Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyimpangan Perilaku Makan (V) Yaitu:
Bullying
Nauert (2007) mendefinisikan bullying sebagai
suatu tindakan agresif yang dapt berupa tindakan fisik, verbal atau secara
tidak langsung, dengan ketidakseimbangan kekuatan dimana korban tidak dapat
mempertahankan dirinya.
Menurut Pace (2001), karakteristik bullying
terdiri dari adanya ketidakseimbangan kekuatan (orang atau kelompok yang
melakukan bullying memiliki kekuatan yang lebih daripada korban), adanya
keinginan untuk menganggu atau menyakiti dan kejadiannya berulang. Bullying
bisa berupa psikologis dan emosional (menyebarkan gosip, pengucilan); verbal
(sebutan atau ancaman) dan fisik (mendorong atau memukul). Moore, et al (2002)
melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara bullying oleh teman
sebaya dengan kejadian BED pada perempuan kulit putih dan kulit hitam.
Perempuan kulit putih yang pernah mengalami bullying oleh taman sebayanya
berisiko 2,3 kali untuk mengalami BED. Sementara perempuan hitam yang pernah
mengalami bullying oleh teman sebayanya berisiko 3,3 kali untuk menderita BED.
Fairburn dan rekan (1998) juga menemukan bahwa remaj perempuan yang pernah
mengalami bullying berisiko 5,5 kali untuk mengalami BED bila dibandingkan
dengan remaja yang tidak pernah mengalaminya.
Ejekan
Seperti diketahui, penyimpangan perilaku makan
timbul dari berbagai factor yang kompleks. Hal-hal sederhana bisa saja menjadi
suatu pemicu bagi timbulnya penyimpangan perilaku makan. Kata-kata nampaknya
sangat sederhana, tetapi bagi remaja atau seseorang yang tidak menyukai
dirinya, kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat. Bayangkan seorang pelatih
gimnastik berpengalaman bekerjasama dengan seorang atlet perempuan usia 12
tahun. Pelatih itu sangat dihormati dan sang atlet mengikuti seluruh saran yang
dibuat oleh pelatihnya. Saat latihan, sang pelatih memberikan komentar tentang
ukuran kaki sang atlet. Pelatih berkata bahwa dengan ukuran kaki yang sekarang
dimilikinya, dia akan susah untuk berkompetisi dengan atlet lain. Bagi seorang
remaja 12 tahun yang sedang sangat memperhatikan perkembangan tubuhnya
dibandingkan dengan teman sebayanya, komentar tersebut akan sangat membekas dan
berdampak besar baginya. Komentar dari orang tua atau anggota keluarga lain
seputar berat badan atau bentuk tubuh juga memiliki efek yang besar dalam
perannya sebagai pemicu penyimpangan perilaku makan (Tiemeyer,2007).
Remaja merupakan satu fase usia dimana mereka
sedang dalam proses pencarian jati diri dan mereka dapat memasukkan komentar
dari orang lain ke dalam hati. Berbeda dengan lingkungan sekitarnya (misalnya
dalam bentuk tubuh atau berat badan) seringkali tidak dapat diterima oleh para
remaja (Tiemeyer, 2007).
Haines, et al (2006) menyebutkan bahwa ejekan
tentang berat badan merupakan prediktor terhadap timbulnya binge eating dengan
hilang kendali di antara remaja perempuan dan laki-laki pada 5 tahun masa
tindak lanjut setelah disesuaikan dengan umur, ras/etnis dan SES. Fairburn dan
rekan (1998) dalam sebuah studinya tentang faktor risiko BED menemukan adanya
hubungan bermakna antara kritik dari anggota keluarga dan ejekan/hinaan tentang
bentuk tubuh, berat badan atau perilaku makan dengan risiko BED. Perempuan yang
pernah dikritik oleh anggota keluarganya tentang bentuk tubuh, berat badan atau
perilaku makan berisiko 3,7 kali untuk mengalami BED. Sedangkan perempuan yang
pernah diejek/dihina tentang bentuk tubuh, berat badan atau perilaku makan
berisiko 2,4 kali untuk menderita BED. Thompson (2004) menyebutkan bahwa faktor
penguat yang paling kuat terbentuknya ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh
adalah ejekan. Pada sebuah studi cross sectional, ejekan tentang berat badan
dan bentuk tubuh berkorelasi kuat dengan ketidakpuasan terhadap tubuh secara
independen dengan IMT. Studi Cash (1995) mengimplikasikan ejekan sebagai
penyebab potensial timbulnya ketidakpuasan terhadap tubuh. Sebuah studi
prospektif oleh Cattarin dan Thompson (1994), ditemukan bahwa ejekan tentang
berat badan dan bentuk tubuh merupakan prediktor timbulnya ketidakpuasan
terhadap tubuh (Thompson, 2004).
Media Massa
Penelitian oleh Miguel, et al (2003)
menyimpulkan bahwa media massa berperan pada onset penyimpangan perilaku makan.
