Guuyss,
tau bahaya MSG bagi tubuh kita g? Nah, bagi yang suka memasak pake MSG atau
penyedap rasa kudu tau nih beberapa bahaya MSG bagi tubuh kita. Yuuk, jaga
kesehatan mulai sedini mungkin
Monosodium Glutamanat dalam
Penyedap Rasa:
Eksitotoksin Penyebab Obesitas, Kerusakan Otak, dan Penyakit
Lain
MSG atau Monosodium Glutamat adalah zat
tambahan (aditif) pada makanan yang sangat populer. MSG merupakan garam natrium
dari asam glutamat. MSG banyak ditemukan
pada makanan yang dijual bebas, baik makanan dalam kemasan maupun makanan yang
dimasak dahulu sebelum disajikan.
Sebagaimana zat aditif lainnya seperti
aspartam, SLS, fluoride, dll, yang memicu banyak kontroversi, demikian pula MSG
ini. Pihak-pihak seperti produsen dan badan pengawas makanan dari berbagai
negara umumnya masih menganggap aman senyawa ini, berdasarkan riset yang mereka
selenggarakan. Sementara itu, pihak-pihak seperti kalangan medis, akademisi,
dan yayasan perlindungan konsumen
biasanya mempunyai pendapat yang berseberangan. Mereka menerbitkan sejumlah
hasil riset yang berbeda, yang menunjukkan bahaya mengonsumsi zat ini. Paling
tidak, menyarankan pembatasan pemakaian hingga kadar yang sangat rendah
Pada tahun 1975, disebutkan oleh Nurhasan,
seorang peneliti PIRAC (suatu lembaga riset dan advokasi kepentingan publik),
bahwa Institut Pertanian Bogor pernah melakukan penelitian efek MSG terhadap ayam.
Hasil yang didapatkan, unggas ini mati setelah mengonsumsinya. Ia mengatakan
hasil ini bisa dihubungkan dengan kasus Sindrom Restoran China.
Berbagai penelitian di luar negeri
menyebutkan bahwa MSG adalah sebuah exitotoxin, racun kimia yang dapat merangsang
dan mematikan sel-sel otak. MSG dikaitkan dengan efek kejang, mual, alergi,
ruam, sakit kepala, serangan asma, mulut terasa kering, hilang ingatan,
memperburuk gangguan saraf degeneratif seperti alzheimer, penyakit Parkinson,
Autisme serta ADD (Attention Deficit Disorder), dll. Sejumlah penelitian menemukan bahwa MSG
terkait dengan obesitas, kerusakan jaringan otak, degenerasi makular (pusat
retina mata) dan kerusakan hati.
Ironisnya, MSG masih banyak sekali kita
temukan pada berbagai makanan yang kita santap. Disetiap sudut jalan, disetiap
tempat, bahkan di rumah-rumah. Sangat sulit bagi seseorang untuk membebaskan
diri dari zat aditif yang satu ini. Seorang ibu di masa kini sulit sekali
memisahkan buah hatinya dari konsumsi MSG. MSG ada pada fast food,
makanan-makanan kegemaran anak-anak seperti mie instan, bakso, sosis, siomay,
pempek, makanan kemasan, serta makanan
ringan lainnya.
MSG dan Obesitas
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa MSG
dapat menyebabkan penambahan berat badan dan obesitas pada hewan percobaan.
Efek yang sama pun dapat terjadi pada manusia. Penelitian tersebut disusun
dalam sebuah jurnal mengenai obesitas, dan menemukan bahwa zat aditif pada makanan
akan merusak pusat pengaturan nafsu makan di hipotalamus (suatu bagian di
otak), dan menyebabkan resistensi (kekebalan) terhadap leptin. Leptin adalah
protein hormon yang mengatur asupan energi dan penggunaan energi, termasuk
nafsu makan dan metabolisme.
Para peneliti melakukan studi cross-sectional
di Cina, dan para peserta diminta untuk memberi tambahan MSG dalam jumlah yang
telah ditetapkan ketika memasak makanan.
Penelitian yang dilakukan terhadap hewan
mengindikasikan bahwa MSG dapat menginduksi lesi (luka) hipotalamus dan
resistensi leptin, yang kemungkinan mempengaruhi keseimbangan energi, dan
akhirnya dapat menyebabkan obesitas. Studi ini meneliti hubungan antara asupan
MSG dengan kelebihan berat badan pada manusia.
Setelah disesuaikan dengan faktor pembaur
yang potensial (termasuk aktifitas fisik dan total asupan energi), maka diambil
kesimpulan bahwa asupan MSG sangat berkaitan dengan peningkatan indeks massa
tubuh. Selain itu, prevalensi kegemukan secara signifikan lebih tinggi pada pengguna
MSG daripada yang tidak menggunakan MSG. Penelitian ini memberikan data bahwa
asupan MSG berkaitan dengan peningkatan resiko kegemukan, terlepas dari
aktifitas fisik dan total asupan energi pada manusia.
