Di
sejumlah kawasan di dunia ini, wanita banyak terlibat dalam arus imigrasi desa
kota, mayoritas penduduk di banyak perkotaan terdiri dari kaum wanita. Meskipun
secara historis perpindahan kaum wanita selalu dalam rangka mengiringi sang
suami. Tetapi akhir-akhir ini banyak wanita yang merantau sendirian ke kota-
kota meninggalkan keluarganya di kampung dalam rangka mencari peluang-peluang
ekonomi guna meningkatkan status dan taraf hidupnya.
Seperti
halnya di negara berkembang lainnya, Indonesia mengalami tekanan berat dari
pertambahan jumlah angkatan kerja yang terus meningkat setiap tahunnya,
penyediaan lapangan usaha bagi mereka merupakan masalah nasional yang paling
rumit dalam situasi perekonomian yang tidak terlalu cerah seperti sekarang, sebagai
akibat belum pulihnya resesi ekonomi. Penyediaan lapangan usaha bagi wanita memerlukan
pertimbangan khusus mengingat adanya hambatan norma budaya atau agama sehingga
tidak setiap lapangan usaha cocok untuk mereka.
Wanita di Indonesia boleh dikatakan sangat beruntung
dibandingkan dengan di negara lainnya. Wanita di Indonesia berpeluang sama
besarnya dengan laki-laki dalam memasuki lapangan kerja. Di beberapa negara
lain seperti wanita-wanita Hindu dan Arab wanita kurang mendapat tempat dalam
kegiatan ekonomi di perkotaan. Wanita- wanita Hindu dan Arab bukan saja tidak
hadir sebagai penjual di pasar-pasar, mereka juga minoritas sebagai pembeli,
karena prialah yang berbelanja makanan maupun pakaian. Kenyataan ini sangat
berbeda dengan keadaan di Indonesia, di mana kegiatan perdagangan menurut hasil
beberapa penelitian justru didominasi oleh kaum wanita.
Wanita
merupakan sumber daya ekonomi yang tidak kalah penting dibandingkan dengan
pria, wanita sesungguhnya memegang fungsi yang sangat penting dalam keluarga.
Keberadaan wanita dalam rumah tangga bukan sekedar pelengkap reproduksi saja,
namun lebih daripada itu banyak penelitian membuktikan bahwa wanita ternyata
seringkali memberikan sumbangan yang besar bagi kelangsungan ekonomi dan
kesejahteraan rumah tangga serta masyarakat.
Tingkat
partisipasi kerja wanita pada umumnya memang masih rendah bila dibandingkan
dengan pria. Di mana jumlah tenaga kerja perempuan yang terlibat dalam pasar
kerja hanya sekitar separuh dari jumlah pria (Suyanto, 2006). Tetapi keberadaan
wanita yang secara absolut lebih besar dari pada penduduk laki-laki, wanita
merupakan potensi yang harus dimanfaatkan untuk menunjang kelancaran proses
pembangunan. Pemberdayaan wanita harus dilakukan sesegera mungkin agar wanita
dapat mengisi kegiatan pembangunan sehingga anggapan bahwa wanita itu hanya
menjadi beban pembangunan bisa dihilangkan.
Walaupun
kaum wanita banyak terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi, mereka cenderung
hanya menggeluti usaha sangat kecil atau sambilan sebagai bagian dari strategi
kelangsungan hidup keluarganya. Dalam konteks ini, kebutuhan mereka akan kredit
baik untuk modal kerja maupun untuk modal investasi sukar terpenuhi. Mereka
dihadapkan pada kendala tidak memiliki jaminan, mengingat sebahagian besar
status pemilikan tanah atas nama sang suami, sekalipun tanah tersebut dimiliki
secara bersama-sama.
Sekalipun
partisipasi wanita dalam pasar kerja meningkat secara signifikan, diskriminasi
terhadap wanita pekerja tetap menjadi masalah besar. Sebagian dari perbedaan
tingkat upah antara wanita dan laki-laki hanya diterangkan oleh diskriminasi
seksual (ILO, 2003). Diskriminasi itu sering tercermin dalam perlakuan dan
persyaratan bekerja yang berbeda, lebih banyak wanita dari laki-laki yang
dipekerjakan secara paruh waktu dengan atau tanpa kontrak untuk waktu terbatas
atau sebagai pekerja borongan. Hubungan kerja demikian sangat merugikan para
pekerja, mereka umumnya dibayar upah secara harian tanpa tunjangan dan
kepastian.
Pada
pihak lain tingkat upah perempuan pekerja tetap lebih rendah dibandingkan
dengan tingkat upah pria pekerja dan peningkatan partisipasi wanita dalam
berbagai kegiatan ekonomi belum diikuti dengan integrasi kebutuhan serta masalah
wanita yang lebih efektif dalam proses pengambilan keputusan. Sebagian besar
wanita pekerja berada dalam sektor non formal. Hasil pembangunan yang dinikmati
wanita masih terbatas oleh karena rendahnya kualitas sumber daya manusia yang
mereka miliki. Kemungkinan wanita memperoleh pendidikan dan pelatihan masih
lebih terbatas jika dibandingkan dengan saudara laki-lakinya.
Tags
Psikologi Gender