Bank
mempunyai makna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara
keuangan antara dua pihak, dimana dua pihak tersebut terdiri dari pihak yang
bekelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Syariah apabila dilihat dari
bank syariah Indonesia memiliki arti yaitu aturan perjanjian yang dilakukan
oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana atau untuk pembiayaan
kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Pengertian
dari Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai
perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana
untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan ajaran hukum Islam.
Bank syariah juga memiliki istilah lain yaitu Islamic banking atau interest fee
banking, yang mengandung pengertian suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan
operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi dan ketidakpastian
ataupun ketidakjelasan.
Secara
umum para ulama sepakat bahwa tujuan dari sistem perbankan syariah adalah untuk
menghilangkan kezaliman dalam sistem ekonomi khususnya sistem perbankan. Salah
satu bentuk kezaliman itu adalah adanya unsur eksploitasi atas yang lemah oleh
yang kuat dalam interaksi ekonomi. Salah satu contoh yang sering ditampilkan
oleh praktisi perbankan syariah adalah wujudnya praktek ribawi dalam sistem
perbankan konvensional. Praktek disini adalah pemodal tidak mengetahui kepada
pekerjaan apa bank memberikan modal dan apakah pekerja dalam pekerjaan tersebut
untung atau rugi yang penting bagi pemilik modal adalah modal yang diberikan
tidak hilang dan mendapat keuntungan yang banyak dari pekerjaan tersebut.
Sedangkan dalam bentuk yang lainnya, praktek riba (bunga) masih menjadi sistem
yang berlaku pada sistem perbankan konvensional.
Sebagai
sebuah lembaga keuangan Bank Syariah mempunyai suatu mekanisme dasar, yaitu
menerima deposito dari pemilik modal dan mempunyai kewajiban untuk menawarkan
pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan memakai sistem dan skema
pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Yang menjadi dasar terbentuknya
Bank Islam juga bersumber dari adanya larangan riba di dalam Al-Quran dan Hadis
sebagai berikut:
Orang-orang
yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang
yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Yang demikian
itu karena mengatakan : “ Perdagangan itu sama saja dengan riba”. Padahal Allah
telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Oleh karena itu barang
siapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari
memakan riba), maka baginyalah apa yang telah lalu dan mengulangi lagi (memakan
riba) maka itu ahli neraka mereka akan kekal didalamnya (QS.Al-Baqarah:275).
Allah
telah menghapus riba dan ia menyuburkan sedekah. (QS. Al- Baqarah:276).
Selain bersumber dari ketentuan Al-Quran
dan Hadis Bank Islam juga didasari oleh beberapa kenyataan yaitu:
- Praktek-praktek sistem bunga dan akibatnya. Sistem bunga yang dimaksud disini yaitu suatu tambahan bayaran atas uang pokok pinjaman. Jadi bunga adalah biaya yang dikenakan pada peminjam uang atau imbalan yang diberikan kepada penyimpan uang yang besarnya telah ditentukan di awal, dan biasanya ditentukan dalam bentuk persentase dan terus dikenakan selama masih ada simpanan atau pinjaman sehingga tidak terbatas pada jangka waktu kontrak. Penerapan sistem bunga juga dapat membawa akibat negatif seperti: (a). Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diperhitungkan secara pasti, (b) Penerapan sistem bunga mengakibatkan pemerasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang miskin.
- Sistem perbankan yang ada sekarang memiliki kebiasaan terjadinya kekuatan ekonomi di kalangan elite yaitu para bankir dan pemilik modal.
- Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan kenaikan harga yang semakin tinggi karena adanya kebiasaan bank untuk memberikan kredit secara berlebihan.
- Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang ini dirasakan kurang berhasil dalam membantu memberantas kemiskinan dan meratakan pendapatan baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional.
- Di dalam era pembangunan ekonomi setiap negara lembaga perbankan memiliki peranan yang sangat besar.
Sebagaimana
dalam ekonomi konvensional, uang dan sistem perbankan mempunyai peranan
signifikan dalam wacana ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam peranan uang dan
perbankan harus sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam Islam uang
dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Oleh karena itu konsep uang
dan sistem perbankan yang dipahami secara konvensional, harus diperbaharui dan
diorganisasikan dengan cara-cara tertentu sehingga terwujud kemaslahatan umat
secara menyeluruh.
