Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyimpangan Perilaku Makan (III) yaitu:
Citra Tubuh
Citra tubuh adalah sebuah istilah yang
mengacu pada persepsi seseorang mengenai tampilan fisik tubuhnya. Secara
esensial, citra tubuh seseorang merupakan cara bagaimana mereka mempersepsikan
tampilan luar mereka dan pada banyakkasus citra tubuh seseorang bisa sangat
berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Citra tubuh seringkali diukur dengan
menanyakan kepada subjek bentuk tubuhnya saat ini dengan bentuk tubuh idela
yang ditampilkan melalui serangkaian gambar. Perbedaan antara kedua nilai
tersebut mengambarkan sejauh mana ketidakpuasan subjek tersebut terhadap
tubuhnya sendiri. Perasaan negatif seseorang tentang tubuhnya pada beberapa
kasus memicu timbulnya kelainan mental seperti depresi atau penyimpangan
perilaku makan. Monteath dan McCabe (2008) menemukan bahwa 44% perempuan
mengekspresikan perasaan yang negatif mengenai bentuk tubuh mereka. Studi
lainnya menemukan bahwa 56% perempuan dan sekitar 40% laki-lakimerasa tidak
puas dengan penampilan fisik mereka secara keseluruhan (NN E, 2008).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Davies
dan Rurnham (1986) pada anak perempuan berusia 11-13 tahun, sebanyak 45% menganggap
diri mereka gemuk dan ingin menjadi lebih kurus. Padahal di antara anak-anak
tersebut hanya 4% yang pada kenyataannya memang overweight (NN F, 2008). Tienboon
dan rekan dalam Brown (2005) melaporkan bahwa 41% remaja perempuan dan 14%
remaja laki-laki merasa diri mereka overweight. Penelitian oleh Fairburn, et al
(1998 & 1999) menyebutkan bahwa evaluasdiri yang negatif berhubungan
signifikan dengan kejadian penyimpangan perilaku makan. Orang dengan evaluasi
diri yang negatif memiliki risiko 4,4 kali lebih besar untuk mengalami BED dan
memiliki risiko 8,2 kali lebih besar untuk mengalami anoreksia nervosa. The
McKnight Investigators (2003) menyebutkan dalam studinya tentang onset
penyimpangan perilaku makan bahwa keinginan untuk memiliki tubuh kurus
berhubungan signifikan dengan onset penyimpangan perilaku makan. Krowchuk dan
rekan (1998) juga melaporkan bahwa penggunaan laksatif atau perilaku muntah
yang disengaja pada remaja berhubungan secara signifikan dengan merasa diri
overweight.
Budaya ”kurus” merupakan bentuk tubuh ideal
atau jalan menuju sukses yang diperkenalkan di negara-negara Barat telah merambah
ke berbagai belahan dunia menjadi faktor penguat pencitraan tubuh yang salah
atau negatif. Bombardir media tentang bentuk tubuh yang kurus membuat orang merasa
dirinya gemuk. Studi oleh Stice, (1994) dan Heinberg, et al., (1999) melaporkan
bahwa dua karakteristik psikologis individual yang mempunyai potensi kuat dalam
membangun citra tubuh yang salah adalah internalisasi nilai ”kurus adalah
ideal” dan perbandingan bentuk tubuh. Internalisasi nilai ”kurus adalah ideal”
merefleksikan keinginan untuk berusaha menyamai keidealan tersebut dan persepsi
pentingnya menjadi kurus demi kesuksesan dan daya tarik. Beberapa studi eksperimental
telah membuktikan bahwa internalisasi nilai ”kurus adalah ideal” berhubungan
dengan peningkatan ketidakpuasan penampilan dalam jangka pendek pada remaja
putri dan mahasiswi terkait dengan media (Thompson, 2004). Makin besar
kesenjangan antara berat badan yang sesungguhnya dengan berat badan yang
diinginkan, makin besar usaha yang dilakukan untuk memperbaiki penampilannya.
