Menurut
Suparlan (Suparlan,1993:20) adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu
proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan.
Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:
- Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya).
- Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah).
- Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh).
Menurut
Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000) memberikan beberapa batasan
pengertian dari adaptasi sosial, yakni:
- Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
- Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.
- Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.
- Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.
- Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.
- Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
Dari
batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses
penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap
norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Lebih lanjut tentang proses penyesuaian
tersebut, Aminuddin menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan
tujuan-tujuan tertentu (Aminuddin, 2000: 38), di antaranya:
- Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
- Menyalurkan ketegangan sosial.
- Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial.
- Bertahan hidup.
Di dalam
adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Suyono (1985), pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah
menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal
menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut
diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang
sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari
masing-masing adat- istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung
dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat.
Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.
Bagi
manusia, lingkungan yang paling dekat dan nyata adalah alam fisio- organik.
Baik lokasi fisik geografis sebagai tempat pemukiman yang sedikit banyaknya
mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya, maupun kebutuhan biologis yang harus
dipenuhinya, keduanya merupakan lingkungan alam fisio-organik tempat manusia
beradaptasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Alam fisio organik disebut
juga lingkungan eksternal. Adaptasi dan
campur tangan terhadap lingkungan eksternal merupakan fungsi kultural dan
fungsi sosial dalam mengorganisasikan kemampuan manusia yang disebut teknologi.
Keseluruhan prosedur adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal,
termasuk keterampilan, keahlian teknik, dan peralatan mulai dari alat primitif
samapai kepada komputer elektronis yang secara bersama-sama memungkinkan
pengendalian aktif dan mengubah objek fisik serta lingkungan biologis untuk
kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia (Alimandan, 1995).
Stategi
adaptasi yang dilakukan dalam masyarakat pasca bencana alam dapat dilakukan
dengan penanggulangan bencana alam yang tepat, agar masyarakat bisa aktif
kembali pasca bencana alam. Besarnya potensi ancaman bencana alam yang setiap
saat dapat mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
Indonesia serta guna meminimalkan risiko pada kejadian mendatang, perlu
disikapi dengan meningkatkan kapasitas dalam penanganan dan pengurangan risiko
bencana baik di tingkat Pemerintah maupun masyarakat. Sejauh ini telah tersedia
perangkat regulasi penanggulangan bencana, yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007 yang
memberikan kerangka penanggulangan bencana, meliputi prabencana, tanggap
darurat, dan pascabencana.
Aktivitas penanggulangan bencana yang
menjadi prioritas utama meliputi: mitigasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
- Mitigasi yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah apa yang akan terjadi terutama berdampak negatif pada lingkungan akibat bencana alam.
- Rehabilitasi yaitu pemulihan kembali yang dilakukan terhadap kerusakan- kerusakan berupa fisik dan infrastruktur akibat bencana alam.
- Rekontruksi yaitu membangun kembali dari kerusakan kerusakan yang terjadi akibat bencana alam. Penaggulangan bencana yang telah ditetpakan pemerintah dibuat guna membangun kembali daerah yang terkena bencana menggingat indonesia rawan akan bencana alam.
Tags
Psikologi Sosial