Rabinowitz dan Hall (dalam Kanungo, 1982) mendefinisikan
keterlibatan keja ke dalam dua kategori. Pertama, keterlibatan kerja dipandang
sebagai suatu “performance self-esteem contingency,” dimana menurut definisi
ini, keterlibatan kerja adalah tingkat sampai sejauh mana harga diri
(self-esteem) individu dipengaruhi oleh tingkat performansinya ketika bekerja.
Sehingga, keterlibatan kerja yang lebih rendah atau yang lebih tinggi
menunjukkan harga diri yang lebih rendah atau yang lebih tinggi yang diperoleh
ketika bekerja. Kedua, keterlibatan kerja sebagai suatu identifikasi psikologis
dengan pekerjaan seseorang. Menurut Lawler dan Hall (dalam Kanungo, 1982),
keterlibatan kerja merujuk pada identifikasi psikologis dengan pekerjaan
seseorang atau tingkat dimana situasi kerja merupakan pusat dari
identitasnya.
Brown (dalam Muchinsky, 2003) mengatakan bahwa keterlibatan kerja merujuk
pada tingkat dimana seseorang secara psikologis memihak kepada organisasinya
dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran dirinya. Ia menegaskan bahwa seseorang
yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi dapat terstimulasi oleh
pekerjaannya dan tenggelam dalam pekerjaannya.
Robbins (2001) menambahkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat
keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang
pekerjaan yang mereka lakukan. Seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang
tinggi akan melebur dalam pekerjaan yang sedang ia lakukan. Tingkat
keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan dengan organizational citizenship
behavior dan performansi kerja. Sebagai tambahan, tingkat keterlibatan kerja
yang tinggi dapat menurunkan jumlah ketidakhadiran karyawan (Robbins,
2009).
Hiriyappa (2009) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai tingkat
sampai sejauh mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaannya,
secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap performansi yang
dilakukannya penting untuk keberhargaan dirinya. Tingkat keterlibatan kerja
yang tinggi akan menurunkan tingkat ketidakhadiran dan pengunduran diri
karyawan dalam suatu organisasi. Sedangkan tingkat keterlibatan kerja yang
rendah akan meningkatkan ketidakhadiran dan angka pengunduran diri yang lebih
tinggi dalam suatu organisasi.
Saleh dan Hosek (dalam Kanungo, 1982) mengatakan bahwa orang-orang
akan terlibat dengan pekerjaannya; 1) ketika baginya pekerjaan adalah pusat
hidupnya, 2) ketika ia secara aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya, 3)
ketika ia mempersepsikan performansi yang ia tunjukkan sebagai pusat dari harga
dirinya, dan 4) ketika ia mempersepsikan bahwa performansinya konsisten dengan
konsep dirinya.
Patchen (dalam Srivastava, 2005) menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas
yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja internal yang
tinggi. Individu akan memiliki keterlibatan kerja yang rendah jika ia memiliki
motivasi kerja yang rendah dan merasa menyesal dengan pekerjaannya. Artinya,
individu yang memiliki keterlibatan kerja yang rendah adalah individu yang
memandang pekerjaan sebagai bagian yang tidak penting dalam hidupnya, memiliki
rasa kurang bangga terhadap perusahaan, dan kurang berpartisipasi dan kurang
puas dengan pekerjaannya.
Berdasarkan dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
keterlibatan kerja merupakan komitmen seorang karyawan terhadap pekerjaannya
yang ditandai dengan karyawan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap
pekerjaan, adanya perasaan terikat secara psikologis terhadap pekerjaan yang ia
lakukan, dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan
pekerjaan.
Tags
Industri dan Jasa