Semakin tinggi pula risiko remaja itu melakukan usaha ekstrim dalam rangka mengontrol
dan memelihara berat badannya
Rasa Percaya Diri
Dalam psikologi, rasa percaya diri merefleksikan
penilaian seseorang akan dirinya secara utuh. Rasa percaya diri mencakup kepercayaan
dan emosional (NN G, 2008). Rasa percaya diri erat kaitannya dengan citra
tubuh. Citra tubuh adalah pesepsi seseorang tentang penampilan fisiknya. Rasa
percaya diri adalah persepsi seseorang tentang dirinya sebagai satu kesatuan
yang utuh, perasaan seseorang tentang nilai dirinya sebagai seorang manusia. Rasa
percaya diri yang rendah berkontribusi pada terjadinya penyimpangan pada citra
tubuh dan citra tubuh yang keliru tidak dapat sepenuhnya dikoreksi sebelum
masalah rasa percaya diri dibereskan. Rasa percaya diri yang rendah dapat
menyebabkan permasalahan dalam persahabatan, stres dan kecemasan, depresi dan dapat
berpengaruh pada perilaku makan seseorang. Rasa percaya diri yang rendah juga
merupakan salah satu karakteristik primer dari gadis yang mengalami
penyimpangan perilaku makan. Mereka merasa bahwa mereka tidak dapat mencapai
apa yang diinginkan oleh Persepsi diri negatif Purging Diet ketat Binge eating lingkungan
sekitarnya. Lalu mereka menjadi ekstrim dalam usahanya untuk menyesuaikan
dengan tuntutan lingkungan sekitar (Eating Disorders Venture, 2006).
Jika pada sebuah populasi remaja putri
terdapat mereka yang sangat memperhatikan berat badan dan soal lainnya yang terkait
dengan tubuh. Dimana rasa percaya diri mereka berkaitan dengan mencapai dan menjaga
tampilan fisik tertentu. Remaja tersebut memiliki risiko tertentu untuk mengalami
penyimpangan perilaku makan (Herzog dan Bradburn dalam Cooper dan Stein, 1992).
Thompson (2004) juga menyebutkan bahwa pengaruh negatif dan rasa percaya diri
yang rendah secara konsisten memiliki korelasi dengan ketidakpuasan terhadap
tubuh. Penelitian Neumark-Sztainer (2000) menyebutkan bahwa tingkat percaya
diri yang rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan berdiet dan
penyimpangan perilaku makan. Orang dengan rasa percaya diri yang rendah
memiliki kemungkinan 3,74 kali lebih besar untuk berdiet dan 5,95 kali untuk
mengalami penyimpangan perilaku makan.
Aspek Psikologis dan
Kepribadian
Pada dasarnya anoreksia nervosa adalah sebuah
perasaan takut kehilangan kendali diri atau menjadi di luar kendali. Pada kasus
klasik, penderita anoreksia tumbuh di sebuah lingkungan dimana semua hal diputuskan
untuknya. Konsekuensinya, konstelasi kepribadian orang tersebut mencakup
kebutuhan akan sebuah pengaturan, pola yang kaku tentang berpikir dan perilaku
(pemikiran hitamputih, disiplin diri yang ekstrim), rasa percaya diri yang
rendah perfeksionis dan menarik diri dari lingkungan sosial. Kombinasi tersebut
merupakan sebuah kombinasi letal sejalan dengan tidak ditoleransinya kegagalan.
Pada kasus bulimia karakteristik yang khas adalah dikendalikan oleh penerimaan
orang lain, mencari sumber eksternal untuk pembuktian diri karena rasa percaya
diri yang kurang. Tetapi penderita bulimia lebih berkembang secara sosial.
Kekakuan dan isolasi sosial digantikan oleh sifat impulsif dan emosi yang labil
(McDuffie dan Kirklwy dalam Krummel dan Etherton, 1996).
Hampir 70% kasus anoreksia dan bulimia nervosa
terjadi setelah si penderita mengalami suatu kejadian yang tidak mengenakan
atau kesulitan dalam hidupnya. Terdapat kecenderungan orang-orang tersebut memiliki
perilaku coping yang tidak sesuai terkait dengan kejadian hidup yang dialaminya.
