Begitu banyak fenomena sosial di masyarakat sekitar
kita. Dimulai dari anak jalanan, gelandangan dan pengemis (gepeng) yang makin
banyak, merupakan fenomena sosial yang tidak dapat dihindarkan keberadaannya
dari kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan tentunya.
Selama ini, kebijakan yang sering diterapkan dalam menangani anak jalanan
adalah dengan mendirikan rumah singgah. Namun keberadaan rumah singgah sering
tidak menyelesaikan persoalan. Banyak anak jalanan yang bosan dengan program
rumah singgah yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Mereka lebih merasa bebas
dan nyaman dengan tetap hidup dengan cara mereka sendiri.
Keterbatasan sumber daya aparatur pemerintah dan
banyaknya masyarakat yang masih bersimpati dengan cara memberikan sumbangan di
persimpangan jalan dan di tempat-tempat umum lainnya juga jadi kendala, serta
adanya kenyataannya bahwa penghasilan gelandangan, pengemis dan pedagang
asongan dengan meminta sedekah dan berjualan di jalanan lebih banyak daripada
memiliki usaha sendiri yang permanen.
Gelandangan, pengemis dan pedagang asongan
mendapatkan uang tanpa ada usaha kerja keras namun melanggar norma yang berlaku
di masyarakat serta mengganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Persoalan ini menjadi dilema bagi pemerintah
karena di satu sisi pemerintah melakukan pembinaan agar gepeng dan pedagang
asongan tidak meminta-minta dan berjualan di jalanan, namun di sisi lain
masyarakat memberikan sedekah di jalanan dan membeli sesuatu dari pedagang
asongan tersebut, dan bahkan kegiatan gelandangan dan pengemis dilaksanakan
melalui eksploitasi oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan.
Di zaman ini banyak orang mengalami kondisi yang
tidak mereka inginkan. Faktor keterbatasan ekonomi menjadi alasan utama
melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak semestinya dilakukan. Pencurian,
penyalahgunaan narkoba menjadi mata pencaharian yang paling instant yang mereka
pilih. Alasannya, karena mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk dan modal
yang besar.
Kita juga sering melihat banyak orang yang
terkena depresi, mungkin itu disebabkan oleh tekanan ekonomi yang membelit
mereka. Hal ini juga menjadi PR bagi pemerintah, bagaimana menerapkan kebijakan
publik untuk membuat rakyat negeri ini menjadi lebih baik mentalnya.
Semua lapisan masyarakat merasa butuh menyambut
dan merayakan lebaran dengan caranya masing-masing. Maka telah menjadikan
Lebaran sebagai sebuah momentum meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap
kebutuhan-kebutuhan pokok (primer) dan terutama adalah pada kebutuhan non
primer (sekunder dan tersier). Anggapan dan penilaian bahwa yang namanya Idul
Fitri adalah serba baru telah membawa masyarakat menjadi bersifat konsumtif
disaat Lebaran datang.
Tawaran diskon dan potongan harga serta yang
dinamakan cuci gudang benar-benar menyihir masyarakat untuk melakukan
peningkatan konsumsi yang luar biasa sewaktu menyambut yang namanya Lebaran
ini. Baju-baju didiskon di mall-mall. Sepatu dan sendal ditawarkan potongan
harga. Pernak-pernik perhiasan diberikan harga khusus. Bahkan yang namanya
handphone keluaran baru juga dibandrol dengan harga murah. Objek-objek wisata
menawarkan perlakuan dan harga tiket masuk khusus sewaktu hari Lebaran tiba.
Tags
Dinamika Sosial