Akad dan aspek legalitas
Dalam
bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi
karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Produk apa pun yang
dihasilkan semua perbankan, termasuk di dalamnya perbankan syariah, tidak akan
terlepas dari proses transaksi yang dalam istilah fiqih muamalahnya disebut
dengan aqd, kata jamaknya al-uqud. Ada beberapa asas al-uqud yang harus
dilindungi dan dijamin dalam wadah Undang-Undang (UU) Perbankan Syariah.
Asas-asas yang dimaksudkan yakni:
- Asas Ridha’iyyah
- Asas Manfaat
- Asas Keadilan
- Asas Saling Menguntungkan
Seringkali
nasabah berani melanggar kesepakatan perjanjian yang telah dilakukan bila hukum
itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila
perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.
Ketentuan rukun akad dari transaksi bank
syariah berbeda dengan bank konvensional. Rukun akad dalam bank syariah adalah:
- Penjual
- Pembeli
- Barang
- Harga
- Akad/ijab qabul
Syarat dari pelaksanaan transaksi bank
syariah juga berbeda dari bank konvensional. Syarat pelaksanaan transaksi dalam
perbankan syariah yaitu:
- Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
- Harga barang dan jasa harus jelas
- Tempat penyerahan harus jelas, karena berdampak pada biaya transportasi.
- Barang objek transaksi harus sepenuhnya berada dalam objek kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale yang terjadi dalam pasar modal.
Ada beberapa hal lain yang harus
diperhatikan dalam suatu akad, yaitu:
- Akad yang dilakukan para pihak (bank dan nasabah) bersifat mengikat.
- Para pihak yang melakukan akad harus memiliki itikad baik. Hal ini sangat penting diperhatikan untuk kelangsungan pelaksanaan akad itu sendiri.
- Memperhatikan ketentuan-ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ekonomi selama tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam, dan tidak berlawanan dengan asas-asas al-uqud.
- Para pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, sepanjang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku umum dan semangat moral perekonomian dalam Islam.
Lembaga penyelesaian sengketa
Berbeda
dengan bank konvensional dalam bank
syariah jika timbul sengketa antara nasabah dengan bank maka kedua belah pihak
tidak menyelesaikannya di pengadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai
dengan materi dan tata cara hukum syariah.
Penyelesaian
sengketa perbankan syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 1
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dilakukan peradilan agama, dan dalam
ketentuan Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 penyelesaian
sengketa juga dapat dilakukan sesuai dengan isi akad, namun tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah. Yang dimaksud penyelesaian sengketa sesuai
dengan isi akad adalah penyelesaian sengketa dengan melalui upaya musyawarah,
mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) atau lembaga
arbitrase lainnya.
Struktur organisasi
Bank
syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional,
misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang membedakan antara
bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas
Syariah.
Dewan Pengawas Syariah berfungsi atau
bertugas sebagai:
- Mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan syariah.
- Membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
- Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.
Hal ini
sesuai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Dewan Pengawas Syariah diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham, atas
rekomendasi MUI.
Bisnis dan usaha yang dibiayai
Dalam
bank syariah bisnis yang dibiayai tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah. Bank syariah tidak mungkin
membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.
Hal-hal pokok yang harus dipastikan agar
suatu permintaan pembiayaan dapat disetujui yaitu:
- Apakah objek yang dibiayai halal atau haram?
- Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
- Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila?
- Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
- Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal?
- Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?
Lingkungan dan budaya kerja
Sebuah
bank syariah harus memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Hal
ini menyangkut etika kerja dan usaha yang merupakan cerminan dari sunnah
Rasulullah SAW berkaitan dengan ketauladanannya dalam perilaku kehidupan
sebagai aplikasi dari nilai-nilai syariah.
Dalam hal
etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi perilaku setiap
karyawan sehingga tercermin intergritas aksekutif muslim yang baik. Disamping
itu, karyawan bank harus memiliki skillful dan professional, dan mampu
melakukan team work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi.
Demikian pula dalam hal punishment dan reward, diperlukan prinsip keadilan yang
sesuai syariah. Etika juga harus dijaga dalam hal berpakaian (aurat yang
tertutup) dan tingkah laku para karyawan serta perlakuan yang baik terhadap
nasabah sehingga memberikan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan
yang membawa nama besar Islam.
Tags
Bank dan Asuransi