Akibat
pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada
didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meninggkatnya
permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang mengandung banyak
elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat
penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka
bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3.
Bila luas
luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, dan produksi urine berkurang. Pembengkakan terjadi
pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada
kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas yang terhisap.
Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan
gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap
akibat jelaga.
Dapat
juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan
muntah. Pada keracunan yang berat bisa terjadi koma. Bila lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan
kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
Luka
bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit
diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit
penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran nafas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai
antibiotik.
Trauma panas mengakibatkan perubahan karakteristik
pada daerah yang terbakar yang terdiri dari tiga lapisan:
- Lapisan paling dalam, disebut lapisan koagulasi, di mana terdapat sel;selyang mati sehingga bersifat irreversible (tidak berubah)
- Lapisan kedua disebut zona statis, dengan gangguan pada sel dan sirkulasi darah yang bersifat sementara, pada lapisan ini sangat potensial terjadi luka yang lebih luas dan lebih dalam, yang dapat mengenai seluruh ketebalan kulit, sebab keadaan sel-selnya sangat peka terhadap infeksi dan kekeringan sehingga menyebabkan kematian sel.
- Pada lapisan terluar menyebabkan hiperemia, pada lapisan ini kerusakan sangat minim dan paling dini menunjukkan perbaikan, biasanya dihubungkan dengan luka bakar derajat I, disebut juga zona hiperemia.
Trauma
termal atau luka bakar dapat mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah
sehingga mangakibatkan berpindahnya air, natrium,dan protein dari intravaskuler
ke daerah yang mengalami trauma, hal ini mengakibatkan oedema dan penguapan
yang cucukp tinggi pada daerah luka, dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia
dan hemo konsentrasi jika kondisi tersebut tidak segera ditanggulangi dengan
pemberian cairan dan elektrolit yang adekuat.
Luka
bakar selain mengakibatkan kerusakan fisik kulit,mengakibatkan perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia yang pada akhirnya akan
mempengaruhi seluruh sistem tubuh penderita, keadaan homeostasis tubuh, dan
terjadi perubahan reaksi fisiologis tubuh sebagai respon kompensasi terhadap
luka bakar,berupa gejala haus, pernapasan cepat, frekuensi jantung
meningkat,mual, muntah, bisisng usus meningkat, oedema, dan perubahan berat
badan. Peningkatan katekolamin dan peningkatan sekresi aldosteron,peningkatan
pelepasan glikogen, peningkatan kadar gula darah,pengisian kapiler darah tidak
tahan dengan suhu dingin, penurunan urine output, dan peningatan berat jenis
urine.
Tags
Patologi