Klasifikasi psikiatris
Tingkat ringan
Penyimpangan perilaku yang memiliki
karakteristik konflik emosi dan kecemasan tetapi masih punya hubungan dengan
dunia nyata.
Tingkat berat
- Psiychosis, ditandai dengan karakteristik penyimpangan perilaku dari pola perilaku normal dalam berfikir, berbicara dan bertindak.
- Schizophrenia. DSM-IV (dalam Terry L. Shepherd, 2010) menyatakan karakteristik schizophrenia yaitu “delusion and hallucinations, disorder in speech, disorganized or catatonic behavior, and inappropriate expression of emotion.” Dengan kata lain anak dengan Schizophrenia memiliki karakteristik adanya delusi dan halusinasi, gangguan dalam berbicara, perilaku tidak teratur atau katatonik, dan ekspresi emosi yang tidak pada tempatnya.
- Autism. Autis merupakan perkembangan yang berat pada anak- anak gejalanya mulai dapat diamati pada usia sebelum 3 tahun. Mirza Maulana (2008), menjelaskan bahwa “Perkembangan karakteristik anak autis mengalami gangguan dalam masalah perilaku, interaksi, dan gangguan komunikasi.”
Klasifikasi menurut DSM
Gangguan Intelektual dan Perkembangan
- Organic Mental Disorders merupakan gangguan yang disebabkan oleh disfungsi otak atau keruskan pada jaringan sel otak. Sunardi (1995), menyatakan “kerusakan atau disfungsi otak pada organic mental disorders dapat terjadi secara permanen dan atau sementara yang mengakibatkan gangguan pada intelektual dan perkembangan”
- Autism: Terry L. Shepherd (2010), menyatakan “children with schizophrenic are identified as having autism.” Kebanyakan anak dengan skizofrenia juga teridentifikasi sebagai penyandang autis. Biasanya ditandai dengan perilaku mogok bicara atau bahkan bicara menggunakan bahasa asing yang tidak dimengerti secara umum.
Gangguan tingkah laku
- Attention Deficit Hyperactive Disorders (ADHD). Menurut John W. Santrock (2007), “Attention Deficit Hyperactive Disorders merupakan ketidakmampuan anak pada pemusatan perhatian; hiperaktif; dan impulsif”;
- Conduct disorders, Terry L. Shepherd (2010), memaparkan karakteristik conduct disorders yaitu “antisocial behaviors include fighting, assaulting others, destroying property, stealing, lying, and being physically cruel to people or animals.” Karakteristik anak dengan conduct disorders yaitu perilaku anti-sosial termasuk melawan, menyerang, menghancurkan barang, mencuri, berbohong, dan tindak kekejaman fisik pada manusia maupun binatang;
- Psychosexual Disorders (kelainan perilaku dan fungsi seksual).
Gangguan emosi
- Anxiety Disorders, Terry L. Shepherd (2010), memaparkan “anxiety disorders are characterized by excessive fear, worry, and uneasiness that prevent an individual from functioning in daily life.” Anxiety Disorders merupakan gangguan kecemasan yang ditandai oleh rasa takut yang berlebihan, cemas, dan gelisah yang membuat seseorang tidak nyaman menghadapi tugasnya dalam kehidupan sehari-hari;
- Depresi, John W. Santrock (2007), menyatakan “depresi adalah jenis gangguan mood dimana pengidapnya merasa dirinya tidak berharga sama sekali, percaya bahwa keadaan tidak akan pernah membaik, dan tampak lesu dan tidak bersemangat dalam jangka waktu lama.” Biasanya gangguan depresi muncul pada usia remaja.
Klasifikasi behaviouristik
- Conduct disorders, yaitu perilaku anti-sosial termasuk melawan, menyerang, menghancurkan barang, mencuri, berbohong, dan tindak kekejaman fisik pada manusia maupun binatang
- Socialized aggression. Menurut Sunardi (1995), “anak dengan socialized aggression memiliki karakteristik perilaku menjadi anggota kelompok kejahatan, penyalahgunaan narkoba dan loyal di dalamnya serta suka melanggar segala macam peraturan, dan lain-lain.”
- Withdrawal, merupakan “gangguan ketunalarsan yang berupa kecemasan berlebihan, menarik/menutup diri, extrovert, depresi” (Sunardi, 1995).
- Immaturity (kurang dewasa). Dengan karakteristik yaitu “kemampuan memperhatikan pendek, tidak dapat berkonsentrasi, melamun, lemah koordinasi, pasif, mudah bosan, kurang mampu bersosialisasi dengan teman sebaya, gagal melaksanakan tugas tepat waktu dan lain-lain” (Sunardi, 1995).
Dari
penjabaran tersebut, klasifikasi anak tunalaras dapat dibedakan menjadi tiga,
yakni klasifikasi menurut faktor biologis; klasifikasi menurut faktor keluarga
dan sekolah; dan klasifikasi menurut faktor budaya. Kelainan tersebut
mengakibatkan anak tunalaras mengalami penyesuaian sekolah atau dalam bidang
akademik yang buruk.
Berdasarkan
klasifikasi yang diungkapkan di atas, memberi gambaran klasifikasi dan
karakteristik subjek penelitian. Gambaran subjek di lapangan adalah siswa
tunalaras dengan klasifikasi menurut DSM memiliki gangguan tingkah laku dan
emosi, yang jika ditilik dari segi psikiatris subjek masih termasuk kategori
ringan. Sebagai akibat karakteristik belajar subjek dengan ketunalarasan yaitu:
hasil belajar anak tunalaras sering dibawah rata-rata, kurang dewasa yang
ditunjukkan dengan kemampuan belajarnya yang tidak sesuai dengan usianya,
kurangnya kemampuan mengingat dalam membaca dan berhitung, dan tidak memiliki
sense of problem solving dalam menghadapi masalah sehari-harinya, yaitu kurang
dapat menerapkan kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi masalah. Hal
tersebut sesuai seperti yang dikatakan oleh Daniel P. Hallahan, dkk (2009) “most
student with emotional and behavioral disorders are underachiever at school,
they do not usually achieve at the level expected for their mental age, lack
basic reading and arithmetic skills, often unable to apply their skills to
everyday problem”.