya lain yang melahirkan berbagai keputusan.
Dalam
hal ini dikemukakan bahwa cakupan prinsip administrasi adalah:
- memprioritaskan tujuan di atas pertimbangan pribadi dan mekanisme organisasi (priority of objectives over machinery and personal considerations).
- adanya koordinasi wewenang dan tanggung jawab
- adanya penyesuaian tanggung jawab terhadap karakter pribadi (adaptation of responsibility to the character of the personal)
- pengakuan terhadap faktor-faktor psikologis manusia, dan
- relativitas nilai-nilai (relativity of values)
Merujuk kepada pendapat para ahli tentang
definisi Administrasi Pendidikan, dapat dipahami bahwa Administrasi pendidikan
dapat dipandang melalui pendekatan ilmu, proses, tugas, atau kata-kata perilaku
kepemimpinan yang pada dasarnya semua berkenaan dengan penataan dan pengelolaan
sumber daya pendidikan dan berbagai perilaku dalam organisasi guna mencapai
tujuan pendidikan yang optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat
beberapa hal yang terkandung dalam konsep administrasi pendidikan, antara lain
adanya : (a) tujuan yang hendak dicapai,
(b) proses kerjasama dalam menata, (c)
proses kegiatan, (d) pemanfaatan
sumberdaya, (e) suatu sistem, (f) adanya
sumber belajar, dan (g) fasilitas.
Disimpulkan bahwa keberadaan administrasi
pendidikan sangatlah penting dalam menjamin terlaksananya proses pendidikan
secara maksimal. Dalam hal ini, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1994: 9), mengklasifikasikan fungsi administrasi
pendidikan sebagai berikut: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengawasan,
dan substantif adalah: (a) tenaga pendidik, (b) siswa, (c) sarana prasarana,
(d) kurikulum-pengajaran, (e) pembiayaan, (f) ketatausahaan, (g) hubungan
sekolah dengan masyarakat, dan (h) lingkungan sekolah.
Hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan Engkoswara (1999) bahwa dalam
pengelolaan suatu lembaga pendidikan dilihat dari sudut administrasi pendidikan
terdapat tiga fungsi utama dari perilaku manusia dalam organisasi, yaitu: (1)
Perencanaan, (2) Pelaksanaan, dan (3) Pengawasan.
Ketiga
fungsi tersebut menyangkut tiga bidang garapan utama, yaitu:
- Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi: peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan.
- Sumber Belajar (SB), berupa alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, diantaranya kurikulum.
- Sumber Fasilitas dan Dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Fungsi dan garapan manajemen pendidikan
tersebut merupakan media atau perilaku organisasi yang diharapkan dapat
mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk kepentingan
perorangan maupun untuk kelembagaan.
Fungsi utama perilaku berorganisasi dalam bidang pendidikan
yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan
pengawasan (evaluating) pendidikan yang menyangkut tiga bidang garapan
utama yaitu: (1) Sumberdaya manusia (SDM) yang terdiri atas peserta didik,
tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; (2) Sumber belajar
(SB) adalah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, di
antaranya kurikulum; dan (3) Sumber fasilitas dan dana (SFD) sebagai faktor
pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semua fungsi dan garapan manajemen pendidikan
ini merupakan media (teknologi pendidikan) atau perilaku berorganisasi yang
diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk
kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan. Ini mempunyai arti bahwa kriteria
keberhasilan suatu manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan.
Produktivitas pendidikan dapat dilihat dan diukur dari sudut
efektivitas dan efisiensi pendidikan.
Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi dan proses
pendidikan. Prestasi dapat dilihat dari
masukan dan keluaran yang merata dan banyak, bermutu, relevan dan memiliki
nilai ekonomi yang berarti. Pemerataan
dalam arti dapat menampung masukan dan banyak dan menghasilkan tamatan dan
hasil pendidikan yang banyak pula dan bermutu sesuai dengan prinsip demokrasi
pendidikan. Mutu atau kualitas
pendidikan dapat dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga
pendidikan baik dalam produk dan jasa atau pelayanan yang mampu bersaing di
pasaran atau di lapangan kerja yang ada dan yang diperlukan. Relevan dalam arti
ada keterkaitan (link) dan kesepadanan (match) dengan kebutuhan masyarakat yang
sedang membangun baik yang berkenaan dengan ketenagaan maupun dengan ilmu yang
dihasilkan. Nilai ekonomis adalah barang dan jasa atau tamatan yang dihasilkan
oleh suatu lembaga pendidikan itu memiliki makna ekonomi minimal mendapat
penghargaan yang baik atau layak.
Proses pendidikan diharapkan dengan memanfaatkan tenaga,
fasilitas, dana dan waktu yang sesedikit mungkin tetapi hasilnya banyak,
bermutu, relevan dan bernilai ekonomi tinggi.
Dengan demikian produktivitas pendidikan adalah salah satu kriteria
keberhasilan manajemen pendidikan yang diharapkan dapat membekali kualitas
kemandirian manusia Indonesia seutuhnya dan kualitas kemandirian masyarakat
Indonesia.
Penggunaan pendekatan perspektif terpadu bisa digunakan
dengan suatu paradigma, yaitu alur berpikir atau kerangka acuan yang dapat
dipergunakan sebagai pola dasar dalam manajemen pendidikan baik pada tingkat
lokal, nasional, maupun global.
Paradigma itu dibagi ke dalam paradigma manajemen pendidikan secara
makro, messo, dan mikro.
Paradigma manajemen pendidikan secara makro adalah manajemen
yang mengkaji keterkaitan utuh antara rona kecenderungan kehidupan dengan
kemampuan kualitas kemandirian manusia Indonesia dan rambu-rambu pembekalan dalam
suatu sistem pendidikan. Paradigma ini sebagai dasar perencanaan pendidikan
baik pada tingkat pusat maupun daerah. Paradigma nasional adalah perencanaan
pendidikan pada tingkat nasional sebagai panduan atau acuan dalam membangun
keutuhan bangsa dalam NKRI. Sedangkan paradigma pada tingkat daerah adalah
perencanaan pendidikan di daerah yang memiliki karakteristik khusus, tetapi
tetap dalam kerangka acuan nasional.
Paradigma manajemen pendidikan secara meso ialah manajemen
pendidikan kelembagaan atau satuan pendidikan baik pendidikan dalam keluarga,
masyarakat, maupun sekolah. Paradigma
ini adalah salah satu alat pegangan untuk pelaksanaan pendidikan. Paradigma ini
diutamakan untuk pengelola pendidikan khususnya kepala satuan/lembaga
pendidikan dan stafnya dalam menggerakkan segenap komponen lembaga pendidikan,
di antaranya tenaga kependidikan khususnya guru atau dosen dan pendamping atau
komite pendidikan bagi pendidikan di sekolah dan wali amanat dalam perguruan tinggi.
Paradigma manajemen pendidikan secara mikro ialah manajemen
proses pendidikan unit kecil dalam waktu yang relatif singkat misalnya dalam
tiap pertemuan individu atau kelompok/kelas sekitar satu atau tiga jam. Paradigma
ini diutamakan bagi guru/dosen, instruktur, tutor, laboran secara profesional.
Tags
Psikologi Pendidikan