Menurut
Mohammad Surya (Suherlina, 1999) diagnosis kesulitan belajar siswa dapat
diketahui dengan melihat beberapa patokan yang dianggap dapat
mengidentifikasikan kesulitan siswa. Adapun beberapa patokan tersebut
dinyatakan sebagai berikut:
Tingkat Pencapaian Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan baik bersifat umum
maupun khusus merupakan salah satu komponen penting karena akan memberikan arah
proses kegiatan pendidikan. Siswa dianggap berhasil apabila dapat mencapai
tujuan-tujuan sebagaimana yang telah kita rumuskan. Sebaliknya mereka yang
tidak dapat mencapai tujuan karena mendapat hambatan dalam mencapainya,
diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Kedudukan dalam kelompok
Kedudukan seseorang dalam kelompok
merupakan ukuran dalam pencapaian hasil belajar. Seorang siswa mendapat nilai 7
mungkin dianggap terpandai jika murid-muridnya mendapat nilai 6 ke bawah, dan
sebaliknya siswa tersebut terendah jika nilai teman-temannya di atas 7. Jadi
dengan demikian nilai yang dapat dicapai seseorang baru dapat memberi arti yang
lebih jelas setelah dibandingkan dengan kelompoknya. Dengan patokan ini
siswa-siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata kelompok (kelas)
diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Perbandingan antara Potensi dan Prestasi
Prestasi belajar yang dicapai seseorang
tergantung dari tingkat kemampuannya baik kecerdasan maupun bakat. Anak yang
berpotensi tinggi cenderung memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula,
demikian juga sebaliknya. Dengan membandingkan antara potensi dan prestasi yang
dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauh mana anak dapat mewujudkan
potensinya. Anak yang mempunyai kesulitan belajar ialah jika terdapat perbedaan
yang besar antara potensi dan prestasi.
Tingkah Laku
Hasil belajar yang dicapai seseorang akan
nampak dalam tingkah lakunya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan
dalam aspek-aspek tingkah lakunya. Siswa yang berhasil dalam belajar akan
menunjukkan pola-pola tingkah laku tertentu sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan sebalinya dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar akan
menunjukkan pola-pola tingkah laku yang menyimpang, misalnya menunjukkan sikap
tak acuh, menentang, menyendiri, melalaikan tugas, sering bolos, berdusta,
kurang motivasi, menentang, gangguan emosional dan sebagainya.
Dengan
adanya hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, maka yang penting adalah
bagaimana peranan dan tugas guru. Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai
tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar kepada siswa
untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
Banyak faktor yang menjadi penyebab
kesulitan belajar. Menurut Muhibbin (1995) faktor-faktor penyebab timbulnya
kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:
- Faktor intern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa, labilnya emosi dan sikap, serta terganggunya indera-indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
- Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa yang meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas siswa seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
- Guru perlu meneliti faktor-faktor itu agar dapat memberikan diagnosis dan menganalisis kesulitan-kesulitan itu. Cara untuk mengetahui kesulitan tersebut Ruseffendi (1991: 467) menyatakan bahwa “Kita dapat mengetahui kelemahan anak melalui pengamatan guru sehari-hari di dalam atau di luar kelas, tanya jawab, tes yang dilakukan guru, tes diagnostik, tes dari buku, tugas-tugas dan semacamnya”. Jika kita ingin melihat kelemahan anak itu sangat tergantung kepada keterampilan dan kemampuan guru sendiri, artinya salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah mampu mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar dan mampu mengadakan pengajaran remidial.
Diagnosis merupakan istilah teknis yang
diambil dari bidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (Abin Syamsudin, 2000),
diagnosis diartikan sebagai:
- Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symptons).
- Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kelemahan-kelemahan dan sebagainya yang esensial.
- Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Dari
pengertian di atas, terlihat bahwa dalam pekerjaan mendiagnosis bukan hanya
mengidentifikasi jenis, karakteristiknya dan latar belakang dari suatu
kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya
untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Sejalan
dengan hal itu, perlu adanya upaya seorang guru untuk memahami jenis dan
karakteristik kesulitan belajar yang dialami siswa, yaitu dengan menghimpun dan
mempergunakan berbagai data dan informasi selengkap dan seobjektif mungkin. Hal
ini memungkinkan untuk mengambil kesimpulan serta alternatif pemecahannya yang
disebut diagnosis kesulitan belajar.
Tags
Psikologi Pendidikan