Kepribadian yang obsesional berkaitan dengan rasa muak pada diri dan terlalu sensitif
dengan kritik. Keduanya dapat memicu timbulnya perilaku kompensasi (Treasure
dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005). Menurut Fairburn dan Hill dalam Geissler
dan Powers (2005), bawaan kepribadian contohnya perfeksionis sampai pengalaman
hidup seseorang seperti pelecehan atau kekerasan berkaitan dengan penyimpangan
perilaku makan. Perfeksionis dan obsesivitas merupakan karakteristik yang umum
pada penderita anoreksia nervosa. Sementara trauma, pelecehan seksual dan
kekerasa fisik berkaitan dengan perilaku bulimik. CNN (2006) melaporkan bahwa
orang dengan depresi, kecemasan yang berlebihan dan obsessive compulsive
disorder memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami penyimpangan perilaku
makan. Penderita anoreksia cenderung memiliki kepribadian perfeksionis.
Sementara penderita bulimia memiliki masalah dengan kontrol terhadap dorongan
kata hati. Perilaku perfeksionistik merupakan hal yang umum di antara para
penderita penyimpangan perilaku makan. Dalam sebuah keluarga dengan jumlah anak
yang banyak, terkadang anak berpikir bahwa menjadi sesempurna mungkina
merupakan hal yang paling mudah untuk dilakukan. Saat perfeksionisme
bersingungan dengan citra tubuh, maka kemungkinan berkembangnya penyimpangan
perilaku makan meningkat secara drastis. Tidak ada tubuh manusia yang sempurna,
tetapi perfeksionisme menciptakan sebuah kebutuhan untuk membuat tubuh menjadi sempurna
walaupun hal tersebut sudah jelas tidak akan tercapai. Pada beberapa kasus,
perfeksionisme muncul dalam bentuk kepribadian obsessive compulsive disorder
atau OCD (Tiemeyer, 2007). Orang dengan OCD memiliki kemungkinan terlibat pada
perilaku yang ganjil, seperti mengunyah tiap gigitan sebanyak 40 kali atau
memotong menjadi sekian banyak potongan tertentu. OCD membuat penyimpangan
perilaku makan semakin kuat. Pada hampir semua kasus, seorang perfeksionis
mengindikasikan adanya keinginan mendasar untuk menciptakan keteraturan pada
apa yang mereka lihat sebagai sesuatu yang kacau (Tiemeyer, 2007).
Banyak dari penderita anoreksia dan bulimia
nervosa mengatakan bahwa mereka depresi. Selain itu juga ditemukan bahwa angka
prevalensi yang tinggi kelainan kecemasan yang berlebihan di antara orang yang
mengalami penyimpangan perilaku makan (Gilbert dalam Garrow dan James, 1993).
Kelainan kepribadian juga secara relatif umum
terjadi pada orang yang mengalami penyimpangan perilaku makan. Terdapat
beberapa kelainan kepribadian yang sering ditemukan pada kasus penyimpangan
perilaku makan, yaitu borderline personality disorder, obsessive-compulsive personality
disorder dan avoidant personality disorder. Borderline personality disorder
(BPD) adalah sebuah pola dari perilaku impulsif dan tidak stabil yang
mempengaruhi emosi, persabahatan dan situasi kondisi. Seseorang dengan BPD
memiliki rasa takut yang amat besar akan keterkucilan. Obesissve compulsive
personality disorder (OCPD) sedikit berbeda dari obsesive compulsive disorder
(OCD) dimana pada OCPD tidak terdapat obsesi dan dorongan. OCPD merupakan pola
dimana kontrol ditegakkan di atas fleksibilitas, aturan diterapkan di atas
kenyamanan dan hubungan dikontrol di atas keterbukaan. Hidup orang tersebut
didominasi dengan aturan dan kesempurnaan. Avoidant personality disorder (AvPD)
bermanifestasi sebagai sebuah pola penghindaran kontak karena adanya perasaan
ketidakmampuan. Tujuan utama orang dengan AvPD adalah menghindari kritik dan mereka
sangatlah sensitif dengan umpan balik yang negatif (Tiemeyer, 2007).