Miguel dan rekan menemukan bahwa insiden penyimpangan perilaku makan yang lebih
tinggi terjadi pada remaja usia muda, terbiasa makan sendirian dan secara
teratur membaca majalah remaja atau mendengarkan program radio. Miguel dan
rekan tidak menemukan perbedaan insiden penyimpangan perilaku makan dengan
jumlah jam menonton televisi. Namun terdapat hubungan signifikan antara
peningkatan insiden penyimpangan perilaku makan dengan waktu yang dihabiskan
untuk mendengarkan program radio dengan nilai OR 1,11 untuk tiap 1 jam
penambahan waktu. Selain itu, juga ditemukan bahwa semakin sering membaca
majalah tentang remaja (setidaknya seminggu sekali) juga berhubungan dengan
penyimpangan perilaku makan dengan OR sebesar 1,55. Remaja yang masuk dalam
kategori sering dalam penggunaan radio dan majalah berisiko 2,1 kali lebih
tinggi untuk mengalami penyimpangan perilaku makan. Field dan rekan (1999)
melaporkan dalam hasil studinya bahwa berusaha untuk tampil sama dengan model
yang ada di televisi, film atau majalah merupakan faktor prediktor bagi onset
perilaku purging bagi remaja putri dengan OR sebesar 1,9. Field dan rekan
(1999) pada studi yang lain melaporkan bahwa terdapat asosiasi linier positif
antara frekuensi memcaca majalah wanita dengan prevalensi berdiet untuk
menurunkan berat badan karena artikel di majalah, memulai program latihan fisik
karena artikel di majalah, ingin menurunkan berat badan karena gambar yang ada
di majalah dan menganggap bahwa gambar di majalah tersebut mempengaruhi ide
mereka tentang bentuk tubuh yang ideal. Field dan rekan juga mengkritisi pihak
media karena telah mempromosikan secara berlebihan citra tubuh kurus. Pihak
media memegang peranan dalam perkembangan dari perhatian terhadap berat badan
dan penyimpangan perilaku makan. Penelitian Wilson dan rekan (2006) memberikan
hasil bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna, penderita penyimpangan perilaku
makan pengguna situs yang pro terhadap penyimpangan perilaku makan memiliki
durasi sakit yang lebih lama.
Menurut Fairburn dan Hill dalam Geissler dan
Powers (2005), paparan pada citra tubuh kurus yang dibawa oleh media dapat
memicu terjadinya ketidakpuasan terhadap tubuh terutama pada orang yang telah
merasa tidak puas. Pada gilirannya, mereka akan mencari gambar tubuh kurus
tersebut untuk perbandingan atau tujuan motivasional. Sementara proses
penyingkiran citra tubuh gemuk dengan mengekslusinya atau dengan penghinaan
terus berjalan seiring dengan proses idealisasi citra tubuh kurus menimbulkan
ketidakpuasan pada berat atau bentuk tubuh. Ketidakpuasan inilah yang merupakan
prokrusor yang umum dari penyimpangan perilaku makan. Tekanan sosial, budaya
kurus dan peran media massa dalam menyebarluaskan pesan bahwa menjadi kurus
merupakan jalan menuju kebahagiaan, kesuksesan atau kecantikan turut
meningkatkan risiko terjadinya penyimpangan perilaku makan. Penyimpangan
perilaku makan bukanlah sebuah bentuk pemberontakan terhadap bentuk keidealan
yang tidak realistis tersebut, melainkan sebuah bentuk penerimaan yang
dibesar-besarkan (Sizer dan Whitney, 2006).
Bentuk lain media yang memiliki pengaruh pada
penyimpangan perilaku makan adalah situs pro-anoreksia (pro-ana) ataupun
pro-bulimia (pro-mia). Keberadaan situs-situs tersebut meningkat dan populer di
kalangan penderita anoreksia atau bulimia nervosa. Situs-situs ini memiliki
potensi bahaya yang besar karena bukannya mengambarkan penyimpangan perilaku
makan sebagai sebuah penyakit, mereka malah mempopulerkannya sebagai gaya
hidup. Pada situs pro-mia seringkali ditemukan tips dan trik untuk
menyembunyikan perilaku purging yang dilakukan. Foto-foto artis atau figur
publik yang menguruskan diri dan model yang menginspirasikan citra tubuh kurus
dipajang di tiap halaman situs. Bahkan beberapa situs menawarkan solidaritas
dalam sebuah komunitas bulimia (Eating Disorder Venture, 2006).
Beberapa situs pro-ana dan pro-mia memang
menyediakan informasi tentang bahaya dari penyimpangan perilaku makan. Tetapi
ternyata data itu digunakan untuk mendorong pembacanya mempelajari cara baru
dalam menjalani penyimpangan perilaku makan dalam rangka menghindari bahaya
tersebut. Saat penyimpangan menjadi semakin jauh dan sakit mulai dirasakan
kembali, mereka akan mengakses lagi. Hal ini akan menjadi sebuah lingkaran yang
sulit untuk diputus (Tiemeyer, 2007).