Uang dan
sistem perbankan dirancang untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi
pencapaian tujuan-tujuan utama sosio-ekonomi Islam.
Berikut ini dikemukakan tujuan dan fungsi
paling fundamental dari sistem keuangan dan perbankan syariah:
- Kesejahteraan ekonomi yang menyeluruh berdasarkan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi optimum.
- Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.
- Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of change dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran dan nilai tukar yang stabil.
- Mobilitas dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan jaminan pengembalian yang adil dan prospektif.
- Penagihan yang efektif dari semua jasa dan produk perbankan.
Berdasarkan
kutipan di atas, tujuan dan fungsi sistem keuangan dan perbankan menurut
ekonomi Islam hampir sama dengan sistem kapitalisme. Meskipun kelihatannya
sama, namun sesungguhnya ada perbedaan dalam penekanan, di mana tujuan moneter
dalam Islam ialah komitmennya pada nilai- nilai spiritual, prioritas keadilan
sosio-ekonomi dan persaudaraan manusia. Dengan diperkenankannya jenis bank
berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dalam sistem perbankan kita saat ini di
samping bank konvensional yang kita kenal selama ini, bank dapat pula memilih
kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Kegiatan bank berdasarkan
prinsip bagi hasil pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi
masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak
didasarkan pada sistem bunga, tetapi atas dasar prinsip bagi hasil atau jual
beli sebagaimana digariskan syariat Islam. Juga diharapkan akan dapat saling
melengkapi dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang terlebih dahulu dikenal
dalam sistem perbankan kita.
Di
samping itu, pendirian jenis bank bagi hasil ini akan dapat memberikan
pelayanan kepada bagian masyarakat yang karena prinsip agama atau kepercayaan
tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bank konvensional. Bagaimanapun juga
harus diakui bahwa dalam masyarakat banyak kelompok yang memiliki prinsip bahwa sistem bunga yang dianut oleh perbankan
merupakan pelanggaran terhadap syariat agama dan merupakan riba yang di dalam
hukum Islam adalah perbuatan dosa atau haram.
Haramnya riba ini dapat dilihat dari
beberapa ayat al-Qur’an yaitu:
- Qur’an S. Ali Imran ayat 130 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat-lipat ganda”.
- Qur’an S. Al-Baqarah ayat 257 yang artinya : “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila”.
- Qur’an S. An-Nisaa ayat 29 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta bersamamu dengan jalan yang batil”.
Sejalan
dengan itu, bank dengan prinsip bagi hasil dimaksudkan untuk melayani segmen
pasar tersebut. Dalam Islam, tujuan moneter yang hendak dicapai tidak bisa
dipisahkan dari ideologi dan keyakinan yakni sebagai implementasi syariah yang
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Kebijakan
moneter harus diarahkan secara sengaja untuk mengatur penggunaan sumber daya
keuangan sistem perbankan sehingga sangat menolong dalam mengurangi
ketidakadilan pendapatan dan kesenjangan distribusi kekayaan. Dengan demikian
pendayagunaan sumber daya manusia secara penuh dan efisien, merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari tujuan Islam. Demikian pula pendayagunaan sumber
daya alam, harus dikelola secara efisien juga.
Kebijakan
moneter menurut ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan keadilan
sosio-ekonomi dan pemerataan pendapatan/kesejahteraan bagi hasil seluruh rakyat
dengan dasar persaudaraan universal. Al-Qur’an dan as-Sunnah sangat menekankan
tegaknya keadilan dan persaudaraan.
Filsafat
moral kebijakan moneter juga didasarkan pada kedua nilai tersebut. Dengan
demikian, keadilan dan persaudaraan ini terintegrasi sangat kuat dalam ajaran
Islam, sehingga realisasinya dalam kebijakan moneter menjadi komitmen spiritual
bagi pembangunan ekonomi masyarakat.
Sektor perbankan
memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi yang menunjang
perekonomian nasional. Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan yang
dilaksanakan dewasa ini, yakni untuk membangun kembali sistem perbankan yang
sehat dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional, maka salah
satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi sistem perbankan nasional
adalah sistem perbankan syariah.
