Faktor situasional yang meningkatkan atau
menghambat perilaku menolong
Kehadiran orang lain
Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan
Latane kemudian Latane dan Robin (1969) menunjukkan hasil bahwa orang yang
melihat kejadian darurat akan lebih suka memberi pertolongan apabila mereka
sendirian daripada bersama orang lain. Sebab dalam situasi kebersamaan,
seseorang akan mengalami kekaburan tanggung jawab (dalam Hudaniah, 2003).
Staub (1978) justru menemukan kontradiksi
dengan fenomena di atas, karena dalam
penelitiannya terbukti bahwa individu yang berpasangan atau bersama orang lain
lebih suka bertindak prososial dibandingkan bila individu seorang diri. Sebab
dengan kehadiran orang lain akan mendorong individu untuk lebih mematuhi
norma-norma sosial yang dimotivasi oleh harapan mendapat pujian (Sampson, dalam
Hudaniah, 2003).
Menolong orang yang disukai (Helping
Those You Like)
Kebanyakan penelitian lebih tertarik meneliti
pertolongan yang diberikan seseorang
kepada orang asing, karena sudah jelas orang tersebut akan sangat cenderung
menolong anggota keluarga dan teman. Seseorang akan cenderung menolong orang
asing yang menjadi korban, jika si korban tersebut memiliki persamaan (usia,
ras) dengan si penolong tersebut ( Shaw, Borough, & Fink dalam Baron,
Byrne, & Branscombe, 2006).
Pria sangat cenderung untuk menyediakan
bantuan terhadap seorang wanita yang sedang distress (Piliavin & Unger,
1985), mungkin karena perbedaan gender dalam kemampuan spesifik, dan mungkin karena
wanita lebih ingin meminta pertolongan daripada pria (dalam Baron, Byrne, &
Branscombe, 2006).
Menolong orang yang meniru kita (Helping
Those Mimic Us)
Salah
satu yang mempengaruhi perilaku prososial adalah mimicry, yaitu
kecenderungan otomatis untuk meniru perilaku orang lain yang berinteraksi
dengan kita. Penelitian menunjukkan bahwa mimicry meningkatkan kecenderungan
terlibat dalam perilaku menolong ini
Efek ini ini terjadi karena imitasi
adalah sebuah aspek penting dari belajar dan akulturasi (de Wall, dalam Baron,
Byrne, & Branscombe, 2006). Ini sesuai dengan pendapat Bandura (dalam
Schultz & Schultz, 1994) yang menyatakan bahwa seseorang belajar menolong
melalui proses imitasi. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk
melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik, karena dengan mengikuti suatu
contoh yang baik akan merangsang seseorang untuk melakukan perilaku yang baik
pula (Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Menolong orang yang tidak
bertanggung-jawab terhadap masalahnya (Helping Those Who Are Not Responsible for Their Problem)
Kita akan cenderung menolong orang lain
yang masalah yang dialaminya terjadi bukan karena kesalahannya. Misalnya,
ketika orang menemukan seorang pria yang tergeletak, tidak sadarkan diri di
jalan,dengan botol minuman keras yang kosong di sampingnya akan cenderung
kurang menunjukkan perilaku menolong di bandingkan jika pria yang tergeletak di
jalan itu adalah seorang pria berpakaian mahal dengan luka di kepalanya karena
hal ini mengindikasikan bahwa pria tersebut adalah korban kekerasan saat sedang
di jalan (dalam Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
Adanya model (Exposure to Prosocial
Models)
Kehadiran orang lain yang berperilaku
menolong menimbulkan social model, dan hasilnya adalah sebuah peningkatan dalam
perilaku menolong pada orang lain yang melihatnya. Selanjutnya, model prososial
dalam media massa juga memberi kontribusi dalam menciptakan norma sosial dalam
perilaku prososial. Dengan menonton perilaku prososial pada televisi
meningkatkan kejadian dari perilaku prososial dalam kehidupan nyata (dalam
Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
Akan tetapi, media massa dapat juga memiliki efek negatif. Seperti salah
satu contoh, penelitian partisipan yang memainkan video games kekerasan seperti Mortal combat
dan Street Fighter menunjukkan adanya suatu penurunan dalam perilaku prososial
(Anderson & Bushman, dalam Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
Emosi dan Perilaku Menolong
Emosi
sering dibagi menjadi dua bagian, yaitu emosi positif dan negatif.
Emosi positif dan perilaku menolong
Pada umumnya seseorang yang sedang
memiliki mood yang baik akan lebih cenderung menampilkan perilaku
prososial. Akan tetapi sebuah emosi
positif dapat mengurangi kemungkinan untuk berespon dalam suatu cara prososial
(Isen, 1984). Seorang penonton (bystander) yang dalam mood yang sangat positif
ketika menemui suatu keadaan emergency yang ambigu cenderung menginterpretasi
situasi tersebut sebagai suatu situasi yang nonemergency.
Emosi negatif dan perilaku menolong
Pada umumnya, seseorang yang berada dalam
mood negatif cenderung kurang dalam menolong oranglain. Hal itu benar, bahwa
seorang yang tidak senang (unhappy) sedang fokus pada masalahnya, cenderung
kurang dalam perilaku prososial (Amato, 1990). Akan tetapi, emosi negatif dapat
memiliki sebuah dampak positif pada perilaku prososial jika perasaan negatifnya
tidak begitu intens, jika emergency terlihat jelas dan jika tindakan menolong
itu menarik atau memuaskan dibandingkan tidak memiliki reward.
