Menurut Mulyadi (2007), nelayan bukanlah suatu
entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi
kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu
nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah
nelayan yang bekerja dengan alat milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan
adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain.
Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap sendiri,
dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
Satria
(2002) menggolongkan nelayan menjadi empat tingkatan yang dilihat dari
kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar, dan
karakteristik hubungan produksi.
Berikut adalah tingkatannya:
- Peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada kebutuhan sendiri (subsisten), nelayan ini mengalokasikan hasil jual tangkapannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bukan diinvestasikan untuk pengembangan skala usaha.
- Post-fisher yaitu nelayan yang telah menggunakan teknologi penangkap ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Penguasaan sarana perahu motor semakin membuka peluang nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan yang lebih jauh dan memperoleh surplus dari hasil tangkapan tersebut karena mempunyai daya tangkap yang lebih besar. Pada jenis ini, nelayan sudah berorientasi pasar.
- Commercial-fisher yaitu nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan. Skala usahanya sudah besar dan dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dan dicirikan dengan status tenaga kerja yang beragam, dari buruh hingga manajer. Teknologi yang digunakan lebih modern sehingga diperlukan keahlian tersendiri dalam pengoperasiannya.
- Industrial-fisher, ciri nelayan industri menurut Pollnac (1988) dalam Satria (2002) adalah: (a) Diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan argoindustri di negara-negara maju; (b) Secara relatif lebih padat modal; (c) Memberi pendapatan yang lebih tinggi daripada perikan serderhana, baik untuk pemilik maupun awak kapal; dan (d) Menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor.
Nelayan
yang menjadi sasaran TPI sendiri sepertinya terbatas kepada nelayan tradisional
(peasant-fisher) dan post-fisher. Kepemilikan alat tangkap dapat menunjukkan
tingkat pendapatan seorang nelayan. Pendapatan yang berbeda akan menghasilkan
pola pikir yang berbeda dalam memandang suatu kebutuhan. Hanson (1984) dalam
Amanah dkk (2005) menyatakan bahwa masyarakat pesisir seringkali memiliki kesempatan
yang lebih rendah dalam mengakses pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti
pendidikan, kesehatan dan pemenuhan sarana produksi usahanya sehingga terkadang
kondisi sosial ekonominya relatif masih rendah.
Tags
Laut