Hawkins (1986) mendefinisikan postpurchase
dissonance sebagai suatu keraguan atau kecemasan yang dialami oleh seorang
konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif
permanen. Keraguan atau kecemasan ini
terjadi karena konsumen tersebut berada dalam suatu keadaan yang
mengharuskannya membuat komitmen yang relatif permanen terhadap sebuah pilihan
alternatif dari pilihan alternatif lainnya yang tidak jadi dipilih oleh
konsumen tersebut. Oleh karena itu kebanyakan pembuatan keputusan terbatas
(limited decision making) tidak akan menghasilkan postpurchase dissonance
karena konsumen tidak mempertimbangkan tampilan- tampilan yang menarik yang ada
dalam merek atau produk yang tidak dipilih yang juga tidak ada dalam produk
atau merek yang dipilih (Hawkins, 1986).
Postpurchase dissonance juga dapat diartikan
sebagai rasa tidak aman yang dirasakan oleh seorang pembeli tentang kesesuaian
dari pembelian yang telah pembeli tesebut lakukan. Schiffman dan Kanuk,
(1994) mendefinisikan postpurchase
dissonance sebagai suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang terjadi
setelah adanya proses pembelian, dimana setelah proses pembelian, konsumen
memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan yang
cenderung untuk memecahkannya dengan mengubah sikap mereka agar sesuai dengan
perilaku mereka.
Loudon & Bitta (1993) berpendapat bahwa
postpurchase dissonance terjadi sebagai hasil dari perbedaan antara keputusan
konsumen dengan evaluasi sebelumnya. Loudon dan Bitta (1984) juga menambahkan
bahwa postpurchase dissonance akan semakin tinggi ketika individu memiliki
komitmen yang besar terhadap pembeliannya. Komitmen tersebut bukan hanya
terhadap sejumlah uang yang telah ia gunakan, tetapi juga waktu, usaha dan ego.
Selanjutnya, selama keputusan membeli dibuat, disonansi terjadi ketika konsumen
menyadari bahwa produk alternatif tersebut memiliki karakteristik positif dan
negatif.
Setelah
melakukan pembelian suatu barang, seorang konsumen akan berusaha mengurangi
keraguan (dissonance) yang dia alami (Hawkins, 1986), dengan cara antara lain:
- Meningkatkan rasa suka terhadap merek, atau produk yang telah dia beli
- Mengurangi rasa suka terhadap alternatif yang ditolak
- Mengurangi tingkat kepentingan terhadap keputusan membeli.
Usaha mengurangi dissonance tersebut juga
sangat dipengaruhi oleh reevaluasi internal dari alternatif-alternatif atau
re-evaluasi internal yang didukung oleh informasi eksternal yang baru.
Berdasarkan sejumlah uraian mengenai
postpurchase dissonance maka dapat disimpulkan bahwa postpurchase dissonance
adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu
keputusan pembelian yang sulit dan relatif permanen terhadap suatu produk.
Tags
Psikologi Konsumen