Empati dan Disposisi Kepribadian Lainnya
yang Berhubungan dengan Menolong
Disposisi
kepribadian adalah karakteristik kecenderungan perilaku individu. Disposisi
kepribadian adalah berdasarkan perbedaan dalam komposisi genetik, pengalaman,
atau kombinasi dari keduanya. Salah satu aspek dari perilaku me nolong adalah
rasa percaya kepada orang lain (interpersonal trust ). Individu yang tidak
memiliki kepercayaan terhadap orang lain cenderung kurang dalam berperilaku
menolong (Baron & Byrne, 2000).
Empati
Seseorang yang memiliki empati dapat
merasakan dan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Empati terdiri dari
respon afektif dan respon kognitif terhadap emosional yang sedang dirasakan
oleh orang lain dan berkaitan dengan simpati, sebuah keinginan untuk memecahkan masalah orang lain, dan memahami perspektif
(perspective taking) orang lain (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
Komponen afektif dari empati juga melibatkan simpati, yaitu tidak hanya
merasakan penderitaan orang lain, tetapi juga perhatian dan melakukan sesuatu
untuk mengurangi penderitaan tersebut. Komponen kognitif dari empati tersebut
berkaitan dengan kemampuan untuk memahami atau mempertimbangkan sudut pandang
orang lain, dikenal dengan istilah perspective taking.
Para psikolog sosial mengidentifikasi tiga
tipe dari perspective taking (Batson, dkk dalam Baron, Byrne, & Branscombe,
2006):
1. Mampu membayangkan bagaimana oranglain
mempersepsikan sebuah kejadian dan bagaimana akhirnya perasaan mereka.
2. Mampu membayangkan bagaimana seandainya kita berada dalam situasi tersebut.
3. Mengidentifikasi terhad ap
karakter-karakter fiktif, yaitu perasaan simpati kepada seseorang dalam sebuah
cerita. Dalam hal ini, adanya sebuah reaksi emosional terhadap kegembiraan
(joys), dukacita (sorrows), dan ketakutan (fears) dari sebuah karakter dalam sebuah buku, bioskop
atau program televisi.
Belief in A Just World
Orang yang menolong menganggap dunia itu
sebagai tempat yang adil dan dapat diprediksikan, dimana perilaku yang baik
mendapat ganjaran baik dan perilaku yang buruk mendapat hukuman. Keyakinan ini
mengarahkan pada kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan tidak hanya
sekedar suatu perbuatan yang baik untuk dilakukan, akan tetapi orang yang
menolong juga akan mendapat keuntungan dari perbuatannya.
Social Responsibility
Tanggungjawab sosial berada pada mereka
yang menawarkan bantuan. Mereka menampilkan keyakinan bahwa setiap orang
bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik saat menolong orang yang
membutuhkannya.
Internal Locus of Control
Hal ini adalah keyakinan individu bahwa
ia dapat memilih untuk melakukan sesuatu yang dapat memaksimalkan hasil yang
baik dan meminimalkan hasil yang buruk.
Low Egocentrism
Individu yang gagal untuk menolong
relatif egosentris, cenderung self- absorbed dan kompetitif. Menurut Batson dan
Oleson (dalam Feldman, 1995) seseorang egoism mungkin juga m emberikan
pertolongan tetapi hanya untuk mengurangi personal distress yang dirasakannya
atau dimotivasi oleh adanya self-benefit.
Usia
dan Perilaku Menolong
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara usia dan perilaku
menolong (Peterson, 1983 dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Dengan
bertambahnya usia individu akan makin dapat memahami atau menerima norma-norma
sosial (Staub, 1978, dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Hal ini sesuai
dengan pendapat Hurlock (1999) yang menyatakan bahwa semakin bertambah usia
seseorang, maka ia akan semakin bertanggungjawab secara sosial dan taat
terhadap aturan serta berkembangnya norma etik.
Menurut
teori perkembangan moral Kohlberg, usia dimana seseorang mulai memiliki
kesadaran dalam mematuhi peraturan dan norma sosial adalah sejak usia 18 tahun
(level Post-conventional)
(Newman&Newman, 2001). Penelitian tentang moral reasoning dan
perilaku menolong menemukan bahwa individu yang memiliki level moral yang
tinggi lebih cenderung dalam berperilaku menolong (Rushton, Chrisjohn,&
Fekken, 1981).
Tingkat Pendidikan
Reddy
(dalam Schroeder & Penner, 1995) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
makin besar pula kecenderungan seseorang
untuk me njadi relawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin rendah
tingkat pendidikan seseorang, maka semakin rendah sumbangannya pada kotak amal.
Hal ini terkait dengan sosial ekonomi dan akan semakin berkurang kemungkinan
untuk menyumbang/menderma.
Jenis kelamin
Berdasarkan
hasil pengukuran yang dilakukan terhadap perilaku menolong yang aktual, menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita (Piliavin &Unger dalam
Oscar, 2006). Sekalipun ditemukan perbedaan, maka kecenderungan yang lebih
besar akan mengarah pada pria, bukan wanita (Basow,1992). Hal ini didukung oleh
hasil yang diperoleh Eagley dan Crowley (Basow, 1992; Taylor, dkk, 2000)
melalui sebuah review meta- analisis yang dilakukan terhadap 172
penelitian mengenai perilaku
menolong.
Simpulan
yang diperoleh dari review meta-analisis menunjukkan bahwa pria lebih menolong
daripada wanita. Pria lebih cenderung utuk menawarkan pertolongan daripada
wanita, walaupun wanita dinilai lebih menolong daripada pria dan kelihatannya
lebih peduli untuk memberikan pertolongan. Riset
behavioral menyatakan bahwa pria lebih
menolong daripada wanita, paling tidak dalam situasi publik yang melibatkan
orang yang tidak dikenal (Basow, 1992).
Tags
Psikologi Sosial