MSG dan Kerusakan Jaringan
Otak
MSG dianggap sebagai neurotoksin. Banyak
penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara zat aditif makanan ini
dengan kerusakan jaringan otak pada hewan. MSG adalah garam natrium glutamat
dan glutamat sendiri telah banyak dikenal sebagai suatu eksitotoksin (selain
aspartam).
Glutamat sebenarnya adalah neurotransmitter
normal di otak yang hanya ada di cairan ekstaseluler (di luar sel) otak dalam
jumlah yang sangat kecil. Namun, ketika jumlah glutamat meningkat, maka kerja
sel-sel otak menjadi abnormal, dan sel-sel mengalami eksitotoksisitas, yakni
suatu proses patologis dimana sel saraf rusak dan mati karena stimulasi yang
berlebih oleh zat-zat neurotransmitter, seperti glutamat dll.
Beberapa studi menunjukkan bahwa efek samping
ini berjalan dengan perlahan dan dalam jangka waktu yang panjang, sedangkan
pada beberapa orang dengan kepekaan yang lebih besar, eksitotoksisitas akan
menjadi lebih parah. Banyak penelitian telah membuktikan hal ini.
MSG dan Degenerasi Makular
Beberapa studi menunjukkan bahwa MSG dapat
menyebabkan degenerasi makular (degenerasi retina). Dalam sebuah penelitian di
tahun 2002, para peneliti dapat mengamati kerusakan retina pada hewan percobaan
yang diberi makanan yang mengandung MSG selama 3 bulan dan 6 bulan. Penelitian
ini menunjukkan bahwa diet dengan kelebihan natrium glutamat selama beberapa
tahun dapat meningkatkan konsentrasi glutamat dalam cairan mata (vitreous) dan
dapat menyebabkan kerusakan sel retina.
MSG dan Peradangan dan
Displasia Sel Hati
Pada tahun 2008, sebuah studi yang disusun
pada jurnal Autoimun, bahwa para peneliti melaporkan bahwa MSG yang disuntikkan
pada tikus dapat menyebabkan peradangan hati yang signifikan, yaitu obesitas
dan diabetes tipe-2. Para peneliti mengamati efek jangka panjang dari MSG pada
peradangan dengan menganalisis MSG yang disuntikkan pada tikus dan memfokuskan
pada patologi hati. Mereka menemukan bahwa pada bulan ke-6 dan ke-12 semua
mencit (tikus kecil) yang diberi MSG mengalami peradangan dan displasia
(perubahan struktural yang abnormal) pada sel hati, dan lesi-lesi pun
terdeteksi pada beberapa kasus.
Penelitian
tersebut menyebutkan:
“Kami
menyimpulkan bahwa pemberian MSG pada mencit menyebabkan obesitas dan diabetes
dengan steatosis dan steatohepatitis menyerupai manusia NAFLD dan NASH dengan
luka pre-neoplastik. Kesimpulan penelitian ini secara signifikan membuat kita
menyoroti luasnya penggunaan MSG pada makanan dan kami menyarankan agar profil
keamanan perusahaan MSG diperiksa ulang dan berpotensi ditarik dari rantai
makanan”.
MSG Sebagai Penyedap Rasa
Banyak makanan kaleng, olahan, kemasan dan
makanan cepat saji yang mengandung MSG, tetapi seringnya, MSG dicantumkan pada
label komposisi makanan dengan nama yang lain. Beberapa nama yang sering
digunakan di antaranya adalah: protein nabati terhidrolisis, protein nabati
terautolisis, protein bertekstur nabati, ekstrak ragi terhidrolisis, ekstrak
ragi terautolisis, ekstrak protein nabati, sodium kasein, kalsium kasein,
ekstrak ragi, protein bertekstur whey, dan protein bertekstur kedelai. Bahkan
pada istilah rempah-rempahan dan perisa alami dapat menunjukkan adanya MSG.
Menurut sebagian penelitian, MSG dalam jumlah
tertentu masih dianggap aman. Beberapa negara industri menetapkan konsumsi MSG
yang masih bisa ditolerir sebesar 0,3 – 1 gr perhari. Akan tetapi jumlah ini
sulit diketahui secara pasti.
Apalagi kini, banyak produsen enggan
menuliskannya pada setiap kemasan. Kadar dalam masakan yang kita masak
sehari-hari pun sulit diketahui secara pasti, karena senyawa ini tercampur
sedemikian rupa dalam makanan sehingga banyak orang yang sama sekali tidak
menyadari ketika sudah mengonsumsi MSG dalam jumlah berlebih. Jumlah yang
dikategorikan melampaui batas bila konsumsi MSG mencapai 30 mg/kg BB perhari.
Cara terbaik untuk menghindari MSG adalah
dengan membeli bahan-bahan makanan dan memasaknya sendiri di rumah. Bacalah
kembali label makanan dengan hati-hati untuk mengetahui berbagai penyamaran
nama MSG sebelum kita membeli makanan dalam kemasan.
Wallahu
A’lam bish shawab.
Tags
Gizi dan Nutrisi