Sistem
perbankan syariah ini baru ada setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dengan Undang- Undang Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998. Undang-undang ini dengan tegas membuka kemungkinan bagi
bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya,
baik untuk Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan pembiayaan bagi
hasil tersebut kemudian oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perbankan diperluas menjadi kegiatan apapun dari bank berdasarkan prinsip
syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan demikian Undang-Undang
Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 sekarang merupakan dasar hukum yang utama bagi
eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah. Dalam
Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebut: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Sebagai
perkembangan dalam perbankan, diberikan kesempatan bagi bank untuk melaksanakan
kegiatan operasionalnya dengan prinsip syariah. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 menyebutkan:
Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
Istilah
lain yang digunakan untuk sebutan Bank Syariah adalah Bank Islam. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan sendiri sebenarnya tidak ada menyebutkan
tentang istilah Bank Islam, namun disebutkan dengan istilah bank dengan prinsip
syariah. Selanjutnya pada Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
disebutkan tentang pengertian prinsip syariah yaitu: Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang disesuaikan dengan syariah, antara lain
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan
memindahkan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak
lain.
Dari isi
Undang-Undang di atas, tampaknya ada kemajuan dalam melaksanakan sistem
perbankan di negara Indonesia, di mana diberikan keleluasaan kepada umat Islam
untuk megikuti sistem perbankan konvensional atau perbankan dengan sistem
syariah.
Karnaen
Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio menyebutkan defenisi Bank Islam: Bank Islam
adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, yakni bank yang dalam
beroperasinya mengikuti ketentuan- ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut
tata bermuamalat secara Islam.
Dasar
pemikiran dibentuknya lembaga perbankan berdasarkan prinsip syariat Islam
berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya suatu sistem ekonomi Islam yang
melarang riba (bunga dan sejenisnya) dalam mengembangkan harta/perekonomian.
Atas
dasar pemikiran itu, gagasan untuk mengkukuhkan konsep ekonomi Islam secara
Internasional muncul pada sekitar dasawarsa 1970-an. Ketika pertama kali
diselenggarakan konferensi Internasional di Mekkah tahun 1976. Lembaga
perbankan Islam mengalami perkembangan yang pesat terutama setelah berdirinya
Islamic Development Bank (IDB) yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi negara- negara anggota dan
masyarakat muslim pada umumnya.
Pesatnya
perkembangan lembaga perbankan Islam tersebut disebabkan bank Islam mempunyai
keistimewaan-keistimewaan, yang utama adalah yang melekat pada konsep dengan
berorientasi pada kebersamaan. Orientasi pada kebersamaan inilah yang
menjadikan bank syariah mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga,
yang selama ini hukumnya (halal atau haram) masih diragukan masyarakat muslim.
Dalam
operasionalnya, bank Islam harus mengikuti praktek-praktek usaha yang dilakukan
di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi dilarang
oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama
yang tidak menyimpang dari ketentuan al-Qur’an dan al- Hadist. Bank Islam
berarti yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah
secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan
al-Hadist.
Dengan adanya sistem perbankan syariah
yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka
diharapkan dapat dicapai beberapa tujuan, antara lain:
- Memenuhi kebutuhan perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga.
- Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan.
- Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komperatif berupa peniadaan bunga yang berkesinambungan, melarang spekulasi mata uang yang tak produktif dan pembiayaan lebih ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan aspek moral.
Tetapi
dalam beberapa dekade terakhir situasi berubah secara dramatis. Hegemoni intelektual
barat dan hegemoni institusi bunga mendapatkan tantangan. Jadi kebijakan
moneter dalam perekonomian Islam diharapkan menyumbangkan usaha yang signifikan
terhadap pemberantasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan (ketidakadilan)
pendapatan.
Dalam konteks ini Islam mensyaratkan
empat hal penting:
- Penghapusan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan pemborosan terhadap pemakaian sumberdaya.
- Pengekangan transaksi spekulatif
- Peningkatan kesempatan kerja
- Peraturan mengenai penggunaan sumberdaya keuangan (perbankan) untuk membantu mencapai pertumbuhan dan tujuan-tujuan yang diharapkan ekonomi Islam.
Jadi menurut ekonomi Islam, tujuan kegiatan
ekonomi bukanlah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu sendiri, tidak pula
peningkatan PDB (Product Domestic Bruto) yang tinggi, tetapi adalah suatu hidup
sejahtera dengan dimensinya secara adil dan aspek ekonomi hanyalah salah satu
dimensinya.
Tags
Bank dan Asuransi