Secara
bersamaan sering dijumpai penggunaan istilah moral, ahklak, dan etika.
Ketiganya memiliki makna etimologis sama, yakni adat kebiasaan, perangai, dan
watak. Hanya saja, ketiganya berasal dari bahasa yang berbeda, masing-masing
Latin, Arab, dan Yunani. Akar ketiganya adalah mos (jamaknya: moses), khuluq
(jamaknya: akhlaq), dan ethos (jamaknya: ta etha). Namun demikian, tidak mudah
menterjemahkan secara persis sama untuk ketiga istilah ini. Paling tidak,
seperti yang dikatakan oleh Sheila Mc. Donough, bahwa tidak mudah untuk
menentukan istilah-istilah dan konsep-konsep etika dari kebudayaan yang berbeda.
Istilah moral dan etika berasal dari linguistik Eropa asli, masing-masing dari
Latin dan Yunani (Greece). Bahasa nonEropa memiliki istilah yang berbeda-beda
mengenai moral dan etika, seperti dharma dalam bahasa India dan li dalam bahasa
China. Adapun akhlak sendiri merupakan istilah yang tepat dalam bahasa Arab
untuk arti moral dan etika. Jadi, bahasa moral, the language of moral, sangat
bervariasi antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain, bahkan secara
personal. Sekilas tampak ada kesamaan antara ketiga istilah tersebut, namun
untuk lebih jelasnya akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan berikutnya.
Dengan
demikian, dapat diambil suatu temuan ternyata akhlak merupakan bentuk kata
jamak, plural, dari kata tunggalnya khuluq, selanjutnya untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih komprehensif, perlu diuraikan pengertian akhlak secara
terminologis. Banyak sekali para ahli di bidang akhlak yang memaparkan akhlak
secara definitif. Diantaranya Ibn Miskawaih, menurutnya karakter (akhlak)
merupakan suatu keadaan jiwa yang menyebabkan jiwa bertindak tanpa berpikir
atau dipertimbangkan secara mendalam.
Pendapat
ini diamini oleh al-Ghazali (1059-1111 M.), menurutnya: al-khuluq (jamak
akhlaq) adalah ibarat (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap)
dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
wajar tanpa memikirkan pikiran dan pertimbangan.
Pendapat
ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Zaidan: Akhlak adalah nilai-nilai dan
sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sumber dan ukurannya seseorang
dapat menilai perbuatannya baik dan buruk untuk kemudian memilih melakukan atau
meninggalkannya.
Merunut
ketiga definisi di atas, ada kesepakatan akhlak merupakan keadaan sifat yang
tertanam dalam jiwa memanifestasikan perbuatan-perbuatan sepintas tanpa
berpikir dan pertimbangan. Dengan demikian, perbuatan yang didasari suatu motif
tertentu bukanlah hasil dari akhlak. Seperti seseorang menyumbangkan harta,
belum tentu itu karena akhlaknya, akan tetapi mungkin karena memiliki motif
ingin dilihat atau dipandang baik oleh orang lain.
Al-Gazali
mempertegas akhlak bukanlah perbuatan karena beberapa banyak orang yang
akhlaknya pemurah tetapi memberi dan sebaliknya ada orang yang akhlaknya kikir,
tetapi ia memberi karena ada pengaruh ria. Akhlak bukan pula suatu ma’rifat
(mengetahui dengan mendalam), karena ma’rifat itu berhubungan dengan yang baik
dan buruk dengan suatu cara. Tetapi akhlak pada dasarnya adalah keadaan jiwa
dan bersifat batiniyah yang mendorong terhadap tingkah laku. Dari sini secara
mutlak akhlak bukanlah perbuatan baik atau buruk dan bukan pula kekuasaan atas
keduanya, tetapi akhlak adalah keadaan yang dengannya jiwa mempersiapkan untuk
memunculkan tingkah laku.
